PELAKITA.ID – In the period from September 2024 to March 2025, there has been an increase in the number of registered indigenous territory maps in Indonesia, covering a total of 2.2 million hectares.
The total registration of indigenous territories up to March 17, 2025, is 32.3 million hectares, encompassing 1,583 maps. The Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) has verified about 680,000 hectares of the registered territories.
Additionally, there has been an increase in the recognition of indigenous territories, with 18 territories covering a total of 535,985 hectares in the past six months.
The overall recognition of indigenous territories has reached 5.4 million hectares out of the 32.3 million that have been registered, which accounts for about 16.7%.
However, there is a need for the integration of recognized indigenous territory maps into the One Map Policy, as these maps have not been registered in the national data system.
This lack of integration hinders the government and other stakeholders from using the maps for development and management purposes.
Resource: Kasmita Widodo
Kasmita’s Profile
Websites
- brwa.or.id (Company)
- iccas.or.id (Company)
Versi Bahasa Indonesia
Dalam periode dari September 2024 hingga Maret 2025, terjadi peningkatan jumlah peta wilayah adat yang terdaftar di Indonesia, dengan total cakupan mencapai 2,2 juta hektare.
Hingga 17 Maret 2025, total pendaftaran wilayah adat mencapai 32,3 juta hektare, mencakup 1.583 peta. Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) telah memverifikasi sekitar 680.000 hektare dari wilayah yang telah terdaftar.
Selain itu, terjadi peningkatan dalam pengakuan wilayah adat, dengan 18 wilayah yang mencakup total 535.985 hektare dalam enam bulan terakhir.
Secara keseluruhan, pengakuan wilayah adat telah mencapai 5,4 juta hektare dari total 32,3 juta hektare yang telah terdaftar, atau sekitar 16,7%.
Namun, masih diperlukan integrasi peta wilayah adat yang telah diakui ke dalam Kebijakan Satu Peta, karena peta-peta ini belum terdaftar dalam sistem data nasional.
Kurangnya integrasi ini menghambat pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam menggunakan peta-peta tersebut untuk keperluan pembangunan dan pengelolaan
