Semakin spesifik isunya, semakin penting untuk ditulis. Profil UMKM berprestasi, kepala desa yang menginspirasi, isu-isu lokal di desa-desa, itu tidak bisa digantikan AI. Dan itu yang justru dibutuhkan masyarakat hari ini.
PELAKIITA.ID – Seorang jurnalis senior di Makassar mengungkapkan kegelisahannya terhadap fenomena banyak kepala daerah yang kini lebih sibuk membuat konten media sosial ketimbang menyusun dan menjalankan kebijakan publik yang substansial.
Dalam sebuah forum diskusi bertema ‘Menulis Isu Desa-Kota’ yang digelar oleh Pelakita.ID ia menegaskan bahwa semakin banyak pemimpin yang terjebak dalam citra visual dan kehilangan waktu untuk mendengar, membaca, dan memahami realitas masyarakat.
“Kita ini sekarang dihadapkan pada kepala daerah yang sibuk bertanya pada wartawan: konten apa yang bagus dibikin? Bukan lagi soal apa isu penting yang harus dibahas, atau bagaimana menyusun kebijakan,” ujarnya.
Jurnalis itu A.S Kambie. Dia mencontohkan fenomena yang terjadi di desa asalnya di Lakbakang.
“Dahulu, warga desa dikenal pantang meminta-minta. Namun setelah mudik Lebaran, beberapa warga mendapati lampu merah di desanya mulai dipenuhi manusia silver dan pengemis yang sebelumnya tidak pernah ada. Ia yakin, para pengemis ini ‘kiriman’ dari kota,” ujarnya.
“Jangan sampai karena ada lampu merah di desa, lalu desa kita diajari mengemis,” keluhnya sambil menyindir lemahnya koordinasi antara Dinas Sosial dan Dinas Perhubungan.
Ia juga menyinggung praktik buruk oknum wartawan dan LSM yang kerap mengusik kepala desa dan kepala sekolah di daerah-daerah.”
Wartawan tidak boleh minta uang. Kalau ada yang begitu, laporkan,” tegasnya.
Lebih lanjut, sang jurnalis mengkritisi tren digitalisasi konten yang dinilai semakin menjauhkan pemimpin dari kenyataan.
“Coba kita minta mereka bahas jumlah pengemis di daerah, mereka bingung. Tapi kalau soal bikin konten TikTok, mereka jago. Harusnya ada aturan yang melarang kepala daerah membuat konten sembarangan,” katanya lantang, disambut tawa dan tepuk tangan peserta diskusi.
Menulis Isu yang Tak Bisa Dijawab oleh ChatGPT
Meski mengapresiasi perkembangan teknologi seperti ChatGPT yang mampu menjelaskan topik berat dengan detail, ia tetap menekankan pentingnya peran jurnalis lokal untuk menyajikan isu yang tak bisa dijawab oleh kecerdasan buatan.
“Semakin spesifik isunya, semakin penting untuk ditulis. Profil UMKM berprestasi, kepala desa yang menginspirasi, isu-isu lokal di desa-desa, itu tidak bisa digantikan AI. Dan itu yang justru dibutuhkan masyarakat hari ini,” ujarnya.
Di akhir sesi, ia menyampaikan harapannya agar jurnalis dan masyarakat bisa lebih kritis dalam menghadapi gelombang konten yang membanjiri ruang digital.
“Jika kepala daerah sibuk bikin konten setiap menit, lalu kapan dia punya waktu membaca? Kapan dia mendengar keluhan warga? Kita harus mendorong perubahan ini,” pungkasnya.