Ketua DPW GR Sulsel Asri Tadda Kritik Pilkada Langsung: Pemimpin Terpilih, Tapi Tak Berdaya

  • Whatsapp
Asri Tadda (dok: Istimewa)

PELKITA.ID – Kepala daerah terpilih dalam Pilkada Serentak 2025 diprediksi akan menghadapi berbagai tantangan berat, baik secara struktural, politis, maupun teknokratis.

Hal ini disampaikan oleh Ketua DPW Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan, Asri Tadda di Makassar, Minggu (20/4/2025).

Menurut Asri, dua dekade pelaksanaan Pilkada langsung di Indonesia menunjukkan bahwa sistem ini tidak selalu memperkuat efektivitas pemerintahan daerah. Justru sebaliknya, kepala daerah terpilih kerap dihadapkan pada keterbatasan fiskal, beban politik, dan tekanan dari berbagai kelompok kepentingan.

“Setelah terpilih, kepala daerah harus berhadapan dengan realitas fiskal yang sempit. Apalagi untuk konteks saat ini dimana PAD terbatas, anggaran pusat yang ketat, dan pengeluaran rutin yang besar menyulitkan pelaksanaan program unggulan,” ujarnya.

Situasi diperparah oleh jadwal pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 yang dilakukan setelah APBD 2025 ditetapkan.

Ini berarti, pada tahun pertama masa jabatannya, kepala daerah tidak memiliki ruang fiskal untuk menjalankan visi-misi kampanyenya secara langsung.

Selain masalah anggaran, tingginya biaya politik dalam Pilkada langsung turut menjadi sorotan.

Mulai dari biaya pencalonan, kampanye, hingga operasi politik di balik layar, semua berpotensi menimbulkan tekanan balik pasca-kemenangan.

“Beban psikologis dan politis muncul ketika kepala daerah harus mengembalikan dana yang dikeluarkan saat kampanye. Dalam situasi fiskal yang sulit, ini bisa membuka celah bagi kompromi terhadap integritas,” tutur Asri.

Lebih jauh, ia menyoroti konflik internal pascapemilihan, terutama antara kepala daerah dan wakilnya, serta ketegangan antar tim sukses.

Partai politik pengusung pun turut menekan kepala daerah untuk memberikan “jatah” kekuasaan kepada pendukungnya.

Kondisi tersebut, menurutnya, berisiko mengganggu stabilitas pemerintahan dan menggeser orientasi pelayanan publik ke arah kepentingan kelompok.

Sebagai solusi, Asri mengusulkan agar publik mulai membuka kembali diskusi soal sistem pemilihan kepala daerah. Ia menyebut bahwa Pilkada melalui DPRD layak dipertimbangkan sebagai alternatif.

“Sistem ini bisa memangkas biaya politik dan mengurangi tekanan dari koalisi besar. Dengan pengawasan publik yang kuat dan reformasi partai politik, risikonya dapat ditekan,” jelas eks Jubir Danny-Azhar di Pilgub Sulsel 2024 lalu itu.

Meski menyadari bahwa sistem pemilihan melalui DPRD juga memiliki kelemahan, Asri menilai pendekatan ini bisa menjadi jalan tengah untuk memperkuat efektivitas pemerintahan daerah dalam konteks sosial-politik Indonesia yang kompleks.

 

Editor Denun