Penggiat PRB wilayah Sulselbar bersiap menuju Konferensi Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas

  • Whatsapp

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Dalam lima tahun terakhir, sering terjadi bencana alam di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, baik banjir, longsor, maupun gempa bumi. Di sisi lain, manajemen bencana yang diterapkan Bakornas Penanganan Bencana, Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana dan Satlak PBP belum menunjukkan hasil yang optimal sesuai harapan masyarakat.

Ada indikasi kelemahan manajemen bencana yang disebabkan kurangnya dana, otoritas kelembagaan, dan sumberdaya manusia dalam manajemen bencana. Untuk itu, diperlukan suatu paradigma baru manajeman bencana berbasis komunitas yang dapat memberdayakan potensi masyarakat daerah rawan bencana dalam mengantisipasi bencana melalui kesiapsiagaan bencana.

Read More

Hasil pengamatan dari lokasi saat terjadi bencana menunjukkan bahwa hampir 90 persen warga di lokasi bencana memiliki sifat solidaritas yang tinggi untuk saling menolong. Hal ini merupakan modal sosial yang dapat diberdayakan dalam mewujudkan kesiapsiagaan bencana berbasis komunitas.

Seperti yang kita ketahui, penanggulangan bencana khususnya pengurangan risiko bencana adalah urusan semua orang. Pengurangan risiko bencana bukan hanya urusan salah satu atau kelompok orang, juga bukan hanya urusan salah satu sektor dalam pemerintahan.

Pengurangan risiko bencana juga bukan hanya usaha-usaha yang dilakukan saat potensi bencana tersebut ada, tetapi justru dimulai saat pembangunan dilaksanakan. Oleh karena itu, pengurangan risiko bencana menjadi bagian internal dari peri kehidupan masyarakat di tingkat komunitas dalam melaksanakan pembangunan.

“Berkaca pada beberapa bencana yang terjadi, baik di Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Barat, kita dapat melihat terdapat banyak praktik baik dan alat praktis Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) yang tersedia dan telah dilakukan oleh masyarakat setempat,” kata Alitha Karen, salah satu penggiat isu-isu pengelolaan risiko bencana di Sulawesi Selatan, kepada Pelakita.ID, 7/9/2021.

Menurut Alita, pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) atau Community Based Disaster Risk Reduction (CBDRR) yang sering diangap sinonim dengan Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas (PBBK) atau Community Based Disaster Management (CBDM) adalah sebuah pendekatan yang mendorong komunitas akar rumput dalam mengelola risiko bencana di tingkat lokal.

“Upaya tersebut memerlukan serangkaian upaya yang meliputi melakukan interpretasi sendiri atas ancaman dan risiko bencana yang dihadapinya,melakukan prioritas penanganan atau pengurangan risiko bencana yang dihadapinya, mengurangi serta memantau dan mengevaluasi kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan bencana,” jelasnya.

Alita atau biasa disapa Itha ini menyebut yang paling penting adalah penyelenggaraan yang seoptimal mungkin memobilisasi sumber daya yang dimiliki dan yang dikuasainya serta merupakan bagian integral dari kehidupan keseharian komunitas.

“Pemahaman ini penting, karena masyarakat akar rumput yang berhadapan dengan ancaman bukanlah pihak yang tak berdaya sebagaimana dikonstruksikan oleh kaum teknokrat,” tambahnya.

Menurutnya, kegagalan dalam memahami hal ini berakibat pada ketidakberlanjutan pengurangan risiko bencana di tingkat akar rumput.

“Bila agenda-agenda pengurangan bencana tidak lahir dari kesadaran atas kapasitas komunitas lokal serta prioritas yang dimiliki oleh komunitas maka upaya tersebut tidak mungkin berkelanjutan,” ucapnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka refleksi kritis terhadap praktik-praktik PRBBK di wilayah Sulawesi Selatan dan Barat saat terjadi bencana perlu dilakukan sebagai upaya mendokumentasikan dan memproduksi pengetahuan kolektif PRBBK di Indonesia. Melalui proses refleksi ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah rekomendasi pengembangan PRBBK di Indonesia.

