Bisa jadi tidak memimpin lagi secara langsung, tapi mereka bisa menciptakan ruang baru untuk kebijakan, gerakan masyarakat transformatif, atau bahkan memperkuat ekosistem kepemimpinan Wali Kota baru yang lebih partisipatif dan terbuka.
PELAKITA.ID – Sebuah foto bisa berbicara lebih banyak dari ribuan kata. Apalagi jika dalam satu frame tersebut hadir empat sosok yang pernah memimpin kota Makassar di masa berbeda.
Ammang A.R jurnalis di Makassar membagikan satu foto yang di dalamnya ada Wali Kota Makassar saat ini Munafri Arifuddin, Wali Kota Ilham Arief Sirajuddin atau IAS pada masanya, Moch Ramdhan ‘Danny’ Pomanto serta Herry Iskandar atau akrab disapa Puang Herry.
Dua nama pun terakhir pernah menjadi nomor satu di Kota Makassar.
Hemat penulis, dalam perspektif sosial dan politik, ini bukan sekadar potret kebersamaan. Ia adalah simbol kuat tentang kontinuitas, transisi, dan harapan.
Nah, jika kita membacanya lebih dalam, melalui lensa Theory of Change ala Prof. Otto Scharmer—khususnya pendekatan Presencing dalam Theory U—maka pertemuan ini menyimpan makna transformatif yang begitu dalam.

Otto Scharmer – penjelasan lanjutan ada di bagian akhir tulisan ini – menggambarkan perubahan sosial sebagai sebuah perjalanan menurun menuju kedalaman kesadaran, sebelum naik kembali membawa wujud baru dari dunia yang ingin kita ciptakan.
Dari tahap mendengar, merasakan, hingga mencipta bersama, proses ini adalah tentang menghadirkan masa depan ke masa kini.
Dalam konteks foto ini, kehadiran empat wali kota dapat dimaknai sebagai perjalanan kolektif menuju pemaknaan baru atas kepemimpinan dan masa depan kota.
Pertemuan mereka bisa dimulai dari kesadaran bersama untuk mendengar dan saling menghargai.
Masing-masing datang dari latar dan masa yang berbeda, namun dengan satu benang merah: cinta terhadap Makassar.
Dalam kerangka co-initiating, momen ini mencerminkan kesediaan untuk menyelaraskan niat, membuka ruang saling belajar antar generasi, dan mengakui peran satu sama lain dalam perjalanan kota ini.
Lalu, ada proses co-sensing—dimana para pemimpin ini, dalam satu frame, seolah sedang membaca ulang realitas kota secara bersama.
Mereka pernah berada di tempat yang sama: memimpin dengan segala tantangan dan peluang. Foto itu menjadi cermin kolektif, bahwa meski berbeda masa, mereka pernah memikul beban dan tanggung jawab yang serupa.
Dari titik itu, keheningan dan refleksi pun hadir. Di sinilah letak presencing—saat seseorang atau sekelompok pemimpin terhubung dengan intuisi dan nilai terdalam.
Sebuah jeda yang bukan untuk berhenti, melainkan untuk menyentuh kembali sumber motivasi mereka: tentang mengapa dulu memimpin, dan untuk siapa semua itu diperjuangkan.

Dalam momen ini, mungkin mereka membayangkan masa depan kota yang belum pernah ada, namun bisa diciptakan bersama meski forum bertemunya pada satu peristiwa adat bernama Mappetuada khas Bugis-Makassar.
Terpujilah sesiapa yang mengundang dan berinisiatif menciptakan foto itu.
“Jika pertemuan ini melahirkan tindakan nyata, maka itu adalah langkah menuju co-creating,” ujar Prof Otto. Sebuah kolaborasi lintas waktu, kata Otto, yang melampaui simbol dan menuju kerja konkret.
“Bisa jadi tidak akan memimpin lagi secara langsung, tapi mereka bisa menciptakan ruang baru untuk kebijakan, gerakan masyarakat, atau bahkan memperkuat ekosistem kepemimpinan yang lebih partisipatif dan terbuka,” tambah Otto.
Dan akhirnya, dari sana muncullah potensi co-evolving. Sebuah transformasi sistem, dimana kepemimpinan tidak lagi dipahami sebagai milik individu, tapi sebagai proses kolektif yang berakar pada kesadaran dan tanggung jawab bersama.
Kota pun tak lagi hanya dibangun oleh satu tangan, tapi oleh percakapan lintas generasi, lintas pengalaman, dan lintas visi.
Empat wali kota dalam satu frame adalah refleksi dari presencing kolektif. Momen yang menyatukan masa lalu, sekarang, dan masa depan dalam satu kesadaran utuh—untuk membuka jalan menuju kota yang lebih bijak, kolaboratif, dan siap berubah ke arah yang lebih baik.
Penjelasan lengkap tentang apa itu Theory U
U Theory atau lebih lengkapnya disebut Theory U adalah sebuah pendekatan perubahan dan kepemimpinan transformatif yang dikembangkan oleh Prof. Otto Scharmer dari MIT (Massachusetts Institute of Technology). Teori ini mengajak kita untuk mengubah cara melihat dunia agar bisa mengubah cara kita bertindak di dalamnya—dari pendekatan reaktif ke pendekatan yang lebih sadar dan kreatif.
Gambaran Umum Theory U
Theory U menggambarkan proses transformasi seperti bentuk huruf “U”, di mana kita turun ke dasar kesadaran diri dan sistem, lalu naik kembali dengan tindakan yang lahir dari kesadaran baru.
Bagian kiri dari U: Letting Go (Melepaskan)
Proses dimulai dengan mendengar secara mendalam, baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun sistem. Di sinilah kita mencoba memahami kenyataan tanpa menghakimi dan tanpa prasangka. Kita mulai melepaskan asumsi lama dan cara pikir yang sudah tidak relevan.
Dasar U: Presencing
Ini adalah titik terdalam. Gabungan antara “presence” (hadir) dan “sensing” (merasakan). Di titik ini, kita terhubung dengan sumber terdalam dari inspirasi, nilai, dan potensi masa depan.
Bukan hanya berpikir atau merasakan, tapi mengalami keheningan dan kesadaran penuh tentang arah yang benar untuk diambil.
Otto menyebutnya sebagai “leading from the emerging future” — memimpin dari masa depan yang ingin hadir melalui kita.
Bagian kanan dari U: Letting Come (Membiarkan yang Baru Hadir)
Setelah terhubung dengan kesadaran baru, kita mulai bereksperimen, mencipta, dan bertindak dengan cara baru. Bukan sekadar memperbaiki sistem lama, tapi membentuk sistem dan struktur baru berdasarkan intuisi dan pengetahuan terdalam tadi.
Lima Tahapan Theory U
Co-Initiating – membangun niat bersama, dengan keterbukaan dan kepercayaan.
Co-Sensing – merasakan sistem secara kolektif dari sudut pandang berbeda.
Presencing – menyentuh sumber kesadaran terdalam, tempat kreativitas sejati lahir.
Co-Creating – mencipta solusi atau prototipe bersama.
Co-Evolving – mengembangkan sistem dan solusi yang lahir dari transformasi tersebut.
Inti dari Theory U
Untuk menciptakan perubahan nyata di dunia luar, seseorang harus terlebih dahulu mengalami perubahan kesadaran di dalam dirinya sendiri.
Otto Scharmer percaya bahwa banyak masalah dunia saat ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan logika atau kebijakan teknokratis.
Diperlukan pemimpin dan masyarakat yang mampu berhenti, mendengar, hadir sepenuhnya, dan membiarkan masa depan berbicara melalui mereka.
Penulis Denun