Aksi cepat di tengah pandemi, Kadis DKP Sulsel: Harus sesuai perencanaan dan kaidah

  • Whatsapp
Kadis DKP Sulsel, Ir Sulkaf S. Latief saat menjadi pembicara pada BRC webtalk, kanan bawah. (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID Kadis Kelautan dan Perikanan Sulsel, Ir Sulkaf S. Latief menilai Sulsel diuntungkan oleh posisinya sebagai hub Indonesia dan telah menunjukkan kinerja positif terkait produksi dan nilai usaha perikanan. Meski demikian tidak semua bisa dikerjakan serta merta tanpa harus melalui mekanisme perencanaan dan kaidah yang ada.

“Kita diuntungkan sejarah, kita menjadi hub Indonesia timur. Pengembangan perikanan di Indonesia timur, baik perikanan tangkap, budidaya, kita yang menjadi kibaltnya,” ucapnya.

Read More

Dia menyampaikan itu saat menjadi pembicara mewakili Gubernur Sulsel pada BRC webtalk Quo Vadis Sumber Daya Maritim Indonesia Timur di Era COVID-19 yang digelar pada Sabtu, 11 Juli 2020. Pukul 14.00 WITA (13.00 WIB) via Zoom.

“Kenapa? Bisa kita lihat dari peirikanan tangkapan, maka di manapun kita ada, nelayan kita begitu besar di Indonesia,” lanjutnya tekait eksistensi nelayan Sulsel.

“Nelayan Sulsel, punya hubungan dengan semua, di mana saja, Papua, Maluku, nelayan kita ada di 19 provinsi. Kalau kita (Sulsel) di WPP 713 itu, ada 9 provinsi. Beberapa provinsi di luarnya sampai di Jawa,” tambahnya.

“Untuk budidaya, untuk rumput laut kita paling besar, ada juga tambak.” kata jebolan IPB Bogor ini.

“Untuk komoditas rumput laut d Indonesia, 25 hingga 30 persen dari Sulsel. Kita pernah sampai 30 persen rumput laut dari sulel. Kalau dari Indonesia timir, 90 persen rumput laut dari Indonesia timur itu dari Sulsel,” lanjutnya.

“Udang kita, untuk windu kita masuk 5 besar. Untuk Vannamei kita 10 besar,” katanya.

Sulkaf juga menyebut bahwa selama pandemi, ekspor untuk semester I dibanding tahun mengalami penurunan. Tahun lalu di semester pertama nilainya 132 juta dollar, lalu turun ke 121 juta dollar.

“Penurunan nggak banyak, 11 juta dollar, turun. Lalu disusul ekspor rumput laut, udang, TTC, kemudian, ada cumi-cumi, ada gurita, ada telur ikan terbang,” jelasnya.

“Produk kita turun tapi tak besar, perikanan tangkap besar turun hingga 40 persen, tidak melebih 5 persen untuk budidaya,” tambahnya.

Dia juga menyinggung status nilai tukar nelayan dan pembudidaya. Nilai tukar nelayan di bawah 100.

“Untuk pembudidaya nilai tukar 104 untuk Sulsel, tapi mulai Maret April trun sekali di bawah 90-an. Data terkahir, Mei naik 94 menjadi 96. NTPI 92 menjadi 94,” lanjutnya.

“Memang, baik nelayan dan pembudidaya Sulsel untuk covid ini sangat terpukul pada nilai tukar, artinya kalau ekspor melambat, harga turun. Kita bisa terancam jika tidak lancar transportasi,” akunya.

“Apa yang kita lakukan, atas dorongan pak Dirjen (Perikanan Tangkap) bagaimana kita berusaha, semua stakeholder untuk memacu bagaimana membantu nelayan nelayan,” katanya.

Sulkaf juga menyebut betapa tidak mudahnya mengendalikan persoalan transportasi terkait usaha perikanan. Hal yang disebutnya berimbas ke penyediaan bahan pokok. Demikian pula koordinasi terkait penanganan covd dan kaitannya dengan isu perikanan dan kesiapan dalam mempercepat misalnya pengadaan kapal.

Hal lain yang ditekankannya adalah terkait aksi di tengah pandemi serta perlunya perencanaan yang terpadu dan berharap ada peraturan tingkat provinsi yang bisa membantu secara teknis nelayan dan pembudidaya dengan tidak mengikuti model belanja hibah yang lama.

Dia menyampaikan itu berkaitan adanya kesan bahwa dinas-dinas di Pemprov Sulsel termasuk DKP lambat mengantisipasi situasi pandemi dengan penyediaan dukungan bagi nelayan dan pembudidaya.

“Bahwa apa yang dikerja dinas? Apa mau dikerja, kalau semua harus resposn cepat, semua harus melalui perencanaan dan kaidah yang ada. Semua kepala dinas menghadapi masalah ini,” katanya.

Meski demikian, dia juga menyampaikan trend positif di Sulsel. “Saya lihat, ekspor sudah mulai terbuka, karena ke China banyak, April Mei mulai naik, bulan Juli 2020 pembelian sudah mulai meski belum seperti sediakala,” katanya.

 

Related posts