Kolom Sri Gusty | Usaha Untung, Jalan Buntu: Parkir Semrawut di Kawasan Komersial Makassar

  • Whatsapp
Sri Gusty, ilustrasi Pelakita.ID

Sementara itu di Eropa, kota-kota seperti Amsterdam dan Copenhagen justru mendorong penggunaan transportasi umum dan sepeda.

PELAKITA.ID – Semua bermula dari obrolan malam saya dengan seorang driver ojek online saat menggunakan jasanya. Kami melintasi Jalan Boulevard yang saat itu macet parah.

Karena penasaran dengan penyebab dan titik kemacetan, saya pun bertanya kepadanya.

Jawabannya sederhana namun menyiratkan banyak hal, “Susah, Bu. Di belakangnya ada Bintang-Bintang, makanya tidak ditindaki dan dibiarkan saja.”

“Ooooow,” saya hanya bisa menimpali. Ternyata kendaraan yang parkir di badan jalan itu adalah milik para pengunjung dari berbagai usaha komersial di sekitar kawasan tersebut.

“Saya tiap malam lihat begitu terus, Bu,” tambah si abang gojek.

Kemacetan akibat parkir semrawut sudah menjadi pemandangan rutin.

Memang benar, banyak kendaraan menumpuk di badan jalan, membuat arus lalu lintas tersendat. Situasi ini tidak hanya mengganggu pengguna jalan, tetapi juga memperburuk citra tata kelola kota yang semestinya bisa lebih baik.

Kita bisa belajar dari kota lain. Tokyo, misalnya, memberlakukan aturan parkir yang sangat ketat: setiap pemilik kendaraan harus membuktikan terlebih dahulu bahwa mereka memiliki lahan parkir sebelum mendaftarkan kendaraannya. Aturan ini secara efektif menekan praktik parkir liar.

Sementara itu di Eropa, kota-kota seperti Amsterdam dan Copenhagen justru mendorong penggunaan transportasi umum dan sepeda. Mereka membatasi ruang parkir di pusat kota untuk mengurangi kemacetan serta mendorong mobilitas berkelanjutan.

Namun, ujung-ujungnya semua kembali pada sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat—yang kadang bisa berganti peran satu sama lain.

Pelaku usaha wajib menyediakan fasilitas parkir sesuai standar. Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial demi kelancaran bersama.

Masyarakat pun perlu diedukasi dan didorong untuk menolak praktik parkir liar yang merugikan. Sudah waktunya kita mulai beralih ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan.

Dengan memadukan pengaturan perizinan yang ketat, penegakan hukum yang konsisten, serta inovasi dalam pengelolaan transportasi dan parkir, bisnis di Makassar tetap bisa berkembang tanpa mengorbankan kenyamanan dan mobilitas publik.

Usaha boleh saja untung, tapi jangan sampai jalan jadi buntu.

___
Penulis: Sri Gusty, akademisi