Ini pula yang sedang disiapkan oleh Alita Karen dan beberapa penggiat pengelolaan risiko bencana di Sulselbar dengan menggelar refleksi atau pertemuan daring.

Hasil proses refleksi di wilayah ini kemudian akan didiskusikan pada Konferensi Nasional Konferensi Nasional Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KN-PRBBK) dengan tema “PRBBK Sebagai Strategi percepatan Penanggulangan Bencana dan Percepatan Pandemik Covid-19 di Indonesia” yang akan diselenggarakan pada 20 – 24 September 2021 untuk merumuskan kertas posisi PRBBK di Indonesia.

“Tujuannya adalah berbagi praktik baik yang dilakukan masyarakat dan penentu kebijakan pada saat terjadi bencana. Lalu yang kedua adalah meletakkan dasar pengetahuan, pemahaman dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip PRBBK yang bisa diterapkan dalam kerangka program, kebijakan, perencanaan dan prosedur lembaga dalm meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana,” jelas Ardadi Darwis, salah satu penggagas kegiatan tersebut kepada Pelakita.ID, 7/9/2021.

Yang ketiga, lanjut Ardadi adalah memiliki dasar pemahaman dan ketrampilan tentang penerapan prinsip-prinsip PRBBK dalam program, kebijakan, perencanaan dan prosedur lembaga yang sesuai dengan sektor dan konteks kerja masing-masing.

“Keempat, menghasilkan rekomendasi yang akan diplenokan pada saat konferensi nasional PRBBK,” tambahnya.

Untuk menjawab ekspektasi itu, beberapa pemantik diskusi telah hadir pada saat refleksi. Mereka adalah Baso Gandangsura, Kades Bonelemo, Luwu yang bercerita tentang bagaimana membangun ketangguhan masyarakat dalam mengurangi resiko bencana di Bonelemo.

Yang kedua adalah Shafar Malolo dari Mamuju yang bercerita tentang pengalaman pengintegrasian program inklusi dalam Pengelolaan Resiko Bencana.

Ketiga adalah Baharuddin, dari Kelurahan Laelo, Wajo, yang menceritakan kearifan lokal dalam menghadapi bencana banjir di sekitar Dana Tempa serta bagaimana Perempuan pesisir dalam ketangguhan perempuan dalam menghadapi perubahan iklim.

Beberapa penanggap yang juga hadir adalah Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Partai Demokrat, Andi Januar Jaury Dharwis, serta Guru Besar Kebencanan Unhas yang juga ketua pusat studi kebencanaan Unhas, Prof Adi Maulana.

Petrasa Wacana S.T, M.Sc, ketua tim penyelenggara konferensi nasional PNRRBK memberi sambutan dan  menjelaskan latar belakang dan apa saja yang akan dilakukan pada Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KNPRBBK) 2021.

Menurutnya, Konferensi Nasional Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KNPRBBK) 2021 nanti melibatkan lembaga dan jejaring lokal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk berbagi pengalaman, praktik baik, dan merumuskan rekomendasi kedepannya terkait pengembangan dan penerapan PRB berbasis komunitas (PRBBK) di Indonesia.

Di masa pandemi ini, kebutuhan mengenai penguatan jejaring, pemberdayaan komunitas dan lembaga di tingkat lokal, serta pengembangan inovasi terkait PRBBK semakin penting, terutama mengingat Indonesia merupakan negara yang sangat rawan terjadi bencana yang dipicu akibat alam.

Ragam Sesi KNPRBBK XIV 2021

Kegiatan KNPRBBK kali ini terbagi menjadi beberapa jenis sesi. Sesi Refleksi Regional tingkat Wilayah diselenggarakan masing-masing Perwakilan Regional, yang telah berjalan perdana pada tanggal 18 Agustus 2021 untuk regional Sumatera Utara.

Ada sesi sidang pleno yang akan membahas mengenai Tata kelola PRBBK; Modeling ketangguhan dan strategi implementasi; dan Pemantauan dan evaluasi. Lalu ada juga Sesi Tematis yang akan membahas topik-topik spesifik seperti PRBBK dan Pandemi COVID-19, lokalisasi (pelokalan), keterlibatan sektor swasta, PRBBK yang inklusif, inovasi dan teknologi digital, dan topik-topik lainnya.

