Ketahanan Pangan dan Perubahan Iklim: Inspirasi dari Nuha

  • Whatsapp
Perubahan iklim atau pemanssan global dapat berdampak pada kelangsungan hidup ekosistem laut, karang mati, karena bleaching dapat berakibat pada potensi sumber daya perikanan kita (dok: Pelakita.ID)

PELAKITA.ID – Pekan ini Pelakita.ID mendapat kiriman video terkait sejumlah fasilitator di Lokasi Lingkar Tambang PT Vale, video dari Desa Nuha, yang berisi pesan perlunya mencari alternatif komoditi untuk mendukung kemandirian pangan.

Ide itu menarik, dengan dua alasan. Luwu Timur punya banyak lahan ‘idle’ dan perlu didayagunakan serta kedua, ada banyak pihak seperti perusahaan tambang yang ingin hidup berdampingan dengan warga di area tambang.

Mereka pasti akan supportif pada upaya pemandirian ketahanan pangan dan bersama menghadapi tantangan lain seperti perubahan iklim.

Mari kita simak satu-satu tentang apa itu ketahanan pangan dan bagiamana berjibaku dengan tantangan perubahan iklim yang banyak didengungkan oleh pemerhati lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.

Dengan menonton video itu, yang menggambarkan potensi singkong, penulis lalu mencari tahu ada dimensi ketahana pangan dan isu perubahan iklim, serta bagaimana menjalankan dan mengadvokasinya.

Jadi, ketahanan pangan dan perubahan iklim adalah dua konsep yang saling berkaitan tetapi memiliki fokus yang berbeda. Ketahanan Pangan.

Ia mengacu pada kemampuan suatu negara atau masyarakat untuk menyediakan akses terhadap makanan yang cukup, aman, dan bergizi bagi semua orang.

Memiliki empat pilar utama yaitu ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan stabilitas pangan.

Perubahan Iklim mengacu pada perubahan pola cuaca jangka panjang akibat faktor alami dan aktivitas manusia (seperti emisi gas rumah kaca). Dampaknya meliputi peningkatan suhu global, perubahan curah hujan, cuaca ekstrem, dan naiknya permukaan air laut.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketahanan Pangan adalah perubahan pola hujan dan kekeringan ekstrem mengganggu produksi pertanian.

Kenaikan suhu dapat mengurangi hasil panen dan meningkatkan serangan hama serta penyakit tanaman. Cuaca ekstrem seperti banjir dan badai merusak lahan pertanian serta infrastruktur pangan.

Ketidakstabilan iklim membuat distribusi pangan menjadi tidak merata.

Tantangan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan. Ketergantungan pada impor pangan di beberapa negara.

Ketidakseimbangan distribusi pangan antara wilayah yang kelebihan dan kekurangan pangan. Hilangnya keanekaragaman hayati dan sumber daya alam akibat eksploitasi berlebihan dan kurangnya kebijakan yang mendukung pertanian berkelanjutan.

Untuk sektor pertanian bisa dengan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan (agroekologi, pertanian presisi, dan diversifikasi tanaman).

Tantangan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan

Selain dampak dari perubahan iklim, ketahanan pangan juga menghadapi tantangan lainnya, seperti ketergantungan pada impor pangan di beberapa negara yang dapat mengancam stabilitas pangan dalam jangka panjang.

Kemudian ketidakseimbangan distribusi pangan antara wilayah yang mengalami surplus dan yang mengalami defisit.

Hilangnya keanekaragaman hayati dan sumber daya alam akibat eksploitasi berlebihan serta kurangnya kebijakan yang mendukung pertanian berkelanjutan sehingga petani kesulitan beradaptasi dengan perubahan iklim.

Solusi untuk Mengatasi Tantangan Ketahanan Pangan

Untuk menghadapi tantangan ini, berbagai solusi dapat diterapkan di berbagai sektor. Pada sektor pertanian bisa dengan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan seperti agroekologi, pertanian presisi, agromaritim, budidaya ikan ramah lingkungan, hingga diversifikasi tanaman.

Kemudian, mengembangkan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan iklim serta mendorong adanya komoditi yang dikembangkan dengan pendekatan ramah lingkungan, misalnya tidak menggunakan pestisida.

Bisa juga dengan menggunakan teknologi irigasi pintar untuk efisiensi penggunaan air.

Pada aspek kebijakan dan regulasi dengan mendorong kebijakan ketahanan pangan berbasis keberlanjutan serta mengurangi ketergantungan pada impor dengan meningkatkan produksi lokal. Serta memberikan insentif bagi petani dan nelayan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.

Pada tingkat masyarakat bisa dengan bersama membangun kesadaran dengan mengurangi pemborosan makanan dan meningkatkan kesadaran akan pola konsumsi berkelanjutan.

Misalnya mengajak mereka membicarakan bagaimana bercocok tanam singkong dengan benar, tanpa pestisida, tanpa pupuk yang  berlebihan atau menggunakan air dengan baik.

Bisa juga dengan mendorong pertanian berbasis komunitas dan urban farming sebagai solusi lokal untuk ketahanan pangan. Selain singkong, misalnya dengan menanam tanaman sela yang juga ekonomis dan faedah untuk kegemburan tanah.

Begitulah, ketahanan pangan dan perubahan iklim saling terkait dan tidak dapat dipisahkan sehingga harus ‘sekali mendaying dua tiga pulau terlampaui’.

Untuk memastikan ketersediaan pangan yang stabil di masa depan seperti singkong di Nuha itu maka diperlukan strategi yang mampu mengatasi dampak perubahan iklim serta mendorong sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Inilah yang perlu dikawal dengan baik dan partisipatif, semua bahu membahu.

Bisa dengan menyiapkan kebijakan pro rakyat, pro lingkungan dan syukur-syukur ada pengalokasi anggaran dari APBD atau APBN.

Dengan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak—pemerintah, petani, dan masyarakat—kita dapat menciptakan ketahanan pangan yang lebih kuat untuk generasi mendatang.