Ditjen PSDKP-KKP gelar rapat koordinasi, dorong sinergi Pusat dan Daerah di WPP 713

  • Whatsapp
Para peserta Rakor berfoto bersama pasca kegiatan (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) menggelar Rapat Koordinasi Nasional bertema Pengembangan Makanisme dan Penyelarasan Pengawasan Pengendalian IUUF dan Perbaikan Regulasi di Kota Balikpapan, tanggal 30 November hingga 1 Desember 2020.

Kegiatan tersebut diikuti jajaran unit kerja PSDKP-KKP, perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Dinas Perikanan Kota Balikpapan dan Bontang, anggota Pokmaswas, TNI Angkatan Laut, Polair Polda Kaltim, Unversitas Lambung Mangkurat, Universitas Hasanuddin dan Universitas Mulawarman.

Read More

Selain dihadiri peserta yang mengikuti prosedur ketat COVID-19, juga diikuti perwakilan DKP dari Provinsi Sulsel, Sulbar, perwakilan Eselon I lain KKP selaku anggota Tim Teknis Project secara daring.

Rakor yang disiapkan Direktorat Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Ditjen PSDKP-KKP ini membahas dinamika dan tantangan pengawasan di lokasi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teuk Bone, Laut Flores dan Laut Bali.

“Rakor ini merupakan salah satu kegiatan dalam rangka implementasi proyek kerjasama ISLME, kerjasama antara KKP dan FAO dengan pembiayaan dari GEF. Secara umum, proyek ini bertujuan memperkuat kerjasama regiional dalam mendukung pengelolaan ISLME yang efektif dan berkelanjutan,” kata Dirjen PSDKP-KKP, Tb. Haeru Rahayu saat memberi sambutan.

ISLME yang dimaksudkan Dirjen PSDKP adalah Indonesian Sea Large Marine Ecosystem yang meliputi WPP 712, 713, 714 dan 573 serta bagian utara Timor-Leste yang menjadi lokasi proyek GEF/FAO ISLME.

Menurutnya, kegiatan ini merupakan forum diskusi bagi instansi pengawasan perikanan di mana ujung tombaknya adalah Direktorat Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan meski demikian, tetap diperlukan sinergi antara Pusat dan Daerah dalam rangka pengawasan sumber daya perikanan.

“Kami melihat adanya irisan kewenangan pengawasan perikanan sesuai UU 31/2004, tentang perikanan dan diubah dengan UU 45/2009, lalu UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sinergi yang kuat mutlak dibutuhkan dalam pengawasan sumber daya perikanan sesuai kewenangan masing-masing,” kata T.B Rahayu.

“Perlu upaya kolaborasi dan sinergi dengan melibatkan pemangku kepentingan, baik penegak hukum, tenaga pengawasan, pihak swasta, masyarakat, akademisi dan pihak terkait lainnya,” jelasnya.

“Saya sangat mengharapkan kegiatan ini bisa menjadi sarana kita untuk menyamakan persepsi dalam mengelola isu strategis bidang kelautan dan perikanan. Menjadi pembelajaran bersama atas tantangan permasalahan yang beragam di lapangan. Semoga membawa manfaat yang besar bagi kemajuan sektor perikanan dan kelautan,” ucapnya.

Sementara itu, National Project Officer, GEF/FAO ISLME Project, Dr Muhammad Lukman menyatakan bahwa, pihaknya bersama KKP telah mendukung pelaksanaan penilaian Ecosystem Approach for Fisheries Management atau EAFM tentang pengelolaan kepiting bakau, kakap dan ikan kerapu di Kalimantan Timur yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi.

“Hasil studi EAFM tersebut merekomendasikan perlunya penguatan kapasitas pengawasan penegak hukum di daerah sebagai urgensi peraturan daerah tentang pengendalian atas penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab. Kami berharap forum ini bisa menjadi ajang sinkronisasi untuk solusi bersama,” tutur Lukman.

Pada hari pertama, acara diisi pemaparan Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Dr Drama Panca Putra, perwakilan Ditjen Bina Bangda Kemendagri dari Subdit Kelautan dan Perikanan Direktorat SUPD II perwakilan Polri diwakili Direktur Polair Polda Kalimantan Timur.

Dalam paparannya, Dr Drama menegaskan bahwa pihaknya mengedepankan pembinaan dalam menjalankan fungsi pengawasan sumber daya perikanan. Pihaknya selalu berupaya untuk mendorong pembangunan kelautan dan perikanan agar lari kencang, izin dipermudah tetapi pengawasan tetap diperketat.

“Jumlah izin daerah lebih banyak dibanding pusat. Tantangannya, hampir semuanya ada di daerah, jadi kita – Pusat punya kewajiban untuk menggandeng pengawas daerah,” ucapnya.

Salah satu tantangannya, lanjut Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, belum adanya nilai MSY di perairan per provinsi. “Pembangunan masih berbasis pelabuhan, itu tantangannya, kemudian SDM, sehingga ke depan kita harapkan akan berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan,” jelasnya.

Atas nama Sekretaris Provinsi Kalimantan Timur, Asisten II Pemprov Kaltim, Ir. H. Ichwansyah, MM mengapresiasi acara ini dan berharap menjadi momentum dalam mewujudkan pengelolaan WPP 713 yang bebas dari IUUF dan destructive fishing.

“Meski kita menghadapi permasalahan seperti keterbatasn sumber daya sarana prasarana, sistem integrasi dan alokasi dana yang kurang untuk operasional,” katanya.

Pada hari kedua rapat koordinasi dilanjutkan dengan dengar pendapat dari masing-masing peserta dan menyepakati beberapa isu yang perlu mendapat perhatian dan solusi bersama.

Beberapa di antaranya meliputi isu keterbatasan jumlah personil dan kapasitas teknis, terbatasnya anggaran dan sarana prasaran, belum ada penetapan pengawas perikanan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, pengawas perikanan provinsi masih terbatas di Provinsi Sulteng, Kaltara, Sulsel dan NTB.

Selain itu belum efektifnya tata kelola pengawasan perikanan meliputi konflik antar nelayan, serta masih adanya tantangan praktik destructive fishing, perlunya pelibatan masyarakat dan koordinasi antar provinsi di WPP 713.

Para peserta merumuskan beberapa rencana aksi seperti perlunya pemetaan kebutuhan ideal pengawas perikanan secara nasional, penetapan pengawas perikanan, menyusun NSPK kompetensi, menyusun standar teknis sarana prasarana pengawasan hingga penyediaan data P3D pengawasan terkini dan pemantapan koordinasi dan pengawasan bersama.

Termasuk adanya rekomendasi untuk mengantisipasi masih rendahnya alokasi APBD untuk pengawasan Kelautan dan Perikanan dengan mendorong analisa kebutuhan kapasitas pengawasan. Rencana aksi yang diusulkan adalah perlunya pembahasan penyelarasan lebih rinci antara KKP dan Kemendagri dalam bidang pengawasan.

Related posts