Lalu ada sesi IGNITE Stage yang menyediakan ruang dan waktu untuk lembaga / aliansi untuk mempromosikan dan berbagi pengalaman, pemikiran, dan rekomendasi terkait PRBBK. Diskusi, berbagi materi informasi dan edukasi, serta materi presentasi dan notulensi akan dilakukan di Telegram Group: https://bit.ly/telegramKNPRBBK dan juga di kanal-kanal media sosial KNPRBBK.

Petrasa Wacana menyebut bahwa konferensi yang akan digelar nanti akan mempertemukan semua pelaku, praktisi, akademisi, Pemerintah dalam satu event.

“Untuk sharing pembelajaran baik dalam gerakan PRBBK di Indonesia, karena kondisi COVID-19 kita mengambil tema, refleksi dan penguatan PRBBK dalam percepatan penanganan COVID-19 di Indonesia,” katanya. Dia menyebut ada tiga poin, yaitu memperkuat jejaring, mendokumentasikan pembelajaran baik melalui buku, serta mengajak semua pihak bagaimana menjadi bagian di dalamnya.

Menurut Petra, ketika tsunami Aceh, organisasi ini telah melembaga dan sekarang diyakini bahwa pendekatannya harus tuimbuh dari komunitas bukan dari program. “Pada awalnya hanya ada 8 region, dan dalam perkembangannya sudah ada 21 region yang menginisiasi refleksi hingga kertas posisi yang akan dibawa di dalam pleno PRBBK nanti pada tanggal 20-24 September 2021,” jelasnya.

Petra menyampaikan bahwa dari sharing pembelajaran kegiatan dan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi tidak akan berhenti di sana.

“Akan menjadi bahan diseminasi, di bulan PRB dan akan dibawa ke global platform disaster reduction yang akan digelar di Bali dalam tahun 2022,” tambahnya.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak ibu yang terlibat dalam refleksi ini, semoga menjadi catatan kritis, dan tetap berlanjut dan massif berjalan di Sulsel, dan Sulbar. Semoga kita mendapatkan banyak manfaat, input baik demi tata kelola yang lebih baik dalam gerakana PRRBK di Indonesia,” pungkasnya.

Tentang MPBI

Saat ini sudah ada 74 organisasi yang mendaftar dengan program PRBBK di 112 desa di 57 Kabupaten/ kota dan 19 Provinsi.

MPBI atau Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia didirikan pada 3 Maret 2003 adalah suatu organisasi nirlaba sebagai tempat berhimpun orang perorangan, praktisi, ilmuwan dan pemerhati penanganan bencana dari sektor pemerintah, lembaga internasional, LSM nasional, para akademisi dan lainnya.

MPBI adalah juga sarana penghubung bagi dan di antara organisasi-organisasi dan lembaga penanggulangan bencana (PB) di Indonesia. Sebagai suatu perhimpunan para praktisi dan jaringan organsiasi-organisasi PB, MPBI berkiprah lebih pada tataran konsep, kebijakan, strategi dan pengembangan kapasitas PB ketimbang pelaksanaan langsung kegiatan PB di lapangan.

MPBI adalah juga anggota Jaringan Pengurangan dan Respons Bencana di Asia (Asian Disaster Reduction and Response Network/ADRRN)

 

Penulis: K. Azis

 

 

 

 

 

 

