Kolom Muliadi Saleh | Melawan atau Ikut Arus di Sungai Ramadan, Penentuan di Akhir Perjalanan

  • Whatsapp
Ir Muliadi Saleh, Dikretur Eksekutif SPASIAL, Trainer, Motivator (dokL Istimewa)

Ada godaan yang lebih halus namun kuat: ajakan dari lingkungan untuk berbuka dengan berlebihan, distraksi media sosial yang menghabiskan waktu, serta godaan untuk memilih tidur dibandingkan shalat malam.

PELAKITA.ID – Hidup ini seperti perjalanan di sungai panjang. Arusnya membawa kita ke satu dari dua tempat: mata air yang jernih atau muara yang keruh. Ada yang memilih untuk melawan arus, menantang derasnya gelombang demi mencapai kejernihan.

Ada pula yang membiarkan dirinya terbawa arus, memilih kemudahan, hingga akhirnya terdampar di muara yang kotor dan tak bernilai.

Ramadhan adalah miniatur perjalanan ini. Ia hadir sebagai bulan penuh keberkahan, tetapi juga penuh tantangan. Lapar dan haus bukan satu-satunya ujian.

Rasa kantuk menyerang di saat sahur, rasa malas mengintai menjelang shalat, lelah merayap setelah seharian bekerja, dan bosan menghampiri di sela-sela ibadah.

Lebih dari itu, ada godaan yang lebih halus namun kuat: ajakan dari lingkungan untuk berbuka dengan berlebihan, distraksi media sosial yang menghabiskan waktu, serta godaan untuk memilih tidur dibandingkan salat malam. Inilah arus deras yang harus dilawan.

Namun, mereka yang bertahan, yang mengerahkan tenaga dan tekad untuk melawan arus, akan menemukan mata air yang sejati. Mereka akan merasakan Ramadhan yang benar-benar hidup: hati yang lebih tenang, hubungan yang lebih erat dengan Allah, dan kebiasaan baik yang terbawa hingga selepas bulan suci.

Sebaliknya, mereka yang memilih hanyut dalam arus akan berakhir di tempat yang tak mereka duga. Ramadhan berlalu tanpa perubahan.

Tidak ada peningkatan iman, tidak ada kebiasaan baik yang tertanam, hanya rasa kenyang dan kantuk yang mendominasi hari-hari. Seperti buah yang dibiarkan busuk di ladang tanpa pernah dipanen, potensi besar yang ada dalam diri mereka pun lenyap begitu saja.

Melawan arus memang sulit. Tenaga harus dikerahkan, daya tahan diuji, dan kesabaran menjadi tumpuan. Namun, mereka yang gigih melawan akan menemukan mata air yang jernih, segar, dan bening.

Mata air ini adalah simbol kejernihan hati, kemurnian tujuan, dan kesuksesan sejati. Butuh keberanian untuk tidak menyerah, untuk terus bergerak meski arus mendorong mundur.

Tetapi di sana, di tempat yang tidak semua orang sanggup mencapainya, ada ketenangan, ada kepuasan, ada keberkahan yang tak ternilai.

Sebaliknya, mereka yang memilih untuk ikut arus mungkin merasa nyaman pada awalnya. Tidak perlu berusaha keras, cukup membiarkan diri hanyut dalam aliran yang membawa mereka entah ke mana. Namun, perjalanan ini berujung pada muara yang kotor, keruh, dan berbau.

Muara ini adalah simbol keterpurukan, kehilangan arah, dan penyesalan yang datang terlambat. Semua yang pernah tampak mudah ternyata berujung pada kebuntuan, dan mereka baru menyadari bahwa tidak ada kejernihan di tempat tujuan mereka.

Begitulah Ramadhan. Bulan ini adalah sungai kehidupan yang menguji setiap insan. Arusnya bukan hanya lapar dan dahaga, tetapi juga kantuk, lelah, bosan, serta godaan dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.

Ada yang berjuang melawan, menahan diri dari keluhan dan kemalasan, menjaga lisannya, menundukkan pandangannya, dan menyucikan hatinya.

Mereka yang bertahan dalam perjuangan ini akan mencapai Ramadhan yang indah, penuh makna, seperti kehidupan surgawi yang damai dan harmonis.

Namun, ada juga yang memilih hanyut dalam arus kemudahan. Mereka membiarkan diri dikalahkan oleh kantuk hingga meninggalkan shalat, oleh rasa lelah hingga lalai membaca Al-Qur’an, oleh rasa bosan hingga menghabiskan waktu dengan sia-sia.

Sedikit demi sedikit, tanpa sadar mereka sampai di ujung Ramadhan dengan tangan kosong, tak mendapatkan apa-apa selain haus dan lapar belaka.

Pada akhirnya, pilihan ada di tangan kita. Apakah kita ingin berjuang melawan arus demi mencapai kejernihan dan keberkahan, atau membiarkan diri hanyut menuju tempat yang penuh kekecewaan? Ramadhan adalah kesempatan emas untuk memilih jalur yang benar.

Kolaborasi antara kekuatan iman, lingkungan yang kondusif, dan konsistensi dalam beribadah akan membawa kita pada Ramadhan yang bermakna. Ramadhan yang bukan hanya dijalani, tetapi benar-benar dirasakan hingga ke lubuk jiwa.

Perjalanan ini berat, tetapi ingatlah: mereka yang bertahan akan tiba di mata air yang jernih, bening dan segar.

Sekarang, pertanyaannya sederhana: Ke mana kita akan berlabuh? Ke mata air yang jernih, bening dan srgar atau ke muara yang kotor, keruh dan bau? Keputusan ada di tangan kita.

Redaksi