Udang windu Pinrang dan perjuangan Waris Mawardi bersama KONTINU

  • Whatsapp
Abdul Waris Mawardi, ketua Pokdakan Cempae, Pinrang (dok: Pelakita.ID)

DPRD Makassar

Abdul Waris adalah unsur pelaksana program Pandawa-1000, program inovasi pengembangan budidaya udang windu berbasis kawasan atau ecosystem approach to aquaculture dan teknologi adaptif lokal pada areal seluas 1.011,6 ha di Kecamatan Lanrisang  Pinrang. 

____
PELAKITA.ID – Indonesia menguasai 12 persen pasar udang global. Peringkat 3 sebagai produser udang terbesar dunia. Jika terkelola baik, kolaboratif dan para pihak mampu mengentaskan ancaman perubahan iklim maka ke depan akan menjadi pilar kuat ekonomi pesisir Nusantara.

Pernyataan di atas terkuak pada Konferensi Seafood Berkelanjutan dan Bertanggung Jawab 2022 yang digelar Oxfam Indonesia bersama beberapa mitra strategis pembudidaya udang di Kota Surabaya, 14 hingga 15 Desember 2022.

Read More

Pandawa 1000

Sulawesi Selatan adalah satu provinsi di Indonesia yang merupakan sentra budidaya udang. Terdapat 120.738 hektar areal atau lokasi budidaya tambak.

Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel merilis datanya. Untuk pemanfaatan areal tambak dimaksud di atas meliputi pemanfaatan tambak sederhana seluas 101.803,9 hektar, semi intensif 4.902,6 hektar dan intensif seluas 698,4 hektar.

Totalnya mencapai 107.404,8 hektar sementara sebagian petak lainnya idle atau tidak dimanfaatkan.

Nah, Pinrang adalah salah satu kabupaten di Sulsel yang merupakan produsen udang terutama udang windu (Latin, Penaeus monodon) dan saat ini sedang menjalankan Program Pandawa 1000, satu ikhtiar untuk mengembalikan kejayaan udang windu Sulsel.

Pandawa-1000 adalah program inovasi pengembangan budidaya udang windu berbasis kawasan atau ecosystem approach to aquaculture dan teknologi adaptif lokal pada areal seluas 1.011,6 ha di Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang.

Pemprov Sulsel menyebut, hadirnya Pandawa-1000 untuk mengembalikan kejayaan udang windu Sulsel setelah redup sejak tahun 1998.

Bodhiya Wijaya Mulya, periset QEC-RC pada konferensi itu menyebut, ekspor udang Indonesia didominasi jenis L vannamei dengan kisaran 70 hingga 80 persen sementara Penaeus monodon atau udang windu saat ini berada di kisaran 20 hingga 30 persen.

“Di Jawa Timur, jenis L.vannamei mendominasi dengan perbandingan 80 persen sementara monodon 20 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Sulawesi Selatan di mana vannamei dibudidayakan oleh 56 persen rumah tangga sementara monodon berkisar di angka 44 persen,” sebutnya.

Kondisi ini dapat dipahami karena vaname cocok dibudidayakan secara intensif sementara harga lahan di Jawa Timur terbilang mahal. Sementara di Sulawesi Selatan harga tanah dapat dikatakan lebih terjangkau (Sutas 2018).

Pinrang memiliki luas areal tambak 15.026,20 hektare dan 1.588,33 hektare ada di Kecamatan Lanrisang meliputi dua blok pengembangan, yakni blok Lanrisang 523,23 hektare dan blok Waetuoe seluas 1.065,15 hektare.

Cerita inspiratif Abdul Waris Mawardi

Pada pelaksanaan Sustainable and Responsibe Seafood 2022, Pelakita.ID mencatat pengalaman Abdul Waris Mawardi, salah seorang petambak udang dari Desa Waetuoe Pinrang sekaligus pilar organisasi Kontinu atau Komunitas Pemerhati Udang Windu.

Saat ini dia dan beberapa petambak sedang mendorong budidaya udang windu yang lebih baik, ramah lingkungan dan melalui kerjasama kelompok. Waris adalah juga penerima manfaat program Pandwa 1000 Sulsel.

 Pria yang mengelola luas tambak mencapai 9 hektare ini bercerita pengalamannya sebagai petambak dan ancaman yang mendera usaha budidaya tambak terutama udang windu di Pinrang.

“Betul bahwa beberapa waktu lalu banyak tambak di Pinrang terkena banjir, akibatnya panen gagal dan petak yang lain mesti dipanen lebih cepat,” katanya di depan peserta konferensi yang juga dihadiri pihak seperti Graisea Oxfam, PT Atina, DJ Budidaya KKP hingga akademisi dan perwakilan LSM seperti YKAN, MDPI hingga DFW Indonesia.

“Selama ini, udang windu Pinrang telah masuk pasar Jepang. Belakangan ini kami menerapkan panen parsial untuk menghindari kematian udang.  Ancaman atau gejala perubahan iklim juga mulai dirasakan petambak udang,” ucap alumni STIEM Makassar ini.

