Saya bukan pembaca buku yang mengabiskan waktu berjam-jam di depan buku, sekarang saya hanya perlu kita semua untuk berbagi bacaan dengan saya. – A. Ina
PELAKITA.ID – Lima hari sebelum pelaksanaan Kongres IV, perempuan bernama lengkap Andi Ina Kartika Sari, S.H, M.Si – meski, Ina selalu bilang kalau pun mau lekatkan gelar Andi, cukup A titik saja – menghabiskan waktu setengah hari dengan sejumlah pengurus pusat IKA Smansa Makassar.
Penulis beruntung bisa ada di dekatnya saat pelantikan IKA Smansa 75, silaturahmi ke sekolah tercinta SMA Negeri I di Jalan Gunung Bawakaraeng lalu duduk santai sembari berbincang di kursi salah satu kedai yang terkenal karena mie pangsit-nya di barat Kota Makassar.
Momen itu menjadi Istimewa sebab Ina yang kini kami kenal sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat IKA Smansa Makassar sejak tahun 2020 adalah Bupati Daerah Otonom bernama Barru!
Waktu yang luang, interaksi yang intens dan nampak sebagai warga biasa itu menjadi alasan mengapa penulis mesti menulis artikel ini, apalagi per tanggal 26 April 2025 dia kembali didapuk oleh mayoritas alumni Smansa Makassar sebagai ketua umum.
Memahami tantangan bersama
Ada beberapa petikan hikmah dari perbincangan dengan Ina hari itu. Kami menyadari bahwa dalam dunia yang semakin kompleks, peran kepemimpinan yang membawa perubahan positif di masyarakat (dalam hal ini alumni) sangatlah penting.
Ina adalah teladan tentang mindset penting terkait eksistensi organisasi seperti Ikatan Keluarga Alumni itu. Pada satu momen dia curhat bahwa dia bukan sosok paripurna karena itu alumni atau teman-teman dekatnya harus bahu membahu untuk mengisi kesenjangan kapasitasnya.
Lalu pada momen lain dia berkidung santai dan mengajak senior-seniornya untuk ikut bersenandung.
Penulis mencatat Ina sebagai yang mampu menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik.
Dia tidak hanya mengajak kawan dan lawan mencapai tujuan organisasi, tetapi juga membentuk karakter yang kuat di dalam dirinya dan orang-orang yang dipimpinnya.
Terkenang peringatannya untuk tidak cawe-cawe cari ’proyek’ jika ada di dekatnya, dengan menyebut mending kita makan coto dan riang gembira saja.
Lima Inspirasi
Penulis mencatat sekurangnya ada lima nilai inti dalam kepemimpinan yang dapat kita pelajari dari A. Ina, yang selama lima tahun terakhir menjadi sintesa mendampinginya di PP IKA Smansa Makassar sejak 2020.
Mendelegasikan dengan baik
Penulis menempatkan ini sebagai ciri kepemimpinan Ina yang tidak banyak ditempuh oleh figur lain. Penulis membaca penempatan personil adalah mereka yang bisa disebut ’circle inti’ namun punya kapasitas akademik dan standar kompetensi yang terbukti kuat.
Dia bisa mendelegasikan dengan baik kepada orang-orang dekatnya bukan semata karena integritas atau seberapa sering mereka makan coto bersama tetapi ada aspek genuine tentang kompetensi, sepak terjang dan loyalitas.
Dalam konteks IKA Smansa, penulis membaca ini pada sejumlah kegiatan kolosal dan strategis seperti Kongres IV yang berlangsung sukses, dihadiri banyak tokoh dan membanggakan bagi banyak pihak.
Dia mampu mendelegasikan tugas ke orang yang kompeten, dan dapat menciptakan budaya kerja yang jujur dan transparan.
Mendengarkan dan memahami
Dia dalam beberapa interaksi nampak serius mendengarkan dan memahami perasaan orang lain. Itu karena dia percaya kepemimpinan yang baik dimulai dengan kemampuan untuk terhubung secara emosional, menunjukkan perhatian dengan rasa peduli.
Saat pelantikan IKA Smansa 75 dia menyusun diksi yang memukau dalam bentuk apresiasi kepada angkatan senior yang sangat kreatif dalam menjalin solidaritas. Pemimpin yang baik mesti mampu meningkatkan ’self esteem’ yang dipimpin, bukan mengabaikan apalagi merendahkan.
Fokus masa depan
”Biarmi kak, jammaki ungkit itu.” Itu responnya saat ada dinamika dan konflik di beberapa angkatan.
”Ada-ji itu jalan keluarnya.” Begitu responnya. Salah satu kualitas luar biasa yang dimiliki oleh A. Ina adalah kemampuannya untuk memiliki visi yang jelas dan tidak terpengaruh ’noise’.
Dia menginspirasi orang lain untuk bergerak menuju visi tersebut: kreatif, tidak reaktif.
Seorang pemimpin yang visioner tidak hanya melihat apa yang ada di depan mata, tetapi juga memiliki kemampuan untuk melihat masa depan yang lebih baik dan menggambarkan arah yang jelas untuk mencapainya.
Itu adalah contoh sempurna bagaimana visi yang kuat dari seorang leader untuk selalu dapat menggerakkan sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya dengan penuh semangat tanpa terganggu oleh intrik atau mental block dari sejumlah unsur.
Mengambil keputusan sulit dan berisiko
Ini poin keempat yang penulis garisbawahi. Bagaimana Ina sebagai ketua umum IKA Smansa Makassar merestui gagasan menyewa Kapal Penumpang Swasta untuk tujuan Makassar – Bali. Mengubah haluan, carter dan membawa ratusan alumni segala umur adalah pertaruhan yang besar.
Membayar mahal kapal mungkin bukan persoalan tapi mengelola tim, menghadapi penumpang yang beragam latar belakang dalam perjalanan sehari satu malam adalah tantangan tersendiri. Ina berdecak kagum pada loyalitas alumni dan komitmen bersama untuk mencitrakan alumni Smansa sebagai taat selama Tenas III di Bali.
Kepemimpinan sering kali melibatkan pengambilan keputusan yang sulit, terkadang melawan arus atau menghadapi ketidakpopuleran. Namun, A. Ina selalu siap untuk mengambil keputusan yang benar meskipun itu tidak selalu mudah.
”Kenapakah Tenas di luar Makassar, kenapa tidak di Sulsel?.” Sebagaimana Tenas IV Smansa yang akan digelar di Yogyakarta tahun ini.
Itu sejumlah pertanyaan. Jawaban Ina” Yakin-jaki kalau alumni yang selama ini tinggal di Jakarta atau di Surabaya misalnya, dan kembali ke Makassar demi Tenas dan mau berlama-lama dengan alumni ketimbang yang lain?
Pembelajar dan menghargai orang lain
Rendah adalah ciri khas pemimpin yang bijaksana. Penulis jadi penyaksi bahwa Ina mengakui bahwa dirinya tidak memiliki semua jawaban persoalan. Dia senantiasa terbuka untuk belajar dari orang lain.
”Saya bukan pembaca buku yang mengabiskan waktu berjam-jam di depan buku, sekarang saya perlu kita semua untuk berbagi bacaan dengan saya.”
Itu kalimat yang penulis tak lupa. Tentang kerendahhatian dan gambaran kesabaran Ina sudah banyak dicatat sejarah.
Yang penulis ingin bilang dia lebih tertarik memberikan penghargaan pada kontribusi setiap individu dalam tim, memastikan bahwa setiap usaha dihargai. Kepemimpinan yang rendah hati ini menciptakan suasana kerja yang kolaboratif dan penuh rasa saling menghormati.
Penulis menemukan itu di IKA Smansa Makassar, organisasi yang pada Kongres IV mereka kembali memercayakan kepemimpinan perempuan yang menghantar penulis ke pada kebersamaan selama setengah hari itu, bersama orang-orang yang dicintainya.
___
Daeng Nuntung
Ternate, 27 April 2025