Entrepreneur dan Pengusaha, Sungai dengan Mata Air Berbeda, Muara yang Sama

  • Whatsapp
Ilustrasi Pelakita.ID

Dua Sungai dari Mata Air Berbeda, Mengalir ke Muara yang Sama, ditulis oleh Muliadi Saleh, alumni Pertanian Unhas 1988 dan pemerhati pembangunan daerah. 

PELAKITA.ID – Dalam ruang diskusi bisnis dan kewirausahaan, dua istilah sering digunakan secara bergantian: entrepreneur dan pengusaha.

Sekilas tampak serupa—keduanya mendirikan usaha, mengejar laba, dan mengambil risiko. Namun, jika kita menyelami kedalaman makna, terdapat perbedaan mendasar, baik secara filosofis, orientasi berpikir, hingga dampaknya terhadap masyarakat dan zaman.

Bagaikan dua sungai yang mengalir ke muara yang sama namun bersumber dari mata air berbeda, entrepreneur dan pengusaha memiliki esensi yang unik dan saling melengkapi.

Perbedaan ini bukan hanya soal pilihan kata, melainkan soal cara pandang terhadap dunia, nilai, dan perubahan.

Entrepreneur: Pencipta Makna dalam Risiko

Seorang entrepreneur bukan hanya membuka usaha, tetapi menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Ia adalah inovator, pemecah masalah, sekaligus visioner yang melihat celah di mana orang lain melihat batas.

Dalam pandangan Joseph Schumpeter, ekonom Austria dengan teori creative destruction, entrepreneur adalah agen perubahan yang mengguncang status quo dan menggantinya dengan tatanan baru yang lebih relevan. Inovasi, dalam hal ini, adalah jantung dari jiwa seorang entrepreneur.

Entrepreneur digerakkan oleh nilai, misi, dan ide besar. Ia tidak sekadar menjual produk, tetapi ingin mengubah cara hidup orang.

Contohnya adalah Elon Musk, yang membangun Tesla bukan sekadar untuk menjual mobil listrik, tetapi untuk mempercepat transisi dunia menuju energi berkelanjutan.

Atau, di tingkat lokal, anak muda yang membangun platform digital untuk membantu petani kecil menjual hasil panen langsung ke konsumen kota—ini bukan semata bisnis, melainkan bentuk perlawanan terhadap ketimpangan distribusi dan ketergantungan pada tengkulak.

Filosofi entrepreneur adalah inovasi berbasis masalah. Ia bertanya: “Apa yang bisa saya ubah? Apa kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi?” Seorang entrepreneur sejati akan terus berusaha meski hasil belum tampak, karena ia terobsesi pada proses penciptaan nilai, bukan sekadar keuntungan cepat.

Namun tentu saja, jalan seorang entrepreneur penuh tantangan. Proses yang sarat eksperimen sering kali menghadirkan ketidakpastian tinggi.

Menurut CB Insights (2023), lebih dari 70% startup gagal dalam tiga tahun pertama, terutama karena kurangnya permintaan pasar. Artinya, idealisme dan visi besar harus disandingkan dengan pemahaman pasar dan strategi eksekusi yang matang.

Pengusaha: Penjaga Stabilitas dalam Ekosistem Ekonomi

Sementara itu, pengusaha dalam arti klasik adalah seseorang yang membuka dan mengelola usaha dengan model bisnis yang telah teruji.

Ia bisa membuka restoran, toko kelontong, percetakan, atau bisnis distribusi, dan menjalankan semuanya dengan sistem yang efisien dan terstruktur. Tujuannya lebih pragmatis: menghasilkan keuntungan dan membangun keberlanjutan.

Jika entrepreneur berjiwa kreator, maka pengusaha adalah manajer peluang. Ia mungkin tidak menciptakan produk baru, tetapi ia mahir memasarkan, mengelola operasional, dan menjaga relasi pelanggan. Dunia sangat membutuhkan pengusaha seperti ini.

Mereka adalah tulang punggung perekonomian lokal dan nasional.

Dalam pandangan Peter F. Drucker, pengusaha adalah “seseorang yang secara sistematis mencari perubahan dan menanggapinya sebagai peluang bisnis.”

Ia mungkin bukan penemu, tetapi ia cerdas membaca momentum. Di Indonesia, banyak pengusaha sukses lahir dari semangat berdagang dan kerja keras. Nama-nama seperti Ciputra, Chairul Tanjung, dan William Tanuwijaya pun memulai karier sebagai pengusaha sebelum berkembang menjadi entrepreneur yang membawa perubahan lebih luas.

Namun, pendekatan pengusaha juga memiliki keterbatasan: minim inovasi dan keberanian mengambil risiko baru. Fokus pada stabilitas dan keuntungan bisa membuat pengusaha terjebak dalam zona nyaman. Saat pasar berubah cepat, pengusaha yang tidak berinovasi bisa tergilas zaman.

Contohnya banyak toko ritel konvensional yang tertinggal oleh e-commerce karena enggan bertransformasi secara digital.

Perbedaan Substansial: Sebuah Pembacaan Filosofis

Perbedaan antara entrepreneur dan pengusaha tidak hanya terletak pada apa yang mereka lakukan, tetapi pada mengapa dan bagaimana mereka melakukannya.

Entrepreneur lahir dari keberanian mencipta dalam ketidakpastian, sedangkan pengusaha tumbuh dari kecermatan mengelola yang telah pasti. Entrepreneur bertanya “bagaimana dunia bisa berbeda?”, sementara pengusaha bertanya “bagaimana usaha ini bisa lebih efisien?” Yang satu mengandalkan intuisi dan imajinasi, yang lain pada sistem dan pengalaman.

Jika dianalogikan dalam seni, entrepreneur adalah seniman eksperimental pencipta gaya baru, sedangkan pengusaha adalah pelukis andal yang mereproduksi lukisan klasik yang selalu diminati. Keduanya bernilai. Keduanya penting.

Dalam perekonomian bangsa, entrepreneur mendorong transformasi, sementara pengusaha menjaga stabilitas. Dunia butuh keduanya. Namun, di era disrupsi digital dan perubahan sosial yang cepat, semangat kewirausahaan (entrepreneurship) semakin vital.

Ir Muliadi Saleh (dok: Istimewa)

Tidak cukup hanya menjalankan bisnis; kini dibutuhkan visi, empati, dan kemampuan menggerakkan perubahan.

Menyatukan Dua Jiwa dalam Satu Tubuh

Akhirnya, perbedaan antara entrepreneur dan pengusaha bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk dipahami dan dikombinasikan. Seseorang bisa memulai sebagai pengusaha lalu tumbuh menjadi entrepreneur, atau sebaliknya.

Yang terpenting adalah kesadaran bahwa dunia usaha bukan sekadar ruang mencari untung. Ia adalah ruang penciptaan nilai, pelayanan, dan perubahan.

Ketika pengusaha mulai berpikir layaknya entrepreneur, dan entrepreneur mulai bertindak seefisien pengusaha, di situlah lahir pemimpin ekonomi sejati—mereka yang bukan hanya mengisi pasar, tetapi membentuk masa depan.

Sebagaimana dikatakan Steve Jobs:

“Innovation distinguishes between a leader and a follower.”
Inovasi adalah pembeda utama antara pemimpin dan pengikut.

Jobs menekankan bahwa pemimpin sejati bukan hanya menjalankan sesuatu yang sudah ada, tetapi menciptakan sesuatu yang baru, berpikir berbeda, dan membawa perubahan.

Contoh Nyata: Inovasi yang Membedakan

  1. Gojek vs Ojek Konvensional
    Nadiem Makarim mengubah cara masyarakat memesan ojek melalui aplikasi, mengubah budaya kerja pengemudi, dan menciptakan sistem baru yang lebih inklusif.
    Pemimpin (Gojek) mencipta sistem baru, pengikut (ojek pangkalan) menyesuaikan atau tertinggal.

  2. Tokopedia dan Pasar Tradisional
    William Tanuwijaya mendemokratisasi akses pasar melalui digitalisasi UMKM.
    Tokopedia menjadi pemimpin perubahan, sementara penjual offline yang lambat beradaptasi mulai tertinggal.

  3. Tesla dan Industri Mobil
    Elon Musk menciptakan mobil listrik yang cepat dan menawan, mendorong industri otomotif global beradaptasi.
    Tesla memimpin lewat inovasi; produsen lama menjadi pengikut.

Inovasi bukan sekadar teknologi. Ia adalah keberanian melihat masa depan lebih awal, mencipta solusi, dan mengambil risiko. Maka, yang dibutuhkan adalah: berpikir berbeda, bertindak kreatif, dan menjadi pelopor.

Dalam dunia yang terus berubah, barangkali yang lebih kita butuhkan bukan lebih banyak pelaku usaha—tetapi lebih banyak pemimpin perubahan.

Wallahu a‘lam.