PELAKITA.ID – Destructive Fishing Watch Indonesia (DFW-I) mengadakan diskusi publik berjudul “Tantangan dan Prospek Ekonomi Perikanan Tahun 2025”, Senin, 17/3/2025.
Diskusi tersebut turut menghadirkan Moh. Abdi Suhufan selaku Tenaga Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, Nailul Huda selaku Director of Digital Economy and Law Studies CELIOS, Machmud selaku Sekretaris Ditjen Penguatan daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Dr. Suhana selaku dosen Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta.
Diskusi tersebut ditujukan untuk merespons kondisi ekonomi perikanan yang dipandang masih belum optimal dibanding dengan potensi yang ada.
Moh. Abdi Suhufan melihat Pemerintah dalam lima tahun terakhir mencatat produksi sektor ekonomi perikanan mengalami kenaikan. Bahkan, KKP telah merencanakan percepatan pembangunan infrastruktur pelabuhan perikanan di Pengambengan dan revitalisasi tambak di wilayah Pantura.
“Pembangunan akan dimulai tahun ini dan diharapkan akan meningkatkan produksi perikanan dengan penyerapan tenaga kerja,” terang Abdi.
Dia pun mengutarakan bahwa pembangunan infrastruktur akan menjadi kunci dan stimulus pertumbuhan ekonomi perikanan di Indonesia.
Sekretaris Ditjen Penguatan Daya Saing Produk, KKP Machmud mengatakan bahwa sektor perikanan menjadi prioritas Pemerintah Republik Indonesia saat ini.
Ia mengungkapkan visi misi di dalam Astacita dengan tujuan melanjutkan hilirisasi industri berbasis Sumber Daya Alam merupakan poin penting dalam pengembangan ekonomi sektor perikanan. “Dalam permasalahan hilir sektor ekonomi perikanan perlu peningkatan kompetensi dan kapasitas usaha, mengingat sektor perikanan masih didominasi usaha mikro,” terang Machmud.
Menurut Machmud, sektor perikanan Indonesia memiliki potensi yang besar. Ia menuturkan pasar untuk komoditas udang Indonesia menduduki peringkat lima dunia, sementara rumput laut menduduki peringkat dua dunia.
Namun demikian, ia menyayangkan angka konsumsi produk perikanan domestik di Indonesia utamanya pulau Jawa cenderung masih kecil. “Terdapat keperluan untuk meningkatkan nilai tambah, hilirisasi, dan penjamin kualitas produk kelautan dan perikanan,” ucap Machmud.
Menanggapi Machmud, Nailul Huda mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia menjadi salah satu tantangan ekonomi perikanan di Indonesia. Pada 2025, Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) mengeluarkan laporan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan tahun 2024 hanya mencapai 0,68%.
Jika disandingkan dengan angka PDB sektor perikanan tahun 2023 yang mencapai 5,49%, angka tersebut terbilang anjlok. Data tersebut menunjukkan tingkat daya beli masyarakat terhadap produk perikanan mengalami penurunan.
Selain itu, BPS pada Februari 2025 juga menuturkan Indonesia tengah mengalami deflasi yang artinya penurunan daya beli masyarakat tidak hanya di sektor perikanan, tetapi juga di sektor lainnya secara umum.
“Dari tahun 2023, masyarakat sudah mengeluarkan uang dari tabungannya untuk konsumsi sehari-hari. Pertumbuhan gaji tidak berjalan beriringan dengan inflasi,” terang Huda.
Selain kondisi ekonomi, Suhana juga menyoroti aturan perundangan yang dinilai turut berkontribusi dalam kurang optimalnya ekonomi perikanan di Indonesia.
Ia menyoroti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 7 Tahun 2024 yang malah membolehkan budidaya lobster di luar wilayah Republik Indonesia. Hal tersebut merubah pola budidaya lobster yang semula berorientasi pada lobster konsumsi menjadi benih lobster.
“Kita kalah dengan Vietnam, padahal benih lobster Vietnam dipasok dari Indonesia,” terang Suhana.
Berdasar kondisi tersebut, Suhana menyebut perlunya perbaikan kebijakan yang mendukung ekonomi perikanan yang dimulai dari fokus terhadap daya beli masyarakat domestik terhadap produk perikanan. Ia menuturkan luaran ekspor hanya sebesar 13,80% dibanding konsumsi dalam negeri yang mencapai 54,53%.
“Ekspor naik, tetapi tidak terlalu menggenjot ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, pengeluaran masyarakat untuk produk perikanan turun. Oleh karenanya, perlu untuk menjaga daya beli masyarakat domestik terhadap produk perikanan,” tutup Suhana.
Tentang DFW Indonesia
Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia merupakan lembaga nasional berbentuk aliansi/konsorsium terbuka yang menghimpun institusi dan individu yang peduli terhadap praktek destructive fishing (DF) atau kegiatan Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan (PITRaL), kemiskinan, adaptasi perubahan iklim dan bencana alam di Indonesia
Narahubung: 0857-7626-7735 (Fai, Communication Officer DFW Indonesia)