Bonelemo, lebih gamnpang mengajak masyatraat mengajak masyaraat yang merke asudah pahami, di bawah aambawah sadar mereka
Pertama, krisis, atau bencana Covid ini, kita perng pungtga p roang sakity banhak, mappalling tolak bala, ada disapai membangun jarak, terus ada istolah, sipolreng dirajang, di terjemahkan, sioplerang wilajang, lockdown, tidak bleh mengunjungi kampungnya kita, basis pengeahuan itu yang kami combangakan dan karena wabah masih banhyak, maka kota mencobva, memnbcuarakan, apa yang dilakukan olenag kita dulu, kalaua da awabahnegitu, ada ramuan tradisional yang kta gunakan, dulu, wakyu awal pandemic bonelmeo, memperkenalkan daun sirih, dan mencoba, di kampung kan orang biasanya mengobatai pakai asap[–asap, dalam proses secara parusipatifd, semua bahan dikumpulkan oleh masyarakat dna dioah dicoba diajak seluruh warga untuk melakukan siapa yang datang di kampung kami, dalam masa pandemic, pendrnah menurutp kampung dua kali, ad akita sipolerang dilajang dan orang tiak boleh, kita tidak bleh keluar
Yang lita mendodong kebersamaan, mengkarangina banyak orang kamung dan kebutuhan kami penuhi, kami lakukan swadaya , tang gtidka mampun dibawantu oleh tetangga, kebanyakan itu lewa sat swdaya, kenapa kami, karen pesan orang tau di kamung, dalam keadaan krisis tidak bleh oleh dibiarkan menghgadapinya snediir dan bergerak sampaui anak-anak perempuan , anak-annak muda bergerak Bersama-sama.
Yang lain, terkait bencana, kami meneloan nnbecana ini berbasis pengalama, berbasis sejarah pencana, katanya bencana itu akan berulang pada satu masa ke depan, pengalaman bencana besar adalah banjir bandangm, tahun 2002, tahun itu salah satu dusun kami di sin 80 persen, permukiman, tenggelam, datri situ kami kmencoba mengeloannya dan
Penataan kelompok rentabna dan melkaukan simulasi dengan pihak terkait, utnu rekonnstryksi, bangun rusak Sebagian suwadaya dan kgotong royong dam meperbaiki jembatan dan sebagia yang sudah swadya dirunaggung desa, yang lain, untuk ketahana pangan, pandemic ini mengancam kita ketahanan pangan, buka kebun desa, swah tertinggal, uangh salam ini tidur dan alhamdulillah,
kami memasuki panen ketiga dengan hail lebih dari sebelum di pandemic, kucinya, ayo kita ajak masyaraat berbicara dan ada did alma diri mereka, gtidak menggunakan sititolah asing di mereka tatpi istrilah local mereka pelihatran, pesan kepada sleuruh kepla dides,a
di masa dkrisis dipercaya , masyarakatm, alam semenst, dan tuhan dan bisa keluar dari krisis ini, terus lah buat be=tpbonsan, inovasi Bersama. Begreakn berdama aturan, mau pak Bupati, kapolres, sekda ,s emua harus ikut aturan di kampung konsistensi dalam kesepkaatn, membuat kita lebih mudah, mengelola apa yang ingin Kelola ke depan, etrutama terkai, kalau konsisten itru sangatoenting, terus di penggunaan dana desa, di skema kelima memang pemerintah sudah menentukan boleh digaunakan untuk pengellaan bencana, gnakan untuk keselma

 

Shafatruddon Syam Malolo, difabel mamuju. Salah satu desa Karampuang, jarknya, kalau naik kapal sekitar 15-20 menit, di

Bantuana jasa, gambar bagk itu pemerinyah, sembako, atau apd dan antar ke yang dituju, alias freem begitupun juka ada bantuan di organisasi kami akan kami bagikan, selanjujtnya, di

Selanjutnya, karena saya zoon menggunakan haenpon mohon dibantu, nah, pengalaman kami akan sedikit pengalaman pada saat bencana terjadi, sangat ketakukan, digempa, 6,2 magnitudo, pengalaman, saat rumah jatuh, guncangan geiut, hebat, mengungsi ke tempat tinggi./
@ Basri Andang DM Pak Desa andalan masih lengket, beliau bukan lagi fasilitator di belakang meja sdh praktek harian bersama warganya “Satu Aksi Untuk Sesama” tawwa slogannya hehehehe
Bagi teanptemna yang bekum tahu tentang PRB, semua bacabaca nabaca dan pengalaman saya pada waktu bencana, gempanya dua tahaun yang sore dan malam, pada waktu itu saya berada di kantyor dan nyiar dan giuncangan semua berterika lantai dua kebawah dan saya hanya mendengarkan hanya menuncuk, hanya meja yang melindungi tida.
Saya berjalan di kruk, tingkat, saya jalanknya tidak terlihat sempoyngna dengan guncangan tersebut, pada malam harinya seperti masyarakat lain, kami lebih lambar,m ke jalan.

Ke pengungsian melakuakn ungsi seperti orang-roang.

Dua hari pengungsian, kami putuskan sekretar karena kebetulan jaringan sudah mulai bagus, kak Ishak, Perdik. Pokja yang reposn menelpon dn bergerak cepat membka posko

Kenyataan di laangan tidak bisa memilih, tidaka da yang Namanya difabel, kami berpikir semua pada kondisi bencana memerlukan bencana, kami gdiak hanya difabel tetapi masyarakayt umum, ada mitra, asb dan penyediaan air bersih, pada saat ini.

Selain mitra NGO, ada ASB, Yakum emergency unit, dari sesame OPD relawan kemanusian inklusi, di daerah lain, jika itu sudah berjejaring secara langsung akan terbentuk, orangsiasi setempat yang akan berjaln.

Ada bertongkatm, beroda, biasanya organisasi difabel saja kdalam organisasi kami bersifat inklusi, internail, jadi did dalamnya gteridir dalam.

Baharuddin Kelurahan Laelo

Lelon. Msyataak memprediksi alam, adalah kemampuan yang sangat berguna dalam mengangtisipasi naiknya air, pentujuk bagi warga untk melaksankan persiapan sebelum air melankah naik
Warga memperhatiakan berbagai gejala alam, seperti bidang dan awan, arah angin, perilakukantubuh bamboo, hewamn katak, burng semut, buaya, dan perubahan, arus, angin dan ccuaa hunan
Bebrrapa tanda-tanda di kelurahan Lelo, hujan turun tujuh tberturut trut, bunyi katak di tempat kering di siang bolong, kemudian, banyak, sepuluh hari setelah banjir daerah jawa, arus sungai dari arah timur, selatan, Salo Menralreng, lebihd eras, Das lebih 10 hari hari sesuah banjir di jawa
Ada munchlny Namanya Panacang, rasi bnintang, seprtrinya ada Tanre, porong-porongre dan manue.
Kemudian, malam kelima, pinru masuk pmausk burung korekorek bimalam mana pinrtu masuk kea rah barat, itu aritnya angin mujsim timur akan datang dan banhak hujan, bilama tinggi tempatnya air mau naik, kemudian, tunas bamboo, dikatakan rebbong lebih tinggi dari induk, bilama hujan beruturt-turu satu muhamramm berate tahu in hujan akan lama.
Kemudian, kedua, kita pakai di sin, bisa air di kelurahan Kelola, hamper mencapai lantai, kita memakai alat komunikasi, hp, handy melepon telpon teman di sidrap atau soppeng, bila air sudah menggenagi jemnatan cabbenge, di tanru tedong,di sidrap, amak masyarakat kelurahan lelo bersiap memperhatikan semua barang0barang nakenna-kenna, rata-rata 50 cm per 12 jam, maka semua barang-barang , morot, demor, perahu, dikeluarkan semua bawa keluar rumah. Bnilama sia rsudah meluap melantai masyatakat maka masyarakat muali sibu, memeprsiapkan beli bamboo, untuk langkea dan menunjang tinag ruah agar tikdan ebrgeres arus ata ombak.
Barang-batrangf yang tidak terkena di atas langkea.
Kenap di kelurahan lelo, karena dis ebelah timur, bilammusim barat datang ada eceng godong datang maka masyarakat Bersama pemerintah membangu, membangn tiang oancang menahan eceng goodng supaya tidka menghancurkan rumah kemudian, anak-anak di sekolah dia masih kecuil masih TK sudah naikberenang dan naik perahu, itu semua ketangguhan masyaraat menghadapi banjir
Bilama mabajir datang, kita hubungi baian kesehatabn, siapkan obat-obat, kalau kena flu. Demam, scepat untuk langsung ke pos pos yang Sudha disiapkan pemerintah
Air bersih, mengubungi pdam, supaya bisa terjamn, itu semua adalah kesiapan ketangguhan masyarakat menaiknya naiknya air di danau tempe, nelayan juga da aturan, blama mammal jumat gtidak turun, dan masyarakat naik shalat jumat,

 

Related posts