“Curah hujan semakin tinggi dan sungai kadang meluap sementara banyak saluran atau sungai mengalami pendangkalan,” ujarnya.  Untuk panen parsial, dia menyebut dilaksanakan kadang dua kali sebulan.

Dia juga menyebut bahwa Pinrang sangat unik karena ada pakan bernama Phronima yang sepertinya hanya lazim ditemui di Pinrang.  “Ini sejenis Crustacea kecil, namanya Pronima sp,” katanya lagi.

Tentang Phronima yang disebutkannya, itu adalah Amphipod endemik yang hidup di perairan Pinrang.

“Budidaya atau pembesaran udang kami tetap bergantung pada alam, pada ketersediaan Phronima,” ujarnya.

“Selama ini kami mendapat dukungan dari program Graisea Oxfam di Pinrang. Ada capacity building, ada pelatihan dan pengorganisasian melalui Kontinu,” katanya.

“Di program Pandawa 1000 pun kami ada 783 petambak udang, tersebar pada tiga desa dan 1 kelurahan,” ucap Waris.

Dia menyebut peristiswa banjir pada dua tahun lalu membuat banyak tambak di Pinrang yang gagal panen, sebagian lainnya harus panen lebih awal. Selain harus antisipatif, dia berharap ada dukungan untuk petambak dan Kontinu untuk semakin meningkat kemampuannya.

“Daripada rugi? Untung juga karena ada PT Atina yang membeli udang ukuran kecil atau ukuran berkisar hingga 150 ekor untuk per 1 kilo. Jadi tidak harus yang ukuran besar. Ini juga membantu kami,” katanya.

Menurutnya, dukungan pengelolaan irigasi yang baik adalah satu upaya agar tambak udang berjalan baik sebab kadang masalah bersumber dari kualitas air.

“Kalau ada perubahan salinitas, atau pH, maka udang bisa stress,” ujarnya. Dia nampak fasih menjelaskan aspek teknis budidaya udang.

Terkait program Pandawa 1000 dia menyebut ada beberapa paket bantuan pemerintah Sulawesi Selatan seperti penyediaan benur, saprodi, juga beberapa peralatan pertambakan.

Manfaat pengorganisasian

Bersama organisasi Kontinu dia menyebut ada manfaat pada perluasan jejaring, ada sharing informasi dan bisa memperoleh hal-hal baru atau inspiratif dalam usaha pertambakan.

Dia setuju bahwa harus ada perbaikan kebijakan dari pemerintah pusat dan daerah tentang dukungan pendataan dan riset budidaya udang. “Kami di Kontinu siap kolaborasi,” katanya.

Dia juga berharap ada dukungan peningkatan kapasitas manajerial dan teknis budidaya. “Perubagan dan tantangan ke depan semakin berat, kami perlu bersiap dan meiningkatkan kapasitas,” ujarnya.

“Kami pun harus terus bisa berinovasi, memberi nilai tambah untuk produk udang windu,” tutupnya.

“Kontinu atau Komunitas Pemantau Udang Indonesia ini mendukung budidaya udang windu yang bertanggung jawab melalui bagi pengalaman dan informasi,” ucapnya.

Menurutnya, tujuan Kontunu adalah untuk menggenjot produksi udang di Pinrang. Kontinu saat ini dipimpin oleh Pak Syarifuddin sementara Abdul Waris sebagai ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Pokdakan Cempae, Lanrisang.

“Sebanyak 783 petambak ini kami fasilitasi, beri informasi dan menerapkan budidaya udang yang baik,” katanya.

Penelusuran Pelakita.ID, komunita  petambak di Pinrang bisa memasok 5 hingga 6 ribu ton per tahun udang ke Jepang.

Waris menjelaskan, Kontinu yang beranggotakan 43 pengurus inti berperan dalam mempromosikan pentingnya perlindungan lingkungan tambak, serta menggalang kerjasama anggota untuk misalnya melaksanakan panen parsial untuk efektivitas pengelolaan udang.

“Meski ada beberapa anggota yang juga budidaya Vanname, namun kami tetap prioritaskan udang windu,” ujar pria yang mengaku mulai bertambak udang pada pertengahan tahun 90-an ini.

Inovasi budidaya yang dimaksudkan Waris adalah dengan mengintriduksi komoditi lain di lahan tambak. “Kami juga membesarkan atau memasukkan ikan kakap putih. Ini upaya untuk meningkatkan pendapatan selain udang,” sebutnya.

Kepada Pelakita.UD, Abdul Waris mengundang Pelakita.ID untuk ikut berkunjung ke Lanrisang.

“Tanggal 20 Desember akan ada panen udang bersama Gubernur Sulsel. Kita bisa bertemu di Sekretariat Kontinu dan berdiskusi di sana. Ada beberapa data dan informasi yang tersedia di sekretariat KONTINU,” pungkasnya.

 

Editor: K. Azis

 

Related posts