PELAKITA.ID – Warung Cahaya Pangkep di Jalan Kerung-Kerung sudah nampak di depan mata saat setengah jalan kami lalui dari arah Pettarani. Asdar Tukan atau kerap penulis sapa yang duduk di samping supir online membuka dompet sementara Nawa Cassanove membuka pintu dengan senyum simpul.
Saya yang sibuk merekam momen ingat betul bahwa perbincangan soal ikan bakar ini berlangsung di Phoenam saat penulis bersua Sang Cassanova, Kak Pahir dan Kak Pude’.
”Ayokmi, ada warungku, di Kerung-Kerung, Denun pasti suka,” timpal Bang Chikon.
Setelah membereskan urusan ngopi di Phoenam, melapor ke pemiliknya, kami pun cabut. Bang Chikon jua yang mengorder taksi online. Sekitar 10 menit, kami sampai di Kerung=Kerung di Cahaya Pabgkep itu.
Dari luar warung sudah terasa sensasi mengunyah ikan bakar. Plang nama bertulis Warung Cahaya Pangkep dengan basis merah menambah ketegasan pesannya.
Kami memeriksa yang tersedia di pemanggangan. Ada ikan bakar bandeng, ayam. Semua terasa bandeng karena paling dominan. Penulis lalu ke ruang toilet – ini standar khas penulis – nampak bersih tawwa.
”Saya parru juku’,” seru Bang Chikon yang duduk di samping penulis.
Dia mengaku doyan menu ini tanpa nasi. Dia memesan kepala ikan, parru juku (usus) dan sup tanpa daging. Penulis icip sup serupa ini dan memang rasanya khas.

Satu ruangan warung itu bisa menampung 30 orang pada saat bersamaan. Tidak terlalu luas meski halamannya cukup luas untuk parkiran mobil dan motor tawwa.
Lima pelayan warung nampak sibuk melayani tamu. Ada dua orang yang menghantar pesanan, ada yang cuci piring, ada dua yang bertugas di pemanggangan.
Bang Chikon yang duduk di sudut kiri nampak tidak sabaran sebab siang itu memang banyak pengunjung. ”Jangko lupa parru jukukka nah,” imbuhnya.
”Foto rong,” ujar Nawa ingin mendokumentasikan kebersamaan kami.
Sosodara, Warung Cahaya Pangkep ini sudah eksis di Jalan Andalas, yang di Jalan Andalas ini yang pertama.
Lalu ada yang di Jalan Kerung-kerung, kemudian ada pula di BTP, ada pula di Jalan Borong Raya. Begitulah bisnis Sop Saudara selalu berkembang, tak surut populeritasnya di tengah serbuan Fast Food, Food Court asing, dan menu-menu berbahan daging ayam, sapi dan sejensinya.
Tentu saja penulis icip-icip juga parru juku’ dan memang terasa nikmat, tidak ada pahit=pahitnya. Sayangnya, Bung Nawa Cassanova nggak doyan parru juku.
Sepertinya, pekan ini masih perlu jajal warung ini, siapa mau ikut?
Denun, Tamarunang, 8 April 2025