Belajar dari Katak Kecil | Kisah Ajaib Tentang Semangat, Fokus, dan Ketulusan

  • Whatsapp
Ilustrasi Pelakita.ID

Tak perlu terlalu sering melihat kiri-kanan yang membuatmu takjub dan takut. Fokuslah. Karena jalan ke puncak selalu sepi.

PELAKITA.ID – Di suatu pagi nan cerah, ratusan katak berkumpul di kaki tembok tinggi. Mereka datang dari segala penjuru rawa, sungai, dan hutan, dengan semangat membara di dada mungil mereka.

Hari itu diumumkan akan ada lomba: memanjat tembok setinggi langit.

Sebuah tantangan mustahil, kata sebagian. Tapi ratusan katak tetap hadir, melompat-lompat dengan harapan.

Penonton memadati sekitar tembok. Ribuan makhluk bersuara hadir: katak tua, anak katak, bahkan binatang lain ikut menyaksikan. Lomba pun dimulai. Dengan aba-aba sederhana, ratusan katak mulai memanjat.

Mereka berpegangan pada lekukan kecil, menyusuri celah, dan mendaki dengan tenaga sisa.

Namun, tak lama kemudian, terdengarlah suara dari kerumunan:

“Hei, itu terlalu tinggi!”
“Mustahil bisa sampai ke atas!”
“Jatuh saja sudah bagus kalau masih bisa hidup!”

Satu per satu katak mulai goyah.

Kaki mereka melemas, semangat mereka roboh.

Yang tadinya penuh antusias, kini merosot perlahan. Sebagian terpeleset, terhempas jatuh. Sebagian lagi menyerah di tengah jalan, menatap ke atas dengan putus asa.

Teriakan penonton semakin riuh:

“Turun saja!” “Jangan mimpi terlalu tinggi!”

“Tak ada yang bisa menaklukkan tembok ini!”

Tapi di tengah semua itu, satu katak kecil tetap memanjat.

Langkahnya pelan tapi pasti. Ia tidak menoleh ke kanan atau kiri. Tidak terganggu oleh sorakan.

Tidak goyah oleh cemoohan.

Ia hanya terus… memanjat. Dan memanjat. Sampai akhirnya—ajaib—ia tiba di puncak tembok, berdiri sendiri di atas sana, menatap dunia dari ketinggian yang tak pernah dibayangkan oleh teman-temannya.

Penonton terdiam. Mulut mereka menganga. Bagaimana bisa?

Seseorang pun bertanya pada katak itu:

“Apa rahasiamu? Mengapa kau tidak terpengaruh? Bagaimana kau tetap fokus saat yang lain jatuh?”

Katak itu hanya tersenyum—dan tidak menjawab. Hingga kemudian seseorang menyadari: katak itu… tuli.

Ia tidak mendengar cemoohan.

Tidak mendengar teriakan gagal. Tidak mendengar suara-suara yang melemahkan.

Ia hanya mendengar suara hatinya sendiri. Ia hanya mendengar tujuan.

Pelajaran dari Seekor Katak Tuli

Kisah ini mungkin terdengar sederhana. Namun, di baliknya tersembunyi pelajaran yang sangat dalam.

Bukankah sering kali dalam hidup kita seperti katak-katak itu? Kita memulai dengan semangat, dengan doa dan harapan. Namun, di tengah jalan, suara-suara mulai datang:

“Itu terlalu sulit.”
“Kamu tidak mampu.”
“Sudahlah, menyerah saja.”

Terkadang, suara-suara itu datang dari luar. Tapi lebih sering, suara-suara itu berasal dari dalam diri sendiri. Kita mulai meragukan langkah kita.

Kita mulai merasa kecil di tengah dunia yang besar. Kita mulai memeluk kegagalan bahkan sebelum mencobanya sepenuh hati.

Padahal, seperti katak tuli itu, sering kali yang kita butuhkan hanyalah… diam. Bukan diam pasrah, tapi diam yang fokus. Diam yang mematikan kebisingan luar, agar suara hati dan cahaya Ilahi lebih terdengar jelas.

Diam dalam Doa, Bergerak dalam Taqwa

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan apabila kamu telah bertekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal.”
(QS. Ali ‘Imran: 159)

Lihatlah bagaimana Al-Qur’an menempatkan tekad dan tawakal berdampingan. Ketika engkau telah menetapkan tujuan, jangan goyah.

Genggam tujuan itu erat, lalu berserah dirilah kepada Allah. Tak perlu terlalu banyak mendengar bisikan yang membuatmu ragu.

Tak perlu terlalu sering melihat kiri-kanan yang membuatmu takjub dan takut. Fokuslah. Karena jalan ke puncak selalu sepi.

Dalam hidup ini, tak sedikit orang yang gagal bukan karena kurang cerdas atau kurang kuat, tapi karena terlalu banyak mendengar suara yang menjatuhkan.

Jadilah seperti katak tuli. Bukan karena engkau keras kepala, tapi karena engkau memilih untuk mendengarkan hanya suara yang penting: suara imanmu, suara cita-citamu, suara doamu, dan suara panggilan Tuhanmu.

Jangan Biarkan Dunia Menenggelamkan Tekadmu

Kadang dunia terlalu ramai dengan komentar. Terlalu bising dengan saran yang tidak diminta. Terlalu mudah mencela langkah orang lain yang memilih jalur sunyi.

Tapi ingatlah, kebisingan itu tidak akan menghalangimu… jika kau memilih untuk tidak mendengarnya.

Maka dalam hidup ini, ketika kau mulai merasa goyah karena ocehan orang, karena teriakan penonton, karena komentar netizen, karena sindiran kerabat—tutup telingamu. Bukan karena kau membenci mereka, tapi karena kau ingin mencintai tujuanmu.

Seperti Nabi Nuh yang tetap membangun bahtera meski diejek puluhan tahun. Seperti Ibrahim yang tetap teguh dalam iman meski dilempar ke api.

Seperti Musa yang tetap berjalan ke laut meski dikejar Firaun. Seperti Rasulullah yang tetap menyampaikan kebenaran meski dicaci dan diboikot.

Mereka semua tuli… terhadap hinaan dunia. Tapi mereka peka… terhadap panggilan Allah.

Penutup: Bangkit dan Panjatlah Tembokmu

Mungkin tembokmu hari ini adalah cita-cita yang terasa jauh. Atau keluarga yang tak mendukung. Atau masa lalu yang masih membelenggu. Atau kegagalan yang membekas.

Tapi yakinlah: tembok setinggi apa pun bisa kau panjat, jika kau tetap fokus… dan tuli terhadap hal-hal yang tidak penting.

Teruslah mendaki. Teruslah memanjat. Tak peduli apa kata mereka. Jadilah seperti katak kecil itu: penuh semangat, penuh iman, dan hanya mendengar panggilan tujuan.

Karena dalam dunia yang penuh kebisingan, kadang yang kita butuhkan bukan telinga yang tajam… tapi hati yang teguh.

Wallahu A’lamu Bissawaab
–Moel’S@18052025

Belajar dari Katak Kecil: Kisah Ajaib Tentang Semangat, Fokus, dan Ketulusan ditulis oleh Muliadi Saleh. Penulis, Pemikir, Penggerak Literasi dan Kebudayaan. “Menulis untuk Menginspirasi, Mencerahkan, dan Menggerakkan Peradaban”