Ilmu yang tidak dituliskan akan hilang bersama waktu. Pena menjaga agar kebenaran tetap hidup dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
PELAKITA.ID – Di tengah sunyinya Gua Hira, dalam gelap malam yang hening, suara langit menggema untuk pertama kalinya, mengguncang semesta dan membuka lembaran baru dalam sejarah peradaban manusia.
Malaikat Jibril datang membawa wahyu pertama, bukan dengan perintah untuk berperang, bukan pula dengan seruan membangun kekuasaan, melainkan dengan satu kata yang menggetarkan:
“IQRA’” (Bacalah!)
Sebuah kata sederhana, namun memiliki makna yang dalam dan luas. Perintah pertama yang diberikan kepada Nabi Muhammad ﷺ bukanlah tentang kepemimpinan, ekonomi, atau hukum, tetapi tentang ilmu.
Allah memilih kata ini sebagai awal dari risalah-Nya, menandakan bahwa kebangkitan umat, kejayaan suatu bangsa, dan ketinggian martabat manusia semuanya berakar pada ilmu dan pemahaman.
Mengapa IQRA’ yang Pertama?
Firman Allah dalam Surah Al-‘Alaq berbunyi:
اِقْرَأْ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.”
(QS. Al-‘Alaq 96:1)
Allah tidak sekadar memerintahkan manusia untuk membaca, tetapi juga untuk memahami, merenungi, dan mengambil pelajaran dari segala sesuatu yang ada di alam ini. Membaca bukan sekadar aktivitas melihat tulisan, tetapi membaca kehidupan, membaca sejarah, membaca tanda-tanda kebesaran-Nya.
Turunnya wahyu ini di awal kenabian menunjukkan bahwa Islam adalah agama ilmu.
Sejarah mencatat bahwa peradaban Islam mencapai puncaknya ketika umat Islam menghidupkan semangat Iqra’—membaca, meneliti, dan mengembangkan ilmu. Dari Baghdad hingga Andalusia, dunia Islam menerangi peradaban dengan cahaya keilmuan.
Namun, membaca saja tidak cukup. Ilmu yang tidak dituliskan akan hilang bersama waktu. Maka, ada satu lagi perintah yang tak kalah penting: UKTUB! (Menulislah!)
‘UKTUB’ : Pena yang Mengabadikan Peradaban
Jika membaca adalah pintu gerbang ilmu, maka menulis adalah pilar yang menegakkannya. Allah telah bersumpah dalam firman-Nya:
نٓ ۚ وَا لْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَ
“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan,”
(QS. Al-Qalam 68:1)
Pena adalah saksi sejarah. Dengan pena, ilmu diabadikan. Dengan tulisan, peradaban tidak akan musnah ditelan zaman. Bayangkan jika para ulama terdahulu tidak menuliskan pemikiran mereka.
Bayangkan jika Al-Qur’an tidak ditulis, hanya dihafalkan secara lisan. Berapa banyak ilmu yang akan lenyap?
Menulis bukan sekadar aktivitas mencatat, tetapi merupakan jembatan antara generasi. Seorang ilmuwan mungkin telah wafat, tetapi ilmunya tetap hidup dalam tulisan-tulisannya.
Imam Al-Ghazali telah pergi, tetapi Ihya Ulumuddin masih dibaca. Ibnu Khaldun telah tiada, tetapi Muqaddimah tetap menjadi rujukan sejarah dan peradaban.
Bahkan, peradaban Barat bangkit karena membaca dan mengembangkan karya-karya ilmuwan Muslim yang terdokumentasi dalam tulisan.
Mengapa Kita Harus Menulis?
Menulis adalah Cara Mengabadikan Ilmu
Ilmu yang tidak dituliskan akan hilang bersama waktu. Pena menjaga agar kebenaran tetap hidup dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.Menulis adalah Bukti Peradaban
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencatat sejarah dan pemikirannya. Tanpa tulisan, peradaban akan punah tanpa jejak.Menulis adalah Ladang Amal Jariyah
Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amal yang tidak terputus meskipun seseorang telah meninggal. Seorang penulis meninggalkan warisan pemikiran yang terus memberi manfaat bagi umat manusia.Menulis Membantu Kita Berpikir Lebih Jernih
Dalam tulisan, gagasan menjadi lebih terstruktur, lebih tajam, dan lebih abadi. Menulis membantu seseorang memahami dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya.
Pelajaran dari IQRA’ dan UKTUB
Dua kata ini—baca dan tulis—adalah dua pilar utama yang membangun peradaban Islam. Seorang Muslim yang memahami makna Iqra’ tidak akan menjadi umat yang terbelakang.
Ia akan selalu mencari ilmu, selalu haus akan pemahaman, dan selalu membaca kehidupan dengan penuh hikmah.
Seorang Muslim yang memahami makna Uktub akan mengabadikan pemikirannya dalam tinta sejarah. Ia tidak hanya menjadi pembaca, tetapi juga pencipta warisan intelektual.
Maka, jangan hanya membaca, tetapi menulislah! Jangan hanya mengkonsumsi ilmu, tetapi sebarkanlah! Karena di setiap goresan pena, ada jejak yang akan terus dikenang, ada cahaya yang akan terus menerangi zaman.
Menulislah, karena tulisan adalah warisan terbaik bagi dunia!
Wallahu A’lamu Bissawaab.
-Moel’S@27032025-