Dan Brown dan Pelajaran untuk Dunia Media Kita

  • Whatsapp
Ilustrai Pelakita.ID

Dan Brown dan Pelajaran untuk Dunia Media Kita ini diinspirasi postingan Judy Raharjo di laman FB-nya.

PELAKITA.ID – Dalam dunia fiksi populer, Dan Brown adalah sosok yang tak asing lagi. Ia dikenal luas sebagai penulis novel-novel thriller berbasis teori konspirasi, sejarah, dan simbolisme.

Karya terkenalnya The Da Vinci Code telah mengguncang dunia dengan perpaduan ketegangan, kontroversi, dan referensi sejarah yang membuat pembaca bertanya-tanya: mana yang fakta, mana yang fiksi?

Namun, di balik ketenarannya, Dan Brown mengajarkan satu hal yang penting dan relevan dalam era informasi hari ini—yakni bagaimana cerita disampaikan, siapa yang menyampaikannya, dan apa dampaknya pada publik.

Dalam The Da Vinci Code, Dan Brown tidak hanya menyuguhkan teka-teki dan misteri, tetapi juga secara tidak langsung menyampaikan kritik terhadap otoritas, institusi besar, dan bahkan media.

Salah satu pesan yang bisa kita tangkap: media tidak selalu netral. Media bisa dimanfaatkan untuk menyembunyikan kebenaran, membentuk opini, atau bahkan menciptakan “realitas baru” yang menguntungkan segelintir pihak.

Postingan Mas Judy Raharjo di FB

Saya baru tahu frasa: media adalah tangan kanan anarki, itu dari Dan Brown dalam novelnya Angels & Demons. Novel ini di kemudian hari menjadi adaptasi dari sebuah film yang dirilis 15 Mei 2009. Dengan judul yang sama. Film yang dibuka dengan adegan pemusnahan ring of the fisherman, juga dikenal sebagai cincin piskatori, segera setelah kematian Paus. Periode sede vacante, istilah yang merujuk pada singgasana yang kosong. Tapi, apakah Dan Brown mendekatkan dengan anarkisme sebagai sebuah filsafat politik, yang pada dasarnya tentang pertimbangan dan tanggung jawab kolektif. Ataukah sebaliknya, Dan Brown memahami anarki sebagai kekacauan, kerusuhan, tanpa hukum, sebagaimana dibayangkan banyak orang.

Media Bukan Sekadar Saluran

Di dunia nyata, media seharusnya menjadi alat penyampai informasi yang jujur, akurat, dan berpihak pada publik. Tapi kita tahu bahwa dalam praktiknya, tidak sesederhana itu.

Di banyak tempat, termasuk di negara kita, media kadang tergelincir—atau sengaja digelincirkan—ke dalam posisi sebagai “pengeras suara” kekuasaan, alat propaganda, atau sekadar mesin klik untuk sensasi.

Padahal, tugas media jauh lebih mulia: menjadi penjaga nurani publik, pembuka tabir kebenaran, dan pengawas kekuasaan.

Seorang jurnalis sejati adalah seperti simbolog dalam novel-novel Dan Brown—berani menggali, membaca tanda-tanda, dan mengungkap apa yang tersembunyi di balik narasi besar yang dibangun.

Dan Brown dan Simbolisme Dunia Nyata

Mari kita renungkan, mengapa buku-buku Dan Brown begitu memikat? Karena ia berhasil menggugah rasa ingin tahu publik terhadap struktur kekuasaan, sejarah kelam, dan kebenaran yang tersembunyi.

Ia menyajikan “what if”—bagaimana jika yang kita percayai selama ini sebenarnya adalah konstruksi?

Dalam dunia media, pertanyaan seperti itu harus tetap hidup. Media yang sehat adalah media yang tidak puas dengan jawaban permukaan.

Ia selalu bertanya: siapa yang diuntungkan dari informasi ini?

Apa yang tidak dikatakan? Siapa yang disenyapkan?

Media harus punya keberanian seperti tokoh utama dalam novel-novel

Dan Brown—berlari, mengejar, mengurai teka-teki, dan menolak untuk tinggal diam saat ada yang mencoba menutupi kebenaran.

Saatnya Media Menjadi Penulis Cerita yang Baru

Kita hidup di masa ketika berita bisa viral dalam hitungan detik, tapi fakta sering tertinggal. Di sinilah peran penting media sebagai kurator kebenaran.

Jangan biarkan media hanya menjadi pembuat sensasi atau pengulang narasi dari pemilik modal dan kekuasaan.

Dan Brown, lewat fiksinya, mengajarkan kita bahwa cerita punya kuasa besar. Ia bisa membangun peradaban, tapi juga bisa menyesatkan.

Maka media, yang bekerja dengan cerita setiap hari, harus sadar akan tanggung jawab besarnya.

Kini saatnya media menjadi penulis cerita yang baru—cerita yang tidak hanya menarik, tapi juga mencerahkan; tidak hanya viral, tapi juga bermakna.

Denun, Muscat, 9 Mei 2025