Kolom Khusnul Yaqin | Serangan Amerika Serikat di Yaman dan Posisi Saudi

  • Whatsapp
An aircraft takes off to join the U.S.-led coalition to conduct air strikes against military targets in Yemen, aimed at the Iran-backed Houthi militia that has been targeting international shipping in the Red Sea, from an undisclosed location, in this handout picture released on January 12, 2024. US Central Command via X/Handout via REUTERS THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. MANDATORY CREDIT

PELAKITA.ID – Beberapa tahun lalu, Arab Saudi memimpin koalisi militer untuk menyerang Yaman dengan tujuan menumpas kelompok Ansharullah yang didukung Iran.

Alih-alih mencapai kemenangan cepat, konflik tersebut berubah menjadi perang berkepanjangan yang menguras sumber daya dan merusak citra Saudi di mata internasional.

Kelompok Ansharullah, yang awalnya dipandang sebelah mata, berhasil menunjukkan perlawanan gigih dan bahkan mampu mengembangkan kemampuan militernya secara signifikan.

Kini, Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, memutuskan untuk terlibat langsung dalam konflik Yaman dengan melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap posisi Ansharullah.

Pada 15 Maret 2025, serangan udara AS menewaskan sedikitnya 53 orang dan melukai 98 lainnya, termasuk wanita dan anak-anak. Amerika sebagaimana israhell lagi-lagi hanya bisa membunuh warga sipil.

Alasan yang dikemukakan Washington adalah untuk melindungi kepentingan maritimnya dan memastikan kebebasan navigasi di Laut Merah, yang terganggu oleh serangan-serangan Ansharullah terhadap kapal-kapal dagang. Namun, langkah AS ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah Washington tidak belajar dari pengalaman Saudi?

Intervensi militer asing di Yaman terbukti tidak efektif dan justru memperkuat semangat perlawanan Ansharullah Kelompok ini telah menunjukkan kemampuan militernya dengan menyerang kapal induk USS Harry S. Truman menggunakan rudal balistik dan drone sebagai balasan atas serangan udara AS.

Akibat serangan ini, USS Harry S. Truman terpaksa mundur sejauh 1.300 kilometer ke arah utara Laut Merah, menjauhi wilayah konflik untuk menghindari serangan lebih lanjut.

Mundurnya kapal induk AS ini menjadi bukti bahwa kekuatan militer Washington tidak sekuat yang mereka klaim.

Keputusan untuk menarik USS Truman dari zona tempur menunjukkan bahwa AS menghadapi ancaman nyata di medan perang dan memilih untuk menghindari eskalasi lebih lanjut. Ini bukan pertama kalinya kapal perang AS harus menarik diri akibat perlawanan sengit dari kelompok yang mereka anggap lebih lemah.

Lebih jauh lagi, intervensi AS berpotensi memperluas konflik regional. Iran, sebagai pendukung utama Ansharullah, telah mengutuk serangan tersebut dan memperingatkan bahwa tindakan semacam itu hanya akan memperburuk situasi.

Selain itu, tindakan AS dapat memicu sentimen anti-Amerika yang lebih kuat di kawasan, yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang dilabeli sebagai kelompok ekstremis oleh Barat untuk merekrut anggota baru.

Sejarah telah menunjukkan bahwa intervensi militer tanpa pemahaman mendalam tentang dinamika lokal seringkali berujung pada kegagalan.

AS seharusnya mengambil pelajaran dari intervensi Saudi di Yaman dan mempertimbangkan pendekatan diplomatik yang lebih konstruktif untuk tidak lagi berpihak kepada israhell.

Alih-alih menggunakan kekuatan militer, Washington dapat memfasilitasi dialog antara pihak-pihak yang bertikai dan bekerja sama dengan komunitas internasional untuk mencari solusi damai bagi krisis Yaman yang diakari oleh penjajahan israhell terhadap rakyat Palestina.

Jika AS terus memaksakan pendekatan militer, bukan tidak mungkin mereka akan menghadapi nasib serupa dengan Saudi: dikubur hidup-hidup oleh pejuangan Ansharullah dalam konflik yang tak berkesudahan, kehilangan muka di mata dunia, dan melihat sekutu-sekutunya terpuruk dalam kebijakan yang keliru.

Sudah saatnya Washington menyadari bahwa kekuatan militer bukanlah jawaban untuk setiap masalah, terutama di kawasan yang kompleks seperti Timur Tengah.

Mundurnya USS Truman dari Laut Merah menjadi simbol kegagalan strategi militer AS di Yaman. Jika Washington tidak segera mengubah pendekatannya, bukan hanya kapal perangnya yang akan lari terbirit-birit, tetapi reputasi dan pengaruh globalnya juga akan runtuh dengan sendirinya.

___
Penulis adalah akademisi, pengamat sosial-lingkungan