Menjelajahi Rasa di Kota Semarang: Soto, Bakmi Jawa, hingga Tongseng Menjelang Pulang, ditulis oleh Herwin Niniala, traveler dan pemerhati kuliner Nusantara.
PELAKITA.ID – Perjalanan saya dari Makassar ke Semarang siang itu berjalan lancar pesawat landing dengan mulus. Cuaca hangat menyambut di Bandara Jenderal Ahmad Yani.
Begitu mendarat, saya langsung menuju Soto Pa Wito, tak jauh dari bandara, atas rekomendasi Pak Mirza yang menjemput saya.
Warung sederhana itu menyajikan lebih dari sekadar soto ayam kuah panas. Saya menikmati jajanan khas Semarang seperti sate keong, kerang, paru goreng, ampal, tempe, tahu, martabak, hingga lumpia.

Tempatnya bersih, dengan harga bersahabat ala kaki lima.Pengalaman kuliner yang memanjakan tanpa membuat kantong menjerit.
Malam harinya, menyusuri kota Semarang, tak sengaja saya menemukan warung Bak Mie Jawa berdiri sederhana di teras rumah kuno, beratapkan tenda bongkar-pasang.
Gerobak kayu dan parkiran penuh motor serta mobil jadi pertanda, ini tempat makan yang enak dan pas bagi dompet warga dan memang betul, racikan bumbu alami, plus telur bebek, mie kuah godok yang saya pesan pas banget malah nambah seporsi lagi.

Tak terasa, dua hari pun berlalu di kota yang juga dikenal sebagai “kota jamu” ini.
Sebelum kembali ke Makassar, saya sempatkan mencicipi sate kambing dan tongseng, lagi-lagi hasil bisikan kuliner dari Pak Mirza.
Daging empuk dan kuah tongseng yang kaya rempah jadi penutup sempurna dari perjalanan rasa di Semarang.
Semarang tak hanya menyapa lewat bangunan tuanya, tapi juga lewat kehangatan rasa dari warung-warung sederhana yang jujur dalam cita rasa.