Teknik ini tidak membutuhkan lahan luas. Bahkan, di halaman rumah pun bisa dijalankan, asalkan ada manajemen air dan pakan yang baik.
PELAKITA.ID – Sebuah sistem kolam sederhana di halaman belakang rumah di Desa Marumpa, Kabupaten Maros, menjadi bukti bahwa usaha budidaya ikan nila berbasis bioflok bisa menjadi sumber pendapatan yang menjanjikan.
Usaha ini dikelola oleh Rohandy, alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas angkatan 1999, bersama saudaranya, dengan memanfaatkan lahan milik keluarga.
Pada Sabtu, 5 Juli 2025, lokasi ini dikunjungi oleh sejumlah alumni Universitas Hasanuddin dalam rangka pembahasan Road Map Forum Entrepreneurship Alumni (FEA) Unhas.
Hadir pula Prof. Dr. Ir. Yusran Jusuf, M.Si., Tenaga Ahli Kementerian Pertanian, yang memberikan apresiasi langsung terhadap inisiatif tersebut.
Sistem Bioflok: Solusi Cerdas untuk Skala Rumah Tangga
Budidaya ikan nila menggunakan sistem bioflok dikenal efisien dalam memanfaatkan lahan sempit dan hemat air. Dengan teknik ini, kolam bundar atau persegi dilengkapi aerasi dan inokulasi mikroorganisme, yang membuat limbah organik terurai menjadi pakan tambahan bagi ikan.
“Teknik ini tidak membutuhkan lahan luas. Bahkan, di halaman rumah pun bisa dijalankan, asalkan ada manajemen air dan pakan yang baik,” ungkap Rohandy.
Dalam waktu 4–6 bulan, ikan nila bisa mencapai ukuran konsumsi dengan berat rata-rata 250–350 gram per ekor, atau sekitar 3–4 ekor per kilogram. Skema panen bertahap juga memungkinkan pengelolaan arus kas yang lebih teratur bagi petani kecil.

Dengan kolam bundar diameter 6 meter dan padat tebar 1.500 ekor Hasil panen bisa mencapai ±318 kg. Keuntungan bersih minimal Rp7 juta lebih per siklus.
Skema ini sangat potensial untuk usaha rumah tangga atau mikro, apalagi jika disertai strategi pemasaran langsung.
Dukungan dari FEA Unhas dan Kementerian Pertanian
Prof. Yusran menilai bahwa inisiatif seperti ini sangat sesuai dengan program strategis Kementerian Pertanian di bawah pimpinan Menteri Andi Amran Sulaiman, yang menekankan pentingnya keswadayaan masyarakat dan pemanfaatan sumber daya lokal.
“Kami mendorong agar lebih banyak alumni Unhas terlibat dalam usaha produktif seperti ini. Bukan hanya riset, tapi aksi nyata seperti budidaya nila bioflok, peternakan rakyat, hingga industri pakan mandiri. Inilah bentuk kontribusi alumni yang kita harapkan,” ujar Yusran.
Menurutnya, jika FEA Unhas dapat memfasilitasi pengembangan budidaya seperti ini di lima kabupaten/kota, dan melibatkan alumni dari berbagai disiplin ilmu, maka akan lahir gerakan yang berdampak langsung terhadap isu ketahanan pangan, stunting, hingga program nasional Makan Bergizi Gratis.
Kolaborasi dan Aksi Nyata
Andi Muhammad Irwan Patawari, Koordinator FEA Unhas, menyampaikan bahwa apa yang dilakukan Rohandy merupakan contoh konkret dari entrepreneurship alumni yang bisa direplikasi.
Ia mengajak para alumni untuk bersama membangun model usaha kolektif yang terhubung dengan pasar dan kebijakan pemerintah.
“Dalam waktu dekat, kami akan audiensi dengan sejumlah kepala daerah. Kita ingin gerakan ini masuk ke wilayah kebijakan dan mendapat dukungan nyata,” ujarnya.
Budidaya nila bioflok yang dikelola secara sederhana ini menjadi ikon gerakan FEA Unhas – bahwa usaha kecil yang dikelola dengan pengetahuan dan jejaring alumni bisa membawa dampak besar bagi ketahanan ekonomi keluarga dan pembangunan desa.
Redaksi