Dr Abd Rahman Bando, tentang birokrasi, ide perubahan dan prestasi (Bagian ketiga)

  • Whatsapp
Dr Abd. Rahman Bando (dok: istimewa)

DPRD Makassar

“Saya hampir 3 tahun jadi sekretaris sebelum jadi Kadis, dan pernah jati Plt. Saya jadi Plt Kepala Ketahanan Pangan, saya keluar dari BKKBN, saya punya modal, background penyuluh dan agribisnis.”

Dr Abd, Rahman Bando

Read More

PELAKITA.ID – Dua tahun di Badan Ketahanan Pangan, Rahman dipindahkan ke Dinas Kelautan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan. “5 Juli 2013, saya sudah ada di Kelautan dan Perikanan, Peternakan, Pertanian. Saya pun masih harus belajar terutama perikanan dan kelautan,” ucapnya.

“Saya tidak ada background kelautan, di pesisir, dan perikanan lemah, maka pekerjaan saya adalah belajar. Ke mana? Di pegawai, di masyarakat dan kelolmpok-kelompok,” ungkapnya.

Rahman mengaku butuh waktu setahun untuk percaya diri memiliki ilmu teknis. “Harus banyak ke lapangan, belajar formal, lewat pendidkan, kemudian praktisnya dengan berbaur dengan masyarakat. Kenapa, supaya saya pahami, sesua tupoksi,” katanya.

Untuk itu, Rahman mengaku harus kuliah dan khusus tema pesisir dan laut. “Saya kuliah S3, pada tahun 2014 di Universitas Brawijaya, tentang lingkungan pesisir dan pulau,” katanya.

Ide kuliah di Universitas Brawijaya setelah dia konsultasi dengan Dr Syaiful Saleh, mantan Kadis Perikanan Makassar dan Dr Tamsil (UMI).

“Saya ujian pormosi, pada bulan Desember 2016 dan diwisuda pada Februari, 2017. Ini saya anggap sudah lengkap untuk menata tugas saya,” imbuhnya.

“Alhamdulillah selama hampir 7 tahun di dinas itu, walaupun pernah 7 bulan di Dinas Pendidikan Kota,” ungkapnya.

Abd. Rahman Bando menyebut bahwa ada banyak kebanggaan sebagai ASN, sebagai pamong dan sebagai pejabat, baik atas nama individu maupun atas nama Makassar.

Tahun 2014, ketika wali kota Makassar terpilih meminta seleksi pejabat, Rahman ikut diseleksi dan dia menjadi peserta dengan skor tertinggi.

“Ini di-assess oleh berbagai elemen, media, akademisi, ada NGO, ada dari LAN, dari internal Pemerintah Kota, kalau tidak salah ada tujuh asesor,” sebutnya.

Yang menarik, saat itu, di tahun 2014, Rahman ikut penjenjangan Latpim 2.

“Tahun 2014 juga, saat itu kami Latpim sebanyak 60 orang tingkat nasional, saya terbaik satu, di LAN, di Jakarta, di Makassar. peserta dari berbagai provisni, untuk pelatihan penjenjangan untuk pejabat. waktu itu saya masih magister,” katanya.

Seberapa dekat Rahman Bando dan Danny Pomanto atau dengan Pak IAS?

“Kami tidak pernah ada pimpinan yang saya ada jarak, yang mendekatkan saya adalah profesionalisme tugas, siapapun pemimpinnya saya loyal tapi loyal profesional. Bukan loyal tanpa batas,” katanya.

Menurutnya, yang benar adalah benar, salah adalah salah. “Mungkin karena itulah saya bisa bertahan selama dinas pada beberapa pemimpin yang berbeda,” katanya.

Rahman Bando selama dua tahun bekerja untuk Ilham Arief Sirajuddin, lalu dia ikut seleksi pada kepemimpinan Danny Pomanto dan bisa terpilih.

“Saya tertinggi skoringnya jadi tidak ada alasan untuk beliau tidak mau pakai,” katanya.

Yang membuat Rahman bangga, selama lima tahun mengabdi untuk Pemkot, untuk warga Makassar,  berada di bawah kepemimpinan Danny tidak tidak pernah bikin kesalahan.

“Jadi tidak alasan mencopot saya, tapi tidak berarti semua saya ikuti, kalau sesuai regulasi, saya ikut, kalau tidak, musti ada prinsip integritas,” katanya.

Menurut Rahman kadang ada pamong yang loyal habis, apapun yang diperintahkan dia kerjakan. “Dia lupa, ketika sudah berkaitan pertanggugjawaban akan menderita,” katanya.

Selama beberapa tahun menjadi Kadis atau mengabdi untuk warga Kota Makassar, dia sangat berbahagia saat melihat wajah warga tersenyum karena bantuan Pemerintah.

“Dari sekian banyak hal, saya selalu menyadari bahwa tidak ada yang paling baik, menyenangkan, yang membahagiakan kalau ada program dan mereka merasakan manfaatnya. Itu tidak ada kebahagian melebihi dan di seluruh instansi yang saya pimpin berkaitan dengan pemberdayan masyarakat, di ketahanan pangan, di KB,” katanya.

Tentang masyarakat dan Kota Makassar menurut Rahman Bando sebagai mutiara.

“Menurut saya mutiara yang masih terpendam, artinya, Makassar ini memiliki potensi jauh lebih hebat dari apa yang diperoleh. termasuk di masyarakat,” jelasnya.

Menurutnya, pihaknya, selama dia jadi Kepala Dinas terkait kelautan dan perikanan, sudah membuktikan bahwa di pesisir, pulau, orang selalu konotasikan masyarakat marginal, tidak berdaya.

“Ternyata dengan dikelola dengan baik, kelompok seperti yang didampingi selama IFAD 2013 sampai 2017 banyak yang sudah bangkit. yang sudah beli rumah, berdaya,” tambahnya. IFAD adalah lembaga pembangunan internasional yang berbasis di Roma.

Jadi menurutnya, hanya perlu bagaimana menjalankan program yang efektif, terukur dan dapat dikontrol.

“Itulah yang saya katakan, kunci sukses pemberdayaan adalah perencananaan yang partisipatif di Makassar. Ada beberapa tahun terbaik naisonal di IFAD, kita diberikan reward ke Roma Italia dan mempresentasikan di sana untuk replikasi di negara berkembang,” lanjutnya.

Pemahaman dan penjelasan Rahman terkait proyek yang bernama Coastal Community Development Project dan dibiayai lembaga pembangunan international IFAD ini bisa dilihat dari cara dia menjelaskan proses dan fakta-fakta lapangan.

“Ada kelompok kita di Balangbaru, dulu tukang becak, berkelompok budidaya ikan, sekarang sudah punya rumah kos, sudah punya empang, saya bahagia sekali. Ada kelompok lagi, di Tanjung Merdeka, ibu Ratna, selama ini, ngerumpi di kolong rumah, kite kelompokkan, kita lembagakan dengan modal awal 15 juta,” ucapnya.

Lalu, lanjut Rahman, ada Haji Nuraeni di Ujung Tanah. “Dia hampir frustasi, karena single parent, saya ketemu 2013 dan kita beri 5 juta rupiah untuk pancingan berusaha,” katanya.

Rahman ingat persis apa yang disampaikan ke Nuraeni saat itu.

“Cobalah kita bangkit dari keterpurukan, tetap semangat dan membangun ekonomi, berjejaring, mari kita bangkit, 5 juta, itulah yang mengawali dia merintis usaha kecil dari lorong sempit, kumuh,” katanya.

“Saya datang ke rumahnya, kelihatan panci dari luar. Dalam memori saya saat itu – saya ketemu di dua minggu lalu – saya datang alhamdulillah, kira-kira ada perubahan. Lebih dari 100 persen yang saya lihat,” katanya.

Rahman melihat rumah Nureni yang rapi, jadi tempat pelatihan bagi ibu-ibu, kelompok gadis, memberdayakan di sekitarnya.

“Jadi saya lihat ini sampai implementasi, pelaksanaan, aktualisasi diri, Nuraeni juga memberi dukungan makanan bagi lansia di sekitar rumahnya,” imbuhnya,

Terkait kompetensi Rahman dia menyebut sangat fokus pada tata kelola pemerintah dan pengelolaan keuangan.

“Saya pernah menjadi Kadis Dinas yang terbaik, dalam hal tata kelola keuangan sesuai laporan SAKIP – sistem akuntabilitas, dulu LAKIP. Ini yang menentukan adalah Kemenpan, alhamdulillah dinas kami menjadi peraih nilai tertinggi, di Makassar. dan alhamdulillah dalam  4 tahun masuk 5 besar, artinya, tingkat penyimpangan sangat rendah, semakin tinggi bobot semakin mendekati kebenaran tata kelola,” paparnya.

Hal lain yang disampaikan Rahman adalah tentang pengayoman dan dukungan kepada anak buahnya.

“Dari dinas yang saya lewati, anak buah saya tidak ada yang bersentuhan (tindak) hukum. di samping kita menjalankan prinsip, juga melakukan kontrol pengawasan yang baik. Kadang penyimpangan karena insiatif, bukan karena perintah atasan. Memang telah ditur oleh anggaran, tentang fungsi kontrol,” tuturnya.

Menurut Rahman, yang dia jalankan adalah prinsip pengawasan bermartabat, menjunjung tinggi adat Bugis-Makassar, bukan sipakasiri.

“Inilah salah satu yang medorong saya untuk konsistensi. Pahal sudah luntur ini kultur, kita cenderung untuk saling mempermalukan. Orang Sulsel yang duduk di level nasional cenderung mau dipermalukan,” imbuhnya.

Modus dari Lantebung

Dalam tahun 2013, saat Rahman Bando jadi Kadis Kelautan dan Perikanan, dia berkunjung ke pesisir.

“Salah satunya, adalah Kelurahan Bira, di Lantebung. Waktu itu, begitu masif, penebangan mangrove. Saya lihat itu batang pohon masih segar, baru ditebang. Modus yang ada macam-macam, bangun patok, dibuat jajar, lalu berharap sedimen tertahan di situ, lama-lama buat petak-petak, petak penguasaan wilayah pesisir,” ungkapnya.

“Kita menemukan, sampai sekarang bukan empang – kecuali yang penduduk lokal. Saya terinspirasi ini tidak boleh dibiarkan berlanjut,” katanya. Rahman bisa belajar dari peristiwa itu bahwa mangorve sungguh banyak afedahnya bagi alam, bagi manusia.

“Pertama ke ekologi, perbaikan desalinasi air, untuk barrier pantai, greenbelt, untuk mecengah abrasi,” jelasnya.

Meski demikian, dia juga sadar bahwa pesoalannya adalah tingkat kesadaran akan fungsi mangrove masih rendah.

“Sehingga saya harus lakukan penyadaran, saya harus mampu menjadikan masyatakat pesisir paham, apa sih manfaatnya mangorve, pelan-peean kita bangkitkan kesadaran untuk terlibat, ini yang buat saya bahagia. Lantebung sudah jadi destinasi wisata di Kota Makassar,” jelasnya.

Rahman melewati fase-fase sulit saat mengurusi mangrove ini, tentang kesadaran warga, tentang klaim lahan hingga penebangan mangrove yang terus menerus terjadi.

Yang dilakukan saat itu adalah menyiapkan tanaman mangrove untuk ditanam, untuk disisipi di areal mangrove.

“Kami siapkan 5 ribu mangrove, memfasilitasi perencanaan menanam agar masyarakat masyarakat setempa terlibat,” sebutnya.

Upaya itu dia sebarluaskan, sosialisasikan  ke masyarakat di sekitar Lanteung, Untia, Cambaya, Buloa. Selama bersama masyarakat Rahman memberi analogi tentang penebangan mangrove dalam 5 menit dan merawat pohon hingga 20 tahun.

“Ini mangrove, jika tidak ada, rumah siapa yang pertama dihempaskan gelombang? Semua mereka, iya rumah kami, kata warga. Kalau mangrove tidak ada, angin putingbeliung, siapa yang diporakporandakkan,” tanya Rahman.

“Jangan tunggu orang lain datang untuk peliharan mangrove kita, tidak mungkin kalau bukan kita,” ucapnya.

Rahman punya obsesi yang indah tentang kawasan mangrove di utara-timur Makassar. “Saat ini kita sudah punya areal rekreasi hijau Lantebung, ini masyarakat yang miliki, aritnya, dari gagasan itu masyarakat bisa mengelola  tracking, tempat wisata. Beda dengan Losari atau Rotterdam. apalagi mall,” ucapnya.

Mitra kerja Rahman saat itu adalah warga setempat bernama Saraba, belakangan mendapat penghargaan dari Pemerintah Pusat sebagai pelestari lingkungan.

“Masih ada harapan agar spot foto dan miniatur udang, sebagai ciri khas tracking ini untuk dibangun ke depan, semoga masih ada kesempatan untuk lanjut,” harapnya.

 

Tim Pelakita.iD

Related posts