Empat alasan mengapa rajungan menjadi prioritas pengelolaan pemerintah

  • Whatsapp
Rajungan (sumber: mongabay)

DPRD Makassar

JAKARTA, PELAKITA.ID, Asosiasi Pengusaha Rajungan Indonesia (APRI) menggelar webinar pada tanggal 19 Juni 2020. Webiner bertema Rencana Pengaturan Kuota Penangkapan bagi Pengelolaan Rajungan Berkelanjutan.

“Webinar ini penting untuk mempertemukan pendapat dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah, industri, akademisi dan praktisi tentang rencana pengaturan kuota penangkapan rajungan,” ucap Dr Hawis Madduppa, Direktur Eksekutif APRI yang bertindak sebagai moderator webiner.

Read More

Sebagai narasumber adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan M. Zulficar Mochtar, Prof Indra Jaya dari KOMNASKAJISKAN yang juga guru besar Ilmu dan Teknologi Kelautan pada FPIK-IPB serta Kuncoro Catur Nugroho, Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI).

Pada paparan Dirjen Perikanan Tangkap yang disampaikan oleh Dr Besweni, Kepala Subdit Sumber Daya Ikan Laut Pedalaman (PSI) DJPT-KKP, disebutkan bahwa hakikat pengelolaan sumber daya alam meliputi tiga hal.

Yang pertama berkaitan hak masa depan yaitu bagaimana pemenuhan kebutuhan penduduk saat ini tidak mengorbankan kebutuhan penduduk di masa mendatang.

“Yang kedua adalah keseimbangan, menyelaraskan antara kebutuhan manusia dan kemampuan pengelolaan atau manajemen dengan ketersediaan sumber daya ikan dan yang ketiga hak ekosistem, pemenuhan kebutuhan tidak melampaui daya dukung lingkungan atau ekosistem,” sebut Dr Besweni.

Disebutkan pula bahwa ada beberapa aspek utama yang perlu menjadi pertimbangan dalam pengelolaan perikanan tangkap secara umum.

Pertama, aspek biologi yaitu bagaimana menjaga sumber daya ikan untuk keberlanjutan produktivitasnya. Yang kedua adalah lingkungan atau bagaimana meminimalkan dampak penangkapan ikan terhadap lingkungan dan SDI, termasuk untuk spesies non-target dan spesies yang dilindungi

Yang ketiga aspek ekonomi atau bagaimana menghasilkan keuntungan ekonomi yang optimal bagi masyarakat dan stakeholders dan pada sisi lain dapat menghasilkan penerimaan berkelanjutan bagi negara

Yang keempat adalah aspek sosial atau bagaimana memaksimalkan peluang kerja atau mata pencaharian bagi nelayan dan masyarakat pesisir, menjaga harmoni antar stakeholders dan mendukung pertahanan dan keamanan negara.

Mengapa prioritas

Rajungan merupakan ekspor utama dan menjadi sumber penghidupan bagi ribuan masyarakat. Volume ekspor dalam tahun 2018 sebesar 27 792 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 472 962123 sesuai data BPS yang diolah Ditjen PDSPKP-KKP. Secara spesifik, pihak DJPT-KKP menyebutkan bahwa ada empat pertimbangan mengapa rajungan menjadi prioritas yang perlu dikelola.

Pertama, rajungan menjadi sumber penghidupan bagi ribuan masyarakat  dan merupakan komoditas ekspor perikanan utama di Indonesia. Ranah usaha ini juga mempekerjakan kurang lebih 90 000 nelayan dan tidak kurang185 000 pekerja perempuan dalam pemrosesan, pengemasan, dan penjualan sebagaimana laporan APRI dalam tahun 2018.

Kedua, rajungan memiliki kemampuan pemulihan stok yang cepat karena usia reproduksi yang cepat. Ketiga, minat pasar yang cukup besar terhadap keberlanjutan rajungan dalam hal ini produk ramah lingkungan. Keempat, rantai nilainya terkonsolidasi dan tergorganisasi membuat rajungan memungkinan adanya inovasi pemberdayaan sektor swasta.

Meski demikian, ada gambaran yang perlu mendapat perhatian terkait masa depan pemanfaatan rajungan ini. Di antaranya realitas pada beberapa WPP yang sudah ‘merah’ dan perlu perlindungan dan pengendalian. Seperti WPP 711 dan 717 yang telah disebutkan dalam Kepmen KP No 50/KEPMEN-KP/2017. Permen ini menyebutkan bahwa bahwa sebagian besar rajungan di 11 WPP telah sepenuhnya dieksploitasi.

Jika menyinggung produksi rajungan antara tahun 2011 hingga 2018 nampak jelas bahwa rajungan mengalami kecenderungan meningkat meski sempat anjlok di tahun 2018.

Sebagai perbandingan, jika dalam data tahun 2011 disebutkan sebesar 42 411 ton, maka di tahun 2017 mencapai 272 422. Jika membaca rata-rata produksi rajungan 2016 hingga 2018, maka penyumbang terbesar untuk nilai produksi adalah WPP 712 yang mencapai 46,6 persen disusul WPP 711 dan 713.

Dalam webiner ini dipaparkan bahwa data ekspor tahun 2019 yang dirlis oleh PDSPKP menunjukkan kelompok spesies kepiting dan rajungan menduduki peringkat 5 pada volume ekspor produk perikanan tangkap, namun dari sisi nilai menduduki peringkat 4.

Relevan dengan itu, data ekspor tahun 2019 menunjukkan volume ekspor kelompok spesies kepiting dan rajungan hanya sepertujuh dari volume eskpor kelompok tuna dan sejenisnya, namun dari sisi nilai, ekspor kelompok spesies kepiting dan rajungan tercatat seperdua dari nilai ekspor kelompok tuna dan sejenisnya.

Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap-KKP berulang kali menegaskan dan mengingatkan untuk mewaspadai kecenderungan eksploitasi rajungan.

“Bahwa karena pertimbangan nilai kepiting rajungan yang begitu tinggi, maka perlu pengelolaan pemanfaatan agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan dengan maksimal dengan tidak mengesampingkan keberlanjutan sumber daya ikan atau rajungan,” sebut Dr Besweni.

Related posts