Pembesaran Nila Sistem Bioflok di Marumpa, Iwan Patawari: Opsi Investasi Skala Rumah Tangga

  • Whatsapp
Ikan nila, jika dirawat selama 4 hingga 6 bulan bisa menghasilkan income minimal Rp. 7 Juta per siklus (dok: Pelakita.ID)

Kapan modal kembali? Dengan keuntungan per siklus sekitar Rp 16,5 juta, maka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi awal sebesar Rp 54,6 juta adalah: Payback Period = Rp 54.698.000 / Rp 16.576.867 = 3,29 siklus

PELAKITA.ID – Budidaya ikan nila dengan sistem bioflok kini makin dilirik sebagai salah satu solusi cerdas di sektor perikanan.

Hal tersebut mencuat dalam pembahasan Road Map Forum Entrepreneurship Alumni Unhas yang digelar di Desa Marumpa, Maros, Sabtu, 5 Juli 2025.

Andi Muhammad Irwan Patawari, koordinator FEA Unhas menilai usaha budidaya atau pembesaran ikan nila dengan sistem bioflok ini amat menjanjikan sebagai sumber pendapatan ekonomi rumah tangga.

FEA Unhas adalah himpunan alumni Unhas yang sedang mengembangkan peta jalan investasi berbasis alumni setelah mereka menggelar FGD di GPA Unhas, Sabtu, 2 Juli 2025.

“Usaha ini salah satu yang akan kita rekomendasikan bersama sejumlaah kegiatan lainnya kepada para mitra,” ujar Andi Iwan saat ditemui Pelakita.ID

Sementara itu, Rohandy Rahim, alumni FKM Unhas yang bersama keluarganya mengelola bioflok diameter 4 meter ini menilai sistem ini tidak hanya efisien dalam penggunaan lahan dan air, tetapi juga ramah lingkungan dan berpotensi memberikan keuntungan tinggi.

Namun, kata dia, sebelum terjun langsung, penting untuk mengetahui seperti apa profil usaha ini secara finansial: apakah layak, menguntungkan, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk balik modal?

Pembaca sekalian, itulah alasan mengapa analisis usaha ini menjadi langkah penting dalam setiap rencana budidaya. Analisis ini bukan sekadar menghitung biaya dan hasil, tetapi juga menjadi panduan dalam pengambilan keputusan jangka panjang.

Memulai dengan Investasi

Berdasarkan penelusuran sejumlah sumber terkait analisa usaha pembesaran nila sistem bioflok ini maka ada beberapa langkah yang patut diperhatikan.

Langkah pertama adalah menghitung total biaya investasi awal. Biaya ini mencakup seluruh pengeluaran untuk peralatan dan sarana budidaya yang tidak habis dalam satu siklus—seperti kolam terpal, blower, pompa, genset, sumur galian, hingga tabung oksigen.

Dalam satu studi kasus budidaya skala kecil menengah, total biaya investasi awal mencapai Rp 54.698.000.

Meski tergolong besar, angka ini adalah fondasi dari sebuah sistem bioflok yang berfungsi optimal. Peralatan ini umumnya bisa digunakan selama bertahun-tahun, sehingga perannya dalam kelangsungan usaha sangat penting.

Menghitung Penyusutan

Setiap alat tentu memiliki usia pakai. Maka dari itu, perlu dihitung biaya penyusutan yang mencerminkan penurunan nilai barang dari waktu ke waktu.

Misalnya, kolam terpal diasumsikan bertahan 10 tahun, blower dan genset sekitar 10 tahun, sementara alat kecil seperti serok, ember, dan selang memiliki umur pakai lebih singkat.

Dari seluruh aset yang dimiliki, nilai penyusutan per siklus budidaya mencapai sekitar Rp 1.464.958.

Operasional: Tetap dan Variabel

Selama proses budidaya berlangsung, terdapat dua jenis biaya operasional yang harus dikelola dengan baik: biaya tetap dan biaya variabel.

Biaya tetap meliputi gaji karyawan, sewa lahan, biaya listrik, serta alokasi untuk penyusutan. Untuk satu siklus budidaya, total biaya tetap tercatat sekitar Rp 5.781.166.

Sementara itu, biaya variabel mencakup hal-hal yang langsung berkaitan dengan jumlah produksi, seperti pembelian benih, pakan, probiotik, gula, garam, molase, dan bahan pendukung lainnya. Total biaya variabel yang diperlukan dalam satu siklus bisa mencapai Rp 17.371.000.

Jika menggunakan pembiayaan berbunga, biaya bunga modal juga perlu diperhitungkan. Dengan asumsi bunga pinjaman 10% per tahun, biaya bunga per siklus bisa menyentuh angka Rp 770.967.

Total Pengeluaran: Input Produksi

Jika seluruh biaya operasional dijumlahkan (tetap, variabel, dan bunga), maka total input selama satu siklus budidaya mencapai Rp 23.923.133. Angka ini menjadi acuan utama untuk menentukan apakah hasil panen dapat menutup seluruh biaya yang dikeluarkan.

Hasil Panen dan Pendapatan

Dari 6.000 ekor benih ikan nila yang ditebar dalam 6 kolam (plus 1 tandon), dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) sebesar 90%, maka panen yang dihasilkan sekitar 5.400 ekor. Jika 4 ekor setara 1 kg, maka total panen mencapai 1.350 kg.

Dengan harga jual rata-rata Rp 30.000 per kg, total pendapatan dari satu siklus mencapai Rp 40.500.000.

Keuntungan Bersih

Selisih antara pendapatan dan biaya produksi menunjukkan nilai keuntungan bersih:

Rp 40.500.000 (pendapatan) – Rp 23.923.133 (input biaya) = Rp 16.576.867

Keuntungan ini cukup signifikan, terutama bila dilihat dari nilai investasi awal.

Rasio Manfaat dan Balik Modal

Indikator kelayakan lain yang penting adalah Benefit Cost Ratio (B/C Ratio). Nilai ini menunjukkan efisiensi usaha dari sudut pandang finansial. Hasil perhitungan menunjukkan B/C Ratio sebesar 1,69. Artinya, setiap Rp 1 yang diinvestasikan menghasilkan Rp 1,69. Nilai di atas 1 menandakan usaha ini layak dan menguntungkan.

Lalu, kapan modal kembali? Dengan keuntungan per siklus sekitar Rp 16,5 juta, maka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi awal sebesar Rp 54,6 juta adalah:

Payback Period = Rp 54.698.000 / Rp 16.576.867 = 3,29 siklus

Jadi, dalam waktu sekitar 3,3 siklus budidaya, modal awal sudah kembali sepenuhnya.

Usaha Bioflok, Jalan Menuju Ketahanan Ekonomi

Analisis ini membuktikan bahwa budidaya ikan nila sistem bioflok merupakan usaha yang layak, menguntungkan, dan efisien secara biaya.

Dengan perencanaan yang matang, pengelolaan yang tepat, dan pemahaman atas aspek-aspek finansialnya, pelaku usaha tidak hanya bisa menutupi biaya produksi, tetapi juga memperoleh keuntungan dan mengembalikan modal dalam waktu relatif singkat.

Sistem bioflok bukan sekadar teknologi, tetapi peluang nyata membangun ekonomi lokal berbasis sumber daya air dan pangan. Bagi Anda yang tertarik terjun ke dunia budidaya, bioflok bisa menjadi langkah strategis ke masa depan yang lebih sejahtera.

Dari berbagi sumber