RI, Negara Paling Sejahtera: Mengungkap Rahasia Kebahagiaan Orang Indonesia

  • Whatsapp

Studi ini menempatkan Indonesia di posisi puncak dalam hal flourishing atau “berkembang secara utuh sebagai manusia”—suatu istilah yang merujuk pada kesejahteraan psikologis dan sosial secara menyeluruh.

PELAKITA.ID – Pada era ketika kemajuan suatu negara kerap diukur lewat Produk Domestik Bruto (PDB), kekuatan militer, atau inovasi teknologi, hasil riset global terbaru justru mengungkapkan kenyataan mengejutkan: Indonesia adalah negara paling sejahtera di dunia.

Bukan Amerika Serikat, bukan Jepang, bukan pula negara-negara Skandinavia yang selama ini dikenal dengan standar hidup tinggi dan sistem kesejahteraan sosial yang mapan.

Penilaian ini bukan isapan jempol. Ini adalah temuan dari Global Flourishing Study (GFS), sebuah studi prestisius yang melibatkan kolaborasi antara Harvard University, Baylor University, dan lembaga survei terkemuka Gallup.

Studi ini menempatkan Indonesia di posisi puncak dalam hal flourishing atau “berkembang secara utuh sebagai manusia”—suatu istilah yang merujuk pada kesejahteraan psikologis dan sosial secara menyeluruh.

Apa Itu Flourishing?

Dalam literatur psikologi positif dan ilmu sosial, flourishing tidak sekadar bermakna makmur secara ekonomi.

Ia menyangkut kehidupan yang dirasakan bermakna, hubungan sosial yang sehat, perasaan puas terhadap hidup, dan terlibat aktif dalam aktivitas yang memberi nilai—termasuk praktik keagamaan.

Secara sederhana, seseorang yang “flourish” adalah mereka yang hidup dengan bahagia, memiliki tujuan, mampu mengatasi tantangan, dan merasakan bahwa mereka menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Global Flourishing Study menyusun sejumlah indikator untuk mengukur hal ini, antara lain:

Tingkat kepuasan hidup

Kekuatan relasi sosial dan komunitas

Partisipasi dalam aktivitas spiritual atau keagamaan

Makna dan tujuan hidup

Kesehatan mental secara umum

Mengapa Indonesia?

Menurut hasil studi yang dipublikasikan pada awal 2025 ini, Indonesia mencatat skor tertinggi dalam berbagai indikator di atas.

Warga Indonesia secara umum melaporkan tingkat kepuasan hidup yang tinggi, memiliki ikatan sosial dan keluarga yang kuat, dan partisipasi religius yang sangat signifikan.

Dalam sebuah wawancara, salah satu peneliti dari Harvard menyebutkan bahwa “Meskipun secara ekonomi Indonesia belum tergolong sebagai negara maju, masyarakatnya justru menunjukkan tingkat flourishing yang luar biasa. Mereka bahagia, bersyukur, dan merasa hidup mereka bermakna.”

Ini tentu membalikkan banyak asumsi lama. Dunia barat sering mempromosikan gagasan bahwa kesejahteraan identik dengan kemapanan finansial dan akses teknologi tinggi.

Namun, temuan ini mengisyaratkan bahwa makna hidup, hubungan sosial yang erat, serta spiritualitas memiliki pengaruh lebih besar terhadap kesejahteraan manusia.

Budaya Sosial dan Spiritualitas

Tidak bisa dipungkiri, budaya Indonesia sangat kental dengan nilai-nilai kekeluargaan, gotong royong, dan spiritualitas.

Bagi banyak orang Indonesia, keluarga besar bukan hanya tempat pulang, tapi juga ruang utama untuk membangun identitas sosial dan mendapatkan dukungan emosional.

Lebih dari itu, aktivitas religius seperti pengajian, misa, sembahyang, atau upacara adat bukan sekadar ritus keagamaan, melainkan juga bentuk ekspresi sosial dan komunitas.

Dalam banyak hal, hal-hal semacam inilah yang memupuk perasaan connectedness atau keterhubungan dengan sesama—sebuah elemen penting dalam flourishing.

Bukan Soal Kaya atau Miskin

Penemuan ini penting untuk mendorong perubahan perspektif. Banyak negara masih menjadikan indikator ekonomi sebagai penentu tunggal pembangunan.

Padahal, indeks kesejahteraan yang hanya mengukur pendapatan seringkali mengabaikan dimensi sosial dan psikologis manusia.

Global Flourishing Study mengajarkan kita bahwa orang tidak perlu kaya untuk bahagia. Yang dibutuhkan adalah lingkungan sosial yang suportif, rasa syukur, dan keterlibatan dalam aktivitas yang bermakna.

Hal ini senada dengan filosofi hidup banyak masyarakat lokal Indonesia yang menekankan kesederhanaan dan keseimbangan.

Dalam bahasa Jawa ada istilah “urip iku mung mampir ngombe”—hidup hanyalah persinggahan. Sementara dalam banyak budaya Indonesia lainnya, kita mengenal prinsip “hidup rukun,” “saling bantu,” dan “rezeki tak akan tertukar.”

Tantangan ke Depan

Tentu saja, hasil studi ini tidak berarti Indonesia bebas dari masalah. Masih banyak pekerjaan rumah besar: kemiskinan struktural, akses layanan kesehatan dan pendidikan, serta ketimpangan ekonomi.

Namun, jika Indonesia sudah memiliki modal sosial dan psikologis yang kuat, maka pembangunan bisa diarahkan dengan cara yang lebih manusiawi dan berkelanjutan. Pembangunan tidak hanya mengejar angka, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana manusia bisa hidup lebih bermakna.

Saatnya Menginspirasi Dunia

Temuan ini seharusnya tidak hanya menjadi kebanggaan, tapi juga pemicu refleksi dan aksi.

Di tengah dunia yang semakin individualistik dan terfragmentasi, Indonesia bisa menjadi contoh bagaimana komunitas, spiritualitas, dan rasa syukur menjadi kekuatan utama dalam membangun masyarakat yang sejahtera.

Bisa jadi inilah waktunya Indonesia tidak hanya mengikuti tren dunia, tetapi menjadi sumber inspirasi global.

Sebuah negara yang membuktikan bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari kecanggihan teknologi atau angka-angka ekonomi, melainkan dari kedalaman makna hidup, relasi sosial yang sehat, dan hati yang tenang.

Selamat pagi dan bahagialah selalu.

(AP)