PELAKITA.ID – Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO), Darwis Ismail—yang juga Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Universitas Hasanuddin (ISLA Unhas)—telah sejak awal menyuarakan keprihatinannya atas aktivitas penambangan nikel di Kepulauan Raja Ampat.
Suara kritisnya itu muncul di tengah meningkatnya polemik dan tekanan publik terhadap praktik penambangan yang dianggap merusak lingkungan di kawasan yang dijuluki sebagai “surga terakhir” Indonesia.
Dia menyampaikan itu pada sejumlah kegiatan Iskindo dan ISLA Unhas. Seperti pada saat dialog akhir tahun, bincang pakar di Boska Cafe hingga melalui sejumlah pertemuan dengan pengurus ISKINDO.
Kecaman dari Darwis Ismail dan ISKINDO menjadi bagian penting dari gelombang penolakan yang juga disuarakan oleh masyarakat lokal, organisasi lingkungan seperti Greenpeace, dan sejumlah kementerian terkait. Berikut adalah poin-poin penting yang perlu dicermati:
Ada beberapa pertimbangan mengapa Darwis mesti mengingatkan semua pihak untuk mawas diri terkait tambang.
“Bahwa tak boleh serampangan dan jikapun perlu dilakukan harus ada pertimbangan mendalam dan melibatkan seluruh anak bangsa, misalnya, tentang urgensi tambang di area cagar dunia seperti Raja Ampat,” ucapnya saat dihubungi Pelakita.ID.
Kenapa kita sungguh tega pada alam demi fulus? (dok: Istimewa/BBC)
“Posisi ISKINDO dalam advokasi isu pertambangan dan dampaknya pada sektor kelautan dan perikanan, sebagaimana menjadi pandangan kami merupakan sikap kritis yang mencerminkan garis perjuangan ISKINDO terhadap isu-isu kelautan dan lingkungan,” ujar Darwis, Jumat, 6 Juni 2025.
Menurut Darwis, ISKINDO, di bawah kepemimpinan Ketua Umum M. Riza Damanik, memang sudah sejak lama aktif mendorong perlindungan ekosistem laut dan pengelolaan sumber daya kelautan secara berkelanjutan.
Darwis yang juga ketua Ikatan Sarjana Kelautan Unhas ini menyebut aktivitas penambangan yang dipersoalkan seperti di Raja Ampat tidak bisa dilepaskan dari sejumlah persoalan pertambangan nasional. Sejumlah pulau terancam dan saat ini dalam suasana memiriskan seperti di Maluku Utara dan Sulawesi.
“Kegiatan penambangan yang kami maksud saat ini adalah ancaman ke sektor kelautan, perikanan dan pariwisata karena eksploitasi nikel di beberapa pulau di Raja Ampat, termasuk Pulau Kawe, Pulau Gag, dan Pulau Manuran,” sebut Darwis.
Kata Darwis, kegiatan ini pasti memicu kekhawatiran luas mengingat lokasi-lokasi tersebut merupakan bagian dari kawasan penting keanekaragaman hayati dunia. “Bahwa seolah-olah semua harus ditambang atas nama ekonomi,” ujarnya.
Dampak Lingkungan yang Dikhawatirkan
Darwis menyebut aktivitas pertambangan di kawasan sensitif seperti Raja Ampat berpotensi menimbulkan kerusakan serius, antara lain kerusakan keanekaragaman hayati laut. “Raja Ampat adalah pusat keanekaragaman hayati laut dunia, rumah bagi 75% spesies karang dan ribuan spesies ikan. Aktivitas tambang mengancam kelestarian ekosistem yang rapuh ini” ucapnya.
“Kedua, sedimentasi dan pencemaran. Ini yang paling sering kita temukan di beberapa daerah tambang. Pembukaan lahan dan pengerukan menyebabkan limpasan lumpur ke perairan pesisir, yang merusak terumbu karang dan memperburuk kualitas ekosistem laut,” terang alumni Ilmu dan Teknologi Kelautan Unhas ini.
Perbedaan kontras antara hutan, laut dan dampak tambapg ini patut buat kita cemas (dok: Jatimtimes.Com)
Yang ketiga, kata darwis, pembabatan hutan dan kerusakan daratan. Ribuan hektare hutan tropis di kawasan ini terancam ditebang demi membuka jalan bagi tambang nikel,” ucapnya.
“Keempat, ancaman terhadap Pulau-Pulau Kecil. Raja Ampat ini terdiri dari pulau-pulau kecil yang rentan terhadap abrasi, perubahan ekologi, dan pencemaran. Beberapa pihak bahkan mengkhawatirkan hilangnya pulau akibat eksploitasi berlebihan,” ujarnya.
Darwis menambahkan, meski di sisi lain, ada beberapa pihak diuntungkan namun dampak sosial ekonomi bagi warga lokal pasti ada.
“Banyak masyarakat Raja Ampat menggantungkan hidup dari sektor ekowisata dan perikanan. Penambangan mengancam keberlanjutan mata pencaharian mereka dan menciptakan potensi konflik sosial,” tambahnya.
Bersama Publik
Desakan publik telah mendorong pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan terkait tambang di kawasan tersebut. Beberapa menteri—termasuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)—telah memberikan perhatian serius terhadap isu ini.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, bahkan sempat menghentikan sementara aktivitas tambang nikel di wilayah Raja Ampat sebagai bagian dari proses evaluasi menyeluruh.
“Tentu kami bersama suara publik, ini harus menjadi atensi bersama,” imbuh Darwis Ismail.
Pembaca sekalian, suara dari ISKINDO melalui Wakil Ketua Umum Darwis Ismail menjadi bagian penting dari gerakan moral dan ilmiah untuk mempertahankan kelestarian Raja Ampat.
Wilayah ini bukan hanya aset ekologis dunia, tetapi juga simbol harapan akan pembangunan yang berbasis pada kearifan lokal dan keberlanjutan lingkungan. Raja Ampat adalah warisan alam yang tidak tergantikan. Menjaganya berarti melindungi masa depan generasi Indonesia dan dunia. Bagaimana?