Puisi Muliadi Saleh | Ziarah di Tubuh Gunung

  • Whatsapp
Ilustrasi Pelakita.ID

PELAKITA.ID – Ziarah di Tubuh Gunung, merupakan puisi karya Muliadi Saleh yang dirangkainya saat menyusuri lekuk Malino, berkontemplasi di sunyi waktu.

Berikut petikannya.

Aku mendaki bukan sekadar menaklukkan tinggi,
tapi mencari sepotong sunyi—
tempat doa-doa tak lagi terhalang tembok:
hanya langit, kabut, dan suara hatiku sendiri.

Di bawah kakiku, lembah menggigil.
Rumah-rumah kecil tampak seperti titik debu,
sementara burung-burung menari dalam angin,
bagai ayat-ayat yang baru turun dari langit biru.

Gunung ini bukan batu, bukan tanah belaka—
ia tubuh tua yang menyimpan zikir nenek moyang.
Puncaknya adalah sajadah para auliya,
yang dahulu menanggalkan dunia di lereng-lereng sepi.

Kala mentari merangkak malu dari ufuk timur,
gunung memerah bak merah delima,
merasukkan semangat para peziarah terdahulu:
Syekh Yusuf, Imam Lapeo—
yang ruhnya menuntun setiap insan yang gelisah.

Bayangkan Syekh Yusuf mengangkat tangan,
mendoa pada Sang Pencipta:
“Bukalah pintu langit untuk kami yang merindu,
tunjukkan jalan di kala kegelapan.”

Kudengar langkah Imam Lapeo di balik kabut,
tangannya menyentuh ranting,
mulutnya berdzikir dengan nada laut.
Katanya:
“Naiklah, bukan untuk memandang dunia,
tapi agar engkau dipandang dari langit.”

Aku pun duduk di tepi jurang,
menghamparkan batinku seperti tikar pandan,
membaca diri seperti mushaf lama,
mencari ayat yang sempat gugur karena lupa.

Di kejauhan, kuda-kuda gunung berlari dalam imaji,
membawa ingatanku pada sajadah tua,
yang dulu terhampar dalam hujan kabut
di pucuk Malino.

Ah, gunung ini mengajari satu hal:
tinggi tak selalu tentang menjulang,
tapi tentang bagaimana rendahnya hatimu
di hadapan agungnya ciptaan Tuhan.

Dan ketika senja datang menyelimuti langit,
aku tahu, ziarah ini belum selesai.
Masih ada puncak yang lebih tinggi dari gunung:
jiwaku yang terus mendaki,
menuju Kau, Wahai Maha Tinggi.

Moel | Malino, 11 Mei 2025