Hasil uji lapangan Tim DLH Kota Makassar terkait isu pencemaran Sungai Parangloe

  • Whatsapp
Tim DLH melakukan pengecekan kualitas air di Sungai Parangloe (dok: Dinas DLH Kota Makassar)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Patahuddin Baso, warga Kampung Bontoa tak bisa tenang melihat perubahan air sungai dekat rumahnya. Sungai yang selama ini nampak normal saja itu tiba-tiba berubah menjadi keruh kehitaman.

Lalu pada 8 Mei 2023, dia merekam situasi itu. Di benaknya, batang Sungai Parangloe yang merupakan tempat mencari ikan dan beraktivitas itu diduga telah tercemar.

Diapun mengirim foto sungai yang disebutnya tercemar dan berbuih di permukaan badan air yang menyebar pada sungai Parangloe.

Read More

“Saya melihat adanya buih atau busa di Sungai Parangloe,” pesannya via Whatsapp ke personil Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar.

Kondisi Sungaai Parangloe sesuai rekaman Patauddin (dok: Dinas DLH Kota Makassar)

Aksi tanggap

Kadis DLH Ferdi Mochtar tak butuh waktu lama untuk segera mengutus timnya dengan mengeluarkan Surat Perintah Tugas Nomor : 660.2/3110/DLH/V/2023 tanggal 8 Mei 2023 3.

“Segera periksa dan lakukan pencatatan atas kondisi fisik atau kimiawi sungai,” instruksinya ke tim yang telah dibentuk.

Tim itu terdiri dari H. Abdul Asfat Azis,S.Sos., M.Si yang merupakan Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLH Kota Makassar. Lalu ada pula Irnawati Hamid, ST.,M.Si, Ibrahim Tiri Nurdin, S.Hut, Hardina,S.Hut, Irma Irawaty, S.T, Taufiq M. Bakri,S.E, Iskandar dan Muh. Arif, S.T.

“Tim pun berangkat dengan hipotesa telah terjadi pencemaran di badan Sungai Parangloe. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan adalah koordinasi dengan pihak kelurahan dan pihak pelapor pencemaran,” jelas Ferdi kepada Pelakita.ID, Selasa, (9/5).

Kadis DLH Kota Makassar, Ferdi Mochtar dan tim melakukan inspeksi kualitas air Sungai Parangloe (dok: DLH Kota Makassar)

Setelah itu, lanjut Ferdi, tim melakukan observasi pada air sungai Parangloe yang diduga tercemar. Selanjutnya menggelar wawancara dengan warga sekitar bantaran sungai serta mengambil foto.

Lalu di lapangan ada H. Abdul Asfat Azis yang mengkoordinasi pengambilan dan pengujian parameter DO, pH dan suhu air sungai yang diduga tercemar.

“Teman-teman menggunakan alat portable serta pengamatan langsung saluran drainase yang mengarah pada badan sungai,” sebut Asfat Azis.

“Kami juga mengidentifikasi usaha atau kegiatan yang terhubung dengan aliran sungai Parangloe. Pengambilan foto dokumentasi identifikasi pencemaraan yang terjadi di Sungai Parangloe,” ujarnya.

Dari verifikasi tersebut, lanjut Asfat, telah ditemukan fakta-fakta.

“Pertama, terdapat banyak buih pada sungai Parangloe. Terdapat ikan dan udang yang mati pada tambak warga yang berjarak kurang lebih 50meter dari lokasi verifikasi,” jelas dia.

Dia menjelaskan pada saat observasi kondisi cuaca gerimis hujan. Sungai ini diperkirakan sepanjang 3,12 km dari hilir hingga Jalan Lingkar Barat Tallasa City, air sungai berwarna hitam dan berbau.

Pengamatan air sungai dilakukan di dermaga Birjen pada koordinat 5° 5’52.30″S 119°28’21.30″E (Saluran 04).

“Sementara hasil pengujian parameter lapangan Nilai DO 6,9 mg/L, nilai PH 6, suhu 28,4 C,” terangnya.

Menurutnya, titik pengambilan sampel Pinggir sungai sebelah kanan. Titik 1 Koordinat 5° 5’53.62″S 119°28’22.09″E Koordinat dan E = -5.09848 S = 119.47291.

Ada perusahaan dan IPAL

Diidentifikasi pula beberapa perusahaan yang ada di sekitar lokasi pengambilan sampel sekitar Jalan Lingkar Barat yakni PT KTC, PT. Makassar Tene, PT. Bungasari Flour Mills, PT. FKS Multi Agro, Tbk, PT. Charoen Pokphand Indonesia (RPHU) dan beberapa perusahaan yang belum teridentifikasi.

Sebagai gambaran, tim DLH juga menemukan IPAL Komunal yang dibangun oleh Dinas PU Kota Makassar tahun 2019.

Menurut pengurus RW setempat, IPAL tersebut tidak lagi digunakan karena mengalami kebuntuan saluran sehingga otomatis air buangan septik tank warga mengalir ke drainase lalu ke sungai.

Kondisi perumahan warga dan batang sungai (dok: Dinas DLH Kota Makassar)

Tim juga mencatat, rumah- rumah warga Kampung Bontoa ada yang melewati bibir Sungai Parangloe dan diperkirakan air limbah domestiknya langsung terbuang ke sungai.

“Kami menemukan bahwa terjadi penyempitan lebar Sungai Parangloe pada koordinat 5° 5’47.93″S 119°28’21.60″E sehingga air sungai tidak mengalir lancar dan terjadi penumpukan sedimen yang menimbulkan bau dan air berwarna hitam,” jelas Asfat.

Temuan lainnya adalah bahwa terdapat penyempitan lebar sungai yang mneyebabkan penumpukan sedimentasi dan menghambar aliran air sungai

Analisis Data Lapangan

Ferdi Mochtar atas nama DLH Kota Makassar menyebut bahwa berdasarkan hasi uji parameter lapangan, diketahui bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lampiran VI Baku Mutu Air, maka parameter lapangan (pH dan DO) sesuai dengan BMA Nasional untuk kelas III.

Hanya saja ada beberapa hal yang perlu disampaikan oleh tim DLH.

Pertama, Sungai Parangloe merupakan anak Sungai Tallo yang berlokasi di Kecamatan Tamalanrea dan Kecamatan Biringkanaya yang berhilir di Sungai Tallo dimana ada banyak aktivitas di sepanjang Sungai Parangloe seperti permukiman, industri dan tambak.

“Aktivitas tersebut tentu mempengaruhi daya dukung dan kualitas air sungai Parangloe,” sebut Ferdi.

Menurutnya, semakin bertambahnya penduduk dan kegiatan industri di sepanjang Sungai Parangloe maka akan mempengaruhi kondisi lingkungan sungai Parangloe.

Yang kedua, adalah jelas bahwa buangan air limbah domestik yang bersumber dari pemukiman dan industri yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan sedimentasi dan penurunan kualitas air sungai.

“Hal ini dapat dilihat secara fisik kondisi air sungai Parangloe. Sedimentasi yang terjadi di sungai Parangloe berlangsung secara perlahan dengan waktu yang cukup lama,” tambah Ferdi.

Dia menyatakan, tim DLH Makassar saat ini menemukan bahwa warga di pinggir sungai sudah memiliki septik tank masing-masing yang sebelumnya melakukan BABS atau buang air besar sembarangan.

Meski demikian, saluran septik tank mengalir ke drainase pemukiman dan berhilir ke sungai Parangloe.

Menurut Ferdi, selain air limbah domestik warga, kegiatan industri dan tambak juga memiliki andil terhadap kualitas air Sungai Parangloe.

“Industri yang tidak melakukan pengolahan air limbah secara baik akan menimbulkan dampak terhadap kualitas air sungai dan menimbulkan keresahan masyarakat,” sebutnya.

Yang ketiga adalah munculnya buih yang mengambang atau berbusa dapat dikarena faktor alam yaitu siklus alami turunnya air hujan dari langit atau adanya adanya pembuangan air limbah (pelepasan) sekaligus dalam satu waktu (waktu dan sumber asal belum diketahui).

“Hal keempat, terdapat penyempitan lebar sungai Parangloe pada koordinat 5°5’47.93″S 119°28’21.60″E yang menyebabkan sedimen menumpuk dan air tidak mengalir lancar dan akhirnya terjadi pembusukan atau penguraian oleh mikroba yang menimbulkan bau,” terang Ferdi.

Dengan adanya penyempitan, lanjutnya, maka laju timbulnya sedimentasi akan semakin cepat sehingga menghambat aliran air sungai.

“Kondisi ini semakin diperparah dengan tidak tidak dilakukannya pengolahan limbah domestik, baik dari kegiatan pemukiman maupun industri,” tambah dia.

Kesimpulan dan aksi tindak lanjut

Berdasarkan kunjungan lapangan, temuan dan analisis data maka DLH Kota Makassar pun menyusun kesimpulan.

Pertama, busa atau buih seperti yang dilaporkan sudah tidak terlihat karena kondisi saat verifikasi lapangan sedang hujan.

Kedua, kondisi air dan lingkungan Sungai Parangloe berupa sedimentasi dan cemaran air sungai diindikasi bersumber dari aktifitas domestik dari warga dan kegiatan industri yang tidak melakukan pengolahan air limbah.

Ketiga, penyempitan lebar sungai Parangloe menyebabkan berkumpulnya sedimen mengakibatkan naiknya air permukaan. Penyempitan juga menyebabkan terjadinya penyumbatan yang dapat menimbulkan bau dan air berwarna hitam.

Kondisi drainase perumahan warga di Bontoa (dok: DLH Kota Makassar)

Menurut Ferdi Mochtar, sesuai dengan kesimpulan di atas maka yang bisa dilakukan ke depan.

“Pertama, perlu dilakukan pengujian sampel kualitas air sungai pada lokasi yang diduga terjadi pencemaran pada laboratorium terakreditasi dengan parameter penting sesuai aktifitas yang ada di sepanjang sungai Parangloe (PP 22/2021 Lampiran VI),” jelasnya.

“Kedua yaitu dengan melakukan penelusuran dan identifikasi aktifitas masyararat Kampung Bontoa secara menyeluruh dan aktififtas semua industri yang berada di sepanjang Sungai Parangloe,” tambahnya.

“Ketiga perlu dilakukan pengerukan sedimen sungai untuk menormalkan aliran air sungai dan menormalkan fungsi IPAL Komunal,” ucapnya.

“Yang keempat, menambahkan titik pengambilan sampel di lokasi yang diduga terjadi pencemaran pada kegiatan pemantauan kualitas air serta kelima, pengawasan kepada usaha/kegiatan yang berada pada sepanjang Sungai Parangloe,” pungkasnya.

 

Editor: K. Azis

Related posts