APRI gelar webiner rajungan, KOMNASKAJISKAN usulkan lima rekomendasi

  • Whatsapp
Prof Indra Jaya (dok: istimewa)

DPRD Makassar

JAKARTA, PELAKITA.ID – Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) menggelar webinar pada tanggal 19 Juni 2020. Webiner bertema Rencana Pengaturan Kuota Penangkapan bagi Pengelolaan Rajungan Berkelanjutan.

“Webinar ini penting untuk mempertemukan pendapat dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah, industri, akademisi dan praktisi tentang rencana pengaturan kuota penangkapan rajungan,” ucap Dr Hawis Madduppa, Direktur Eksekutif APRI yang bertindak sebagai moderator webiner.

Sebagai narasumber adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan M. Zulficar Mochtar, Prof Indra Jaya dari KOMNAS KAJISKAN yang juga guru besar Ilmu Perikanan pada FPIK-IPB serta Kuncoro Catur Nugroho, Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI).

Penekanan KAJISKAN

Sesuai Permen KP No. 30-KP/2016 tentang KOMNAS KAJISKAN disebutkan bahwa fungsinya adalah pelaksanaan identifikasi kebutuhan data dan informasi baik di bidang perikanan maupun di bidang lingkungan perairan dalam rangka pengkajian stok sumber daya ikan. Fungsi kedua adalah penelaahan kebijakan strategis pengelolaan perikanan yang sedang dan/atau akan dilaksanakan di setiap wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tugas KOMNAS KAJISKAN adalah memberikan masukan dan/atau rekomendasi kepada MKP melalui penghimpunan dan penelaahan hasil penelitian/ pengkajian mengenai sumber daya ikan dari berbagai sumber.

Tugas tersebut termasuk menyajikan bukti ilmiah yang tersedia (best scientific evidence available), dalam penetapan potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebagai bahan kebijakan dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab (responsible fisheries) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

Dalam webiner tersebut, Prof Indra Jaya yang mewakili KOMNAS KAJISKAN memulai paparannya dengan mengajukan pertanyaan. “Permintaan atau demand terus meningkat, apakah pasