Membangun kelautan dan perikanan Sulsel, harapan Gubernur dan kapasitas tersedia

  • Whatsapp
Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, Muhammad Ilyas (dok: istimewa)

DPRD Makassar

“Beberapa pelabuhan perikanan potensial dan bisa dimaksimalkan pemasukan PAD-nya seperti Lappa Sinjai, Beba Galesong hingga Lonrae Bone.” 

PELAKITA.ID – Sulawesi Selatan dan sektor maritim tak bisa dipisahkan. Secara historis, perjalanan dan corak sosial ekonomi warganya bertumpu pada potensi sumberdaya kelautan dan perikanan. Keberadaan warga asal Sulawesi Selatan pada berbagai lekuk pesisir dan pulau-pulau di Nusantara sebagai nelayan, petambak, pelaku usaha perikanan adalah bukti kekuatan dan daya juang mereka.

Sulawesi Selatan memiliki lebih 332 pulau kecil. Terdapat 15 kabupaten-kota pesisir, dikelilingi lautan luas jutaan hektar, yang masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 713 dan 714. Sejarah mencatat, daerah ini salah satu pilar ekonomi kelautan dan perikanan nasional.  Ekspor udang, rumput laut, mendominasi perolehan devisa negara.

Read More

Lalu berapa sesungguhnya Pendapatan Asli Daerah Sulsel dari kelautan dan perikanan? Seperti apa tantangan berkaitan kondisi umum dan kondisi spesifik pesisir dan lautnya?

Apa saja program utama yang menjadi harapan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman sebagaimana diamanatkan kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel yang saat ini memasuki bulan bulan ketiga sebagai pucuk pimpinan di OPD yang berkantor di Jalan Bajiminasa Sulsel itu?

Tantangan atau su pemanfaatan seperti apa yang saat ini sebagai pijakan untuk moving forward menjadikan Sulsel sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang bisa diandalkan untuk pembangunan nasional?

Mari simak poin-poin substantif obrolan antara Pelakita.ID dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, Muhammad Ilyas yang didampingi Kepala Sub Bagian Program DKP Sulsel, A. Wahyu Dwi Saputra, yang dirangkum dalam format tanya-jawab.

Berapa PAD Sulsel dari sektor kelautan dan perikanan?

Target Pendapatan Asli Daerah dari sektor kelautan dan perikanan tahun ini adalah 3,1 miliar. Target tahun sebelumnya, 2021 tercapai 100 persen. Jumlahnya 2,9 miliar.

Karena pertimbangan itu, lalu target untuk 2022 naik ke angka 3.1 miliar. Ini merupakan kesepakatan bersama Pemprov Sulsel dan DPRD Sulsel untuk mendukung pencapaian target ini. Mereka melihat potensi usaha yang sangat besar membuatnya mereka optimis DKP harusnya bisa merealisasikan PAD ini.

Sumber PAD tersebut berasal dari jasa pelabuhan perikanan seperti pemanfaatan pangkalan pendaratan ikan yang tersebar di beberapa kabupatenkota, parkir kapal,, sewa lahan, pabrik es, cold storage, termasuk dari jasa pengujian mutu hasil perikanan, penjualan benih ikan dan udang.

Masih ingat program Sejuta Ikan yang mendapat apresiasi pemerintah pusat sebagai salah satu inovasi pelayanan publik dan mendongkrak pendapatan daerah di masa Kadis Sulkaf S. Latief?

 

Apa yang dilakukan DKP untuk mengawal pemasukan dari jasa ini?

PIhak DKP Sulsel telah menandatangani kerjasama dengan Balai Karantina di Makassar untuk kerjasama analisa laboratorium. Sulsel punya laboratorium dan bisa digunakan untuk layanan jasa.  Dari sini bisa dapat sertifikat kelayakan ekspor atau pengiriman barang.

 

Apakah masih bisa dimaksimalkan PAD? Apa strateginya?

Pencapaian PAD hingga bulan Agustus ini sudah 50 persen lebih. Hal ini sesungguhnya bisa dimaksimalkan andaikata ada perjanjian kerjasama antara Pemprov dan Pemda dalam mengelola pangkalan pendaratan ikan yang lebih banyak ‘idle’ ketimbang menggeliat.

DPRD Sulsel pun sudah melihat ini sebagai salah satu alternatif. Hanya saja perlu penyelarasan atau kepatuhan penyerahan aset sesuai amanat UU 23/2014, aspek ‘transfer P3D’ meliputi dokumen, fasilitas dan sumberdaya manusia. Kewenangan ruang laut dan usaha perizinan perikanan pada skala tertentu telah diserahkan ke Pusat dan Provinsi.

Beberapa pelabuhan perikanan potensial dan bisa dimaksimalkan pemasukan PAD-nya seperti Lappa Sinjai, Beba Galesong hingga Lonrae Bone. Tantangan ke depan adalah sinkronisasi tugas dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam hal kesesuaian penganggaran, yang mana urusan Pemprov, Pusat serta mana andil perusahaan.

 

Apakah ada kebijakan khusus untuk konservasi pesisir dan laut?

Saat ini DKP Sulsel diharapkan dapat berperan dalam melakukan konservasi mangrove dan terumbu karang.  Ada harapan untuk menanam mangrove hingga 4 juta pohon sejauh ini.  Isu degradasi lingkungan, pemboman ikan, konflik antar nelayan masih menjadi ancaman di kawasan pesisir dan laut Sulsel.

Mediasi oleh DKP Sulsel pada konflik seperti ‘pere’pere’ di Bulukumba dan Bantaeng adalah dengan berkoordinasi Balai Riset Perikanan Tangkap Semarang untuk solusi bersama. Konflik di ruang laut itu berkaitan alat tangkap yang meresahkan nelayan kecil.

Ada optimisme pada beberapa titik di Sulawesi Selatan seperti Luwu Timur masih menyimpan potensi terumbu karang yang bagus dan perlu diproteksi. Dia pernah menyelam di sana dan berharap ada upaya konservasi terumbu karang termasuk mangrove.

Demikian pula di kabupaten seperti Selayar yang giat mengelola eksosistem laut melalui aksi bersih pantai dan kampanye perlindungan kawasan.

Khusus untuk Luwu Raya termasuk Luwu Timur, Kadis menaruh harapan perusahaan-perusahaan tambang untuk ikut serta dalam blue carbon action. Perusahaan diminta untuk ikut menjalankan program aksi peduli perubahan iklim, menanam mangrove sebagai program nasional dan pendampingan masyarakat.

DKP Provinsi siap menjadi bagian dalam kolaborasi multipihak dalam mengelola sumberdaya pesisir dan laut ini. Perlu melakukan pendataan, pengumpulan informasi aktual terkait potensi dan analisis atas isu-isu sehingga program yang dijalankan tidak sekadar rutinitas atau mengulang-ulang tanpa tujuan dan target jelas.

Kerjasama dengan unit-unit Kementerian seperti BPSPL Makassar (PRL-KKP) perlu didorong untuk sama-sama berkontibusi dalam skema pengelolaan kawasan, termasuk pengembangan kawasan konservasi perikanan yang diharapkan mengadopsi perbandingan 1: 1, 1  kawasan konserrvasi, 1 kawasan pemanfaatan.

 

Sudah ada kolaborasi dengan perguruan tinggi dalam mengambil bagian pengelolaan pesisir dan laut?

Sejauh ini komunikasi telah dibangun dengan berbagai kampus, mulai dari Unhas hingga Unanda Palopo. Dari Unhas ada masukan untuk sungguh-sungguh dalam mengelola potensi udang windu apalagi sudah ada Program Pandawa 1000 Sulsel untuk pengembangan budidaya udang windu khas Sulsel. Tenaga ahli Unhas saat ini ikut andil dalam mendorong berhasilnya Program Pandawa 1000 di Pinrang pada luasan 1000 hektar tambak budidaya udang windu.

Dari Unanda, ada peluang kolaborasi mengelola tambak Pemprov untuk lebih dioptimalkan.  Di Soppeng adalah Instalasi Balai budidaya air tawar Lajoa yang bisa pula dikerjasamakan dengan kampus Unhas dan kampus lainnya.

 

Untuk mendukung kebijakan dan program andalan Gubernur apa saja yang bisa dimaksimalkan?

 Pengembangan perbenihan ikan air tawar di Instalasi Lajoa Soppeng. Sejauh ini sudah beroperasi dan bisa dimaksimalkan untuk dapat melayani kebutuhan benih yang dapat dikembangkan pada budidaya skala rumah tangga.

Pemerintah Sulsel dalam hal ini Gubernur Andi Sudirman Sulaiman mendukung program restocking spesies sebagai alternatif menjaga keberlanjutan ekologis pesisir dan laut Sulsel. Menanam mangrove dan mengembangkan keswadayaan pengelolaan sedang didorong,bahkan saat ini DPRD Susel sedang menyiapkan Ranperda Pengelolaan dan Pemanfaatan Mangrove Sulsel.

Program utama Gubernur saar ini adalah Pandawa 1000 di Pinrang, khusus untuk pengembangan budidaya udang windu. Kedua, diseminasi bantuan di 1 5 kabupaten yaitu melalui pendistribusian benih, probiotik, dan pendampingan budidaya perikanan.

Pandawa 1000 di Lanrisang Pinrang dikawal oleh ahli budidaya perikanan nerpengalaman seperti Prof. Muhammad Hatta dan Prof. Hilal Ansyari. Pada saat yang sama koordinasi dengan BMKG juga diintensifkan untuk mengantisipasi kecenderungan iklim atau cuaca di lokasi tambak.

Informasi berkaitan dengan masa depan budidaya udang windu ini adalah dengan investasi 2 miliar, hasil bisa mencapai 10 miliar dalam sekali panen. Ada signifikansi kenaikan pendapatan jika semua kendala bisa ditangani dengan baik. Perbenihan windu dengan kualitas terbaik sedang dicoba dengan menggunakan indukan Aceh dan Sulawesi.

Perbenihan udang di Sulsel ditangani oleh fasilitas Pemprov di Bojo. Ada Balai Benih Air Payau di Bojo, Barru. Benih, induknya kita beli dan distribusi ke kelompok-kelompok, pesisir, pada kabupaten pesisir yang ada tambak di 15 kabpaten kota

Selain itu perlu pendataan untuk kawasan strategis seperti Teluk Bone untuk indukan kakap, kerapu termasuk udang. Indukan udang bisa diperoleh pada kedalaman 50 meter dan kawasan seperti Teluk Bone sangat potensial.

 

Bagaimana dengan UKMK kelautan dan Perikanan?

Secara spesifik tidak ditangani oleh DKP Sulsel tapi lebih pada penguatan daya saing. Pengolahan produk perikanan seperti UKM, sebenarnya masuk di pemberdayaan kabupaten-kota,. DKP punya bidang daya saing.

Tantangan pada kelompok-kelompok UMKM adalah konsistensi produksi dan ketersediaan bahan baku sehingga perlu kerjasama hulu-hilir.  UMKM membutuhkan ketersediaan pasokan, seperti yang dialalmi di Luwu Timur. Mereka membuat produk olahan tapi pasokan ikan seperti tenggiri sangat terbatas.

Pembudidayaan rumput laut didorong agar bisa bermuara pada pengolahan produk olahan juga. Di Luwu Timur, ada pabrik rumput laut tetapi tidak berproduksi dan bisa saja dikerjasamakan antara Pemda, Pemprov dan swasta.

Kalau untuk perikanan tangkap?

Pemprov saat ini menyiapkan program pengadaan perahu bagi nelayan. Meski terkait perikanan tangkap ini sedang hangat-hangatnya penggunaan rumpon padat teknologi. Kawasan perairan sepeti Bulukumba, Selayar sangat potensial hanya saja perlu pengaaturan karena ada aturan nasional yang membatas rumpon.

Mengenai konflik antar nelayan Takalar, Bulukumba dan Bantaeng sudah dimediasi dan Pemprov ikut membantu korban yang fasilitas usahanya rusak. Perikanan yang baik adalah perikanan yang harmoni antara nelayan besar dan keci. Tidak boleh saling ganggu.

 

Apa pesan penting dari konflik nelayan Bantaeng dan Bulukumba?

Ini sudah selesai tapi pelajarannya adalah penggunaan alat tangkap harus merujuk ke aturan Permen KP No. 18 Tahun 2021. Penggunaan lampu berlebihan dan mengganggu wilayah tangkapan nelayan kecil harus dimediasi.

Pemerintah ingin agar modifikasi alat tangkap seperti ‘pere-pere’ di Bantaeng dan Takalar harus diselaraskan dengan ketentuan atau perundang-undangan. Harusnya tidak beropeasi di jalur 1 A perikanan. Ke depan harus diputuskan berapa lampu maksimal untuk pere’ pere’. KKP bisa bantu solusi.

 

Berapa dana yang dikelola DKP Sulsel tahun ini?

Di luar dari gaji, 76 miliar. 24 miliar belanja pegawai, 4 miliar belanja ruin, ada pula bagian  program penunjang kegiatan DKP Sulsel.  Di luar itu ada program prioritas Gubernur 9 miliar, ada Pandawa 1000, diseminasi bantuan perikanan budidaya pada 15 kabupaten kota, aksi tanam mangrove, pembuatan kapal 5 GT sebanyak 6 unit, dengan penyediaan perahu Pokmaswas di Lutim, Takalar, Maros dan Selayar.

 

Pelabuhan perikanan kita di Sulsel, efektifkah?

Ada anggaran DAK juga digunakan untuk pelabuhan. Pelabuhan perikanan di Beba Takalar dan Lonrae Bone sedang diperbaiki. DKP berharap ke depan dengan 22 peabuhan yang ada UPT dapat meng-update, keperluan layanan dasar nelayan.

Ada peluang mengelola pelabuhan perikanan ini dengan merujuk UU 23/2014, kewenangan di 0-12 mil laut daerah, pelabuhan semua wajib dimandatkan ke Pemprov. Kewenangan Pemprov adalah dengan menggelar kerjasama pengelolaan. Kerjasama dengan Pemda seperti mengelola kebersihan lapak dan area, jasa keamanan, pengadaan air bersih, pengelolaan parkir, pemasaran ikan.

Kerjasama dengan Bumdes bisa juga. Badan usaha milik desa atau Bumdes Bersama bisa dalam pengelolaan pelabuhan dan pemanfaatan lapak usaha. Mereka bisa sewakan atau menyewa lapak yang ada termasuk pemenuhan bahan bakar minyak bagi nelayan.

 

 

Editor: K. Azis

 

Related posts