PELAKITA.ID – Supremasi adalah kondisi di mana seseorang, kelompok, institusi, atau sistem memiliki kekuasaan, dominasi, atau otoritas tertinggi atas yang lain.
Istilah tersebut sering digunakan dalam berbagai konteks, seperti politik, hukum, media, dan budaya.
Dalam konteks hukum, supremasi hukum mengacu pada prinsip bahwa hukum harus menjadi otoritas tertinggi yang mengatur masyarakat, memastikan keadilan dan ketertiban.
Sementara itu, supremasi media menggambarkan dominasi media tertentu dalam mengontrol informasi dan membentuk opini publik, yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap isu-isu tertentu. Supremasi dalam pengertian positif, sebagaimana kita menjunjung supreamsi hukum.
Di sisi lain, supremasi rasial merupakan keyakinan bahwa satu ras lebih unggul dari yang lain, suatu konsep yang umumnya dianggap diskriminatif dan berbahaya karena dapat menimbulkan ketidakadilan dan konflik sosial.
Dengan demikian, supremasi dapat dipahami sebagai bentuk keunggulan atau kekuasaan yang dominan dalam suatu bidang atau aspek kehidupan, yang dapat berdampak positif maupun negatif tergantung pada bagaimana kekuasaan tersebut digunakan dan diatur.
Media dan Demokrasi
Hubungan antara supremasi media massa dan demokrasi bersifat kompleks dan memiliki banyak dimensi.
Media massa yang bebas dan independen sangat penting bagi demokrasi karena memungkinkan warga negara mendapatkan informasi yang akurat serta mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Media juga berperan sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi, mengawasi kekuasaan pemerintah dan memastikan para pemimpin bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Ketika media massa menjadi terlalu dominan atau dikendalikan oleh segelintir pihak yang berkuasa, hal ini dapat menyebabkan bias media, propaganda, dan misinformasi.
Jika hanya sedikit perusahaan atau pemerintah yang memonopoli media, mereka dapat membentuk opini publik dan memengaruhi pemilu, yang pada akhirnya merusak prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam demokrasi yang sehat, pluralisme media memastikan adanya keberagaman pandangan dan mencegah konsentrasi kekuasaan di tangan segelintir pihak.
Namun, supremasi media—di mana hanya beberapa media dominan yang menguasai informasi—dapat mengarah pada manipulasi narasi, yang membatasi ruang diskusi demokratis.
Munculnya media sosial telah menantang supremasi media tradisional dengan memberikan lebih banyak suara dalam diskusi demokratis.
Hanya saja, masalah seperti berita palsu (fake news), ruang gema (echo chambers), dan bias algoritma juga dapat mengaburkan proses demokrasi. Di sinilah perlunya media yang menegaskan pemihakan, fact check, dan akuntabilitas dalam penyajiannya. Portaal ataau website berita mesti menyiapkan ruang untuk semua bisa bicara.
Pelakita.ID, website yang diilhami oleh Panyingkul.Com nun lampau yang menyediakan kolom atau ruang Jurnalisme Warga dalam prposes untuk memantapkan ruang kolaboratif dalam kreasi pemberitaan berbasis warga.
Upaya itu mengutakan penulisan berita berbasis fakta, verifiable, tapi yang pasti menjadi alternatif untuk menyajikan peristiwa warga, baik sosial, lingkungan maupun politik.
Sejumlah informasi krusial seperti isu GEDSI atau Gender Equality, Disability and Social Inclusion menjadi konten dan cermatan.
Hal tersebut menjadi penting sebab di sejumlah negara, sudah ada ancaman pada kebebasan bersuara, hal yang tak kita inginkan jika suara publik dibungkam, suara warga adalah suara masa depan. Di negara otoriter atau semi-demokratis, pemerintah sering kali mengontrol atau memanfaatkan supremasi media untuk menekan oposisi.
Sebaliknya, di negara yang sepenuhnya demokratis seperti Indonesia yang kita cintai, media independen dapat berkembang, memungkinkan debat terbuka dan keberagaman opini.
Meskipun media massa sangat penting bagi demokrasi, supremasi media yang tidak terkontrol dapat menyebabkan manipulasi informasi, berkurangnya keberagaman media, dan pengaruh politik yang berlebihan.
Inilah tantangan bersama kita di tengah tumbuh kembangnya berjamuran media sosial hingga portal-portal berita yang bisa saja menjadi antitesa demokrasi karena keliru dalam praktik dan proses jurnalistiknya.
Masyarakat demokratis yang sehat membutuhkan media yang independen, pluralisme informasi, dan literasi media yang kritis agar kekuatan media tetap seimbang dan tidak disalahgunakan.
____
Muscat, 22/3/2025