Pandangan KIARA tentang UU Cipta Kerja dan perencanaan ruang laut

  • Whatsapp

DPRD Makassar

PELAKITA.ID Organisasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai kebijakan salah kaprah.

Penilaian tersebut disampaikan Parid Ridwanuddin yang mewakili Susan Herawaty, Sekjen Kiara pada diskusi perencanaan ruang laut yang digelar oleh Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia, ISKINDO, 22 April 2021.

Read More

Parid menyebut salah kaprah jika dikaitkan dengan spirit keberlanjutan dan keadilan. “Kalau bicara keberlanjutan dan keadilan, ini tentu bertentangan dengan prinsip itu,” tegas Deputi Pengelolaan Pengetahuan Kiara itu.

Alasannya, lanjut Parid, karena corak investasi yang diusung dalam UU Cipta Kerja tersebut lebih mengutamakan ekstraksi dan eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan. “Ini diwujudkan dalam penciptaan kawasan strategis nasional baru yang justeru dinilai merusak kelestarian laut.”

Menurutnya ada beberapa kawasan strategis tersebut antara lain pembangunan proyek pariwisata berskala besar, pertambangan nikel, PLTU, kawasan ekonomi khusus hingga tambang panas bumi.

“Itu beberapa hal yang dalam bacaan kami itu didorong tata ruang lautnya ke arah situ,” imbuhnya.

Dia juga menyebut bahwa dalam PP 21/2021 ada satu pasal mengenai kawasan strategis nasional dengan ketentuan strategis untuk kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan atau teknologi tinggi serta kepentingan daya dukung fungsi lingkungan hidup.

Dia menyebut dua contoh kawasan yang menurutnya tumpangtindih dan berpotensi merusak tatatan yang ada seperti zona kawasan strategis tertentu untuk kepentingan militer di Kalimantan.

“Di Kepulauan Seribu ada rencana pembangunan hotel, mall,” tambahnya. Hal yang disebutnya dapat bertentangan dengan agenda pelestarian dan pengelolaan Kepulauan Seribu sebagai lokasi wisata dan pelestarian sumber daya laut. Apalagi kawasan ini merupakan taman nasional.

Hal lain yang disorot Parid adalah gagasan Lumbung Ikan Nasional. “LIN itu konsepnya seperti Food Estate di Kalteng dan itu kan sebetulnya terbukti gagal. Lumbung ekonomi skala besar yang tidak berbasis kearifan lokal,” ucapnya.

Beberapa lokasi yang disebutkan seperti Merauke, Maluku, yang diplot sebagai LIN.

Meski menawarkan konsep pengelolaan terpadu yang meliputi keadilan sosial. ekonomi dan lingkungan, Parid menyebut selama mengacu pada pertumbuhan ekonomi belaka, maka laut akan dianggap sebagai ruang eksploitasi baru.

Diskusi yang diikuti 85 peserta tersebut diikuti perwakilan organisasi pemerintah, praktisi kelautan dan perikanan, LSM, peneliti dan masyarakat luas. Nampak pula ketua ISKINDO, M. Zulficar Mochtar yang merupakan mantan Dirjen Perikanan Tangkap pada masa Menteri Susi Pudjiastuti.

Selain pembicara bersama Parid, hadir Prof Widi A. Pratikto, mantan Dirjen P3K Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2002, Ketua DPW ISKINDO Kalimantan Selatan, Baharuddin Sabur, serta perwakilan Sub-Direktorat Perencanaan Ruang Laut, yaitu Sofyan Hasan dan Didit. Keduanya ikut memberi paparan terkait substansi, proses dan mekanisme perencanaan kawasan strategis nasional yang bersisian ruang laut.

Related posts