Inisiatif ini digerakkan oleh Lembaga Maritim Nusantara (Lemsa) melalui Program Kemitraan Wallacea (PKW) yang dijalankan bersama Burung Indonesia, dan didukung oleh Margaret A. Cargill Philanthropies (MACP).
PELAKITA.ID – Komitmen perlindungan laut di Desa Monsongan, Kabupaten Banggai Laut, kini memasuki fase baru. Lewat lokakarya kolaboratif yang dihadiri berbagai unsur pemerintah, masyarakat, dan lembaga konservasi, wilayah laut Batu Kolong dan Rep Soku resmi ditetapkan sebagai Bank Ikan, zona larang tangkap sementara sebagai upaya pemulihan ekosistem terumbu karang, Jumat, 16/5/2025.
Zona ini diberi nama “Rumah Dayah”, yang dalam bahasa Bajo berarti rumah ikan.
Nama tersebut dipilih sebagai simbol harapan bersama agar kawasan ini dapat menjadi tempat bertumbuhnya ikan dan biota laut sebelum diperbolehkan untuk ditangkap kembali.
Penetapan ini merupakan hasil kesepakatan antara nelayan, tokoh masyarakat, aparat desa, dan lembaga pemerintah.

Inisiatif ini digerakkan oleh Lembaga Maritim Nusantara (Lemsa) melalui Program Kemitraan Wallacea (PKW) yang dijalankan bersama Burung Indonesia, dan didukung oleh Margaret A. Cargill Philanthropies (MACP).
Dalam riset ekologi dan sosial yang dilakukan sebelumnya oleh Lemsa, ditemukan bahwa sebagian besar terumbu karang di wilayah ini mengalami kerusakan parah akibat praktik penangkapan destruktif di masa lalu, seperti bom ikan.
“Lemsa berterima kasih kepada masyarakat Monsongan atas dukungan dan keterbukaan kepada kami. Sejak kami membangun kolaborasi dengan masyarakat dan pemerintah desa Monsongan sejak tahun 2022, dengan dukungan berbagai pihak,” ujar Muhammad Syukri, Koordinator Program Lemsa.
“Kami berharap ‘Rumah Dayah’ bisa menjadi langkah awal dalam pemulihan ekosistem laut di perairan Monsongan,” tambahnya.
Lokakarya ini diikuti oleh 56 peserta dari target awal 30 orang, yang mencakup perwakilan dari Dinas Perikanan Banggai Laut, KKP3K Wilayah VI, PSDKP, Pospolairud, pemerintah desa, BPD, tokoh pemuda, perempuan, hingga kelompok nelayan.
“Kami tahu dulu laut kita begitu kaya. Sekarang ikan di muka kampung pun sudah sulit didapatkan. Sekarang mari kita jaga sama-sama. Semoga ke depan anak-anak kita bisa kembali menikmati hasil laut seperti dulu,” kata Asmar, Sekretaris Desa Monsongan.

Pemerintah daerah pun menyambut baik upaya ini. Kepala Dinas Perikanan Banggai Laut, Sumarto M. Lalu, menekankan pentingnya kolaborasi masyarakat dalam membangun keberlanjutan laut, terlebih di tengah keterbatasan kewenangan konservasi di tingkat kabupaten.
“Kami percaya inisiatif seperti ini bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan kecil karena pendekatannya sangat dekat dengan kebutuhan mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Rusdi Ali, Kepala Seksi Konservasi KKP3K Wilayah VI, menyebut kemitraan dengan Lemsa sejak 2022 telah membantu mendorong pengelolaan dan pengawasan kawasan konservasi yang partisipatif dan berbasis data.
Puncak kegiatan ditandai dengan penandatanganan berita acara oleh perwakilan semua unsur yang hadir sebagai bentuk komitmen bersama.
Nelayan juga sepakat memperpanjang masa larang tangkap selama 6 bulan di dua lokasi tersebut secara bergantian.
Dengan pendekatan inklusif dan berbasis komunitas, “Rumah Dayah” diharapkan menjadi titik balik dalam merestorasi sumber daya laut Monsongan dan mendorong kesejahteraan nelayan secara berkelanjutan.
Redaksi