FKM Unhas, Kampus Bebas Asap Rokok yang Konsisten Jalankan Kawasan Tanpa Rokok Selama 15 Tahun

  • Whatsapp
Dekan FKM Unhas, Prof Sukri Palutturi (dok: Istimewa)

PELAKITA.ID – Di tengah maraknya perbincangan publik mengenai kasus pelanggaran disiplin di sekolah dan penerapan aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas) tampil sebagai contoh nyata bagaimana kebijakan tanpa rokok dapat diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan.

Dalam 15 tahun terakhir, kampus ini telah menegakkan aturan bebas rokok dengan pendekatan edukatif, partisipatif, dan berbasis regulasi.

Dekan FKM Unhas, Prof. Sukri Palutturi, menegaskan bahwa kebijakan KTR di lingkungan fakultas bukan sekadar aturan administratif, tetapi bagian dari budaya akademik yang ingin dibangun bersama seluruh sivitas akademika.

“Penerapan KTR di kampus, FKM UNHAS bisa menjadi salah satu kampus di Unhas dan mungkin Indonesia yg secara konsisten dlm 15 tahun terakhir menerapkan. Kebijakan ini berlaku kepada siapa saja untuk tidak merokok dalam wilayah FKM,” jelas Prof. Sukri kepada Pelakita.ID, Kamis, 16 Oktober 2025.

Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Sejak awal diterapkan sekitar tahun 2009, kebijakan KTR di FKM Unhas telah melewati proses panjang mulai dari sosialisasi, pembentukan tim pengawasan internal, hingga penyusunan peraturan fakultas yang selaras dengan kebijakan nasional dan Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Dari Regulasi ke Budaya Kampus

Dikatakan Sukri, FKM Unhas menjadi salah satu fakultas pertama di Indonesia yang menerjemahkan konsep KTR menjadi praktik keseharian.

“Tidak hanya larangan merokok di dalam gedung perkuliahan, tetapi juga di seluruh area terbuka seperti taman, halaman, dan area parkir. Bahkan, semua kegiatan akademik, penelitian, maupun acara kemahasiswaan wajib diselenggarakan dengan prinsip “bebas asap rokok,” ujar Sukri.

Kebijakan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau.

Selain itu, FKM juga secara aktif mengintegrasikan isu pengendalian tembakau ke dalam kurikulum, penelitian, dan kegiatan pengabdian masyarakat.

Langkah, sebut Sukri, menegaskan bahwa penerapan KTR di FKM Unhas bukan sekadar kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga bentuk komitmen moral terhadap kesehatan masyarakat.

“Dalam beberapa tahun terakhir, FKM Unhas bahkan menjadi rujukan bagi lembaga pendidikan lain di Makassar dan Indonesia Timur untuk belajar bagaimana membangun lingkungan akademik yang sehat dan bebas rokok,” jelasnya.

Tantangan dan Konsistensi di Lapangan

Penerapan kebijakan KTR tentu tidak selalu mudah. Di awal penerapan, resistensi muncul dari sebagian dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa yang sudah terbiasa merokok.

“Namun, pendekatan yang digunakan FKM Unhas tidak bersifat represif. Fakultas memilih strategi “disiplin berbasis kesadaran”, yakni mengedepankan edukasi dan keteladanan dibanding hukuman,” sebut Prof Sukri.

Setiap pelanggaran ditangani melalui teguran dan dialog. Dalam beberapa kasus, mahasiswa yang melanggar justru dilibatkan dalam kampanye kesehatan tentang bahaya merokok. Pendekatan seperti ini terbukti efektif membangun kesadaran kolektif bahwa kampus sehat adalah tanggung jawab bersama.

Selain itu, FKM Unhas secara rutin melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi KTR. Petugas kebersihan, staf keamanan, dan pengurus organisasi mahasiswa dilibatkan untuk memastikan area kampus tetap bersih dari puntung rokok.

Hingga kini, suasana lingkungan FKM Unhas relatif bersih dan bebas dari bau asap rokok, menjadi contoh nyata penerapan kebijakan kesehatan lingkungan di perguruan tinggi.

Dampak Positif bagi Mahasiswa dan Lingkungan Akademik

Setelah lebih dari satu dekade penerapan KTR, sejumlah perubahan positif mulai tampak di lingkungan FKM Unhas. Mahasiswa baru secara otomatis menyesuaikan diri dengan kebijakan ini, bahkan ikut menjadi agen perubahan dengan menyebarluaskan nilai-nilai hidup sehat di masyarakat.

Sebagai lembaga akademik di bidang kesehatan masyarakat, komitmen FKM Unhas terhadap KTR juga menjadi pembelajaran langsung bagi mahasiswa tentang pentingnya kebijakan kesehatan berbasis bukti (evidence-based policy).

Mereka tidak hanya mempelajari teori pengendalian tembakau, tetapi juga melihat bagaimana kebijakan itu diimplementasikan secara nyata di lingkungannya sendiri.

Kebijakan KTR juga berkontribusi terhadap peningkatan kualitas udara, kebersihan kampus, dan citra positif institusi. Banyak tamu, dosen tamu, dan mitra kerja yang mengapresiasi atmosfer sehat di lingkungan FKM Unhas, yang dinilai mendukung produktivitas dan kesejahteraan psikologis.

Keberhasilan FKM Unhas dalam mempertahankan kawasan tanpa rokok selama 15 tahun menunjukkan bahwa perubahan perilaku kolektif dapat terwujud jika dibangun atas dasar komitmen, konsistensi, dan keteladanan. Pengalaman ini relevan tidak hanya bagi dunia pendidikan, tetapi juga bagi pemerintah daerah yang ingin menerapkan Perda KTR secara efektif.

Prof. Sukri berharap, praktik baik FKM Unhas ini dapat menjadi inspirasi bagi kampus lain untuk menegakkan disiplin tanpa kekerasan, mengedepankan edukasi, dan menanamkan kesadaran akan pentingnya hidup sehat.

“Kebijakan ini berlaku untuk semua, bukan hanya mahasiswa. Dan hasilnya, kita bisa rasakan bersama: lingkungan akademik yang lebih bersih, sehat, dan produktif,” ujarnya.

Konsistensi FKM Unhas dalam menerapkan KTR adalah bukti nyata bahwa kebijakan publik yang baik akan berkelanjutan bila ditopang oleh kepemimpinan visioner dan budaya partisipatif.

“Dalam konteks lebih luas, FKM Unhas menunjukkan bahwa upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan tidak harus dimulai dari luar — bisa dimulai dari dalam kampus sendiri, dari ruang belajar, dan dari perilaku setiap individu yang memilih untuk hidup tanpa asap rokok,” pungkas Sukri Palutturi.

Redaksi