Tidak ada negara besar tanpa pangan yang kuat. Dan tidak ada pangan yang kuat tanpa petani dan penyuluh yang berdaya.
Menteri Pertanian – Andi Amran Sulaiman
PELAKITA.ID – Di hamparan tanah yang luas, di antara desir angin yang mengusik daun-daun padi, berdiri sosok-sosok sederhana yang membawa cahaya bagi bangsa ini.
Para penyuluh pertanian — bukan sekadar pembawa kabar pembangunan, melainkan penjaga nyala harapan di ladang-ladang sunyi.
Mereka hadir saat fajar merekah, di bawah hujan yang menderas, membawa ilmu, membagi semangat, dan memahat masa depan dengan tangan-tangan yang sabar.
Ketika dunia dirundung ancaman krisis pangan, ketika perubahan iklim mengoyak keseimbangan tanah, bangsa ini memilih untuk tidak menyerah.
Pada April 2025, sebuah ikrar menggema: 5.000 penyuluh hadir secara fisik di Lapangan Kantor Pusat Kementerian Pertanian, dan 32.000 lainnya mengikuti secara daring.
Satu suara, satu hati, satu tekad: mendukung penuh swasembada pangan berkelanjutan, mengawal luas tambah tanam, mengoptimalkan pemanfaatan alat mesin pertanian, mendampingi serapan gabah, memperkuat Brigade Pangan. Sebuah gerakan besar, dari ladang untuk negeri.
Dalam pusaran semangat itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan pesan yang menembus relung kesadaran kita:
“Tidak ada negara besar tanpa pangan yang kuat. Dan tidak ada pangan yang kuat tanpa petani dan penyuluh yang berdaya.”
Pesan ini bukan sekadar retorika. Ini adalah peta jalan bagi pertanian masa depan Indonesia.
Menteri Andi Amran menegaskan pentingnya membangun pertanian modern berbasis teknologi, mekanisasi, dan inovasi — tanpa meninggalkan kearifan lokal yang menjadi akar pertanian bangsa.
Ia memimpikan pertanian yang tidak lagi sekadar bertahan, tetapi melompat jauh ke depan: mandiri benih, mandiri pupuk, mandiri pangan.
Beliau mengajak para penyuluh menjadi lebih dari sekadar penyampai informasi. Penyuluh harus menjadi agen transformasi: guru di ladang, motivator di tengah tantangan, inovator yang membangun ekosistem pertanian cerdas.
Mereka harus membantu petani mengadopsi teknologi digital, memperkenalkan pertanian presisi, mendorong diversifikasi tanaman, dan memperkuat daya tawar petani di pasar global.
Dalam pandangan Andi Amran, penyuluh adalah benteng pertama dan terakhir dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
“Penyuluh adalah ujung tombak. Mereka tidak hanya mengajarkan cara bertani, tetapi menghidupkan semangat untuk berdaulat di tanah sendiri,” ujarnya.
Fakta di lapangan menguatkan pesan ini. Data Kementerian Pertanian menunjukkan, program-program yang sukses — mulai dari peningkatan produksi padi, pengembangan food estate, hingga digitalisasi pertanian — selalu memiliki satu kesamaan: penyuluh yang aktif, adaptif, dan inovatif. Namun, untuk mewujudkan pertanian masa depan, penyuluh tidak bisa dibiarkan berjuang sendiri.
Kita perlu memperkuat kapasitas mereka dengan pelatihan berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan mereka, membangun Balai Penyuluhan Pertanian sebagai pusat inovasi desa, serta mengintegrasikan penyuluhan dengan platform digital berbasis kecerdasan buatan.
Penyuluhan tidak lagi cukup hanya dengan kunjungan lapangan konvensional. Di era ini, penyuluh harus mampu menjadi jembatan antara satelit dan sawah, antara big data dan butiran tanah.

Mereka harus hadir dalam bentuk baru: platform daring, konsultasi jarak jauh, aplikasi pertanian berbasis analisis real-time.
Penyuluh masa depan adalah mereka yang mampu berbicara dalam bahasa petani, sekaligus memahami bahasa teknologi.
Mereka adalah mereka yang mampu menghidupkan warisan leluhur, sambil menyalakan masa depan dengan inovasi.
“Pertanian yang hebat bukan hanya tentang teknologi yang canggih, tetapi tentang manusia yang kuat, berilmu, dan berjiwa luhur.”
Dan, penyuluh adalah jiwa itu.
Dari penyuluh untuk negeri, dari langkah kecil di pematang sawah hingga getaran besar di jantung Nusantara, lahirlah sebuah keyakinan baru: bahwa Indonesia mampu menghidupi dirinya sendiri — dengan tangan-tangan rakyatnya sendiri, dalam kemerdekaan pangan yang sejati.
Maka marilah kita memberi penghormatan tertinggi kepada para penyuluh:
mereka yang berjalan dalam diam, namun mengguncang masa depan.
Mereka yang menulis sejarah, tidak dengan tinta,
tetapi dengan benih yang tumbuh,
dengan tanah yang hidup,
dan dengan bangsa yang berdaulat.Dari ladang-ladang itu, dari peluh-peluh itu,
masa depan Indonesia sedang disulam:
butir demi butir, tangan demi tangan,
oleh mereka yang tidak pernah lelah menyuluh,
menerangi bumi, menyalakan bangsa.
___
Menyemai Swasembada di Bumi Nusantara ditulis oleh Muliadi Saleh, anggota Badan Pengawas BPP PISPI 2020–2025
– Moel’S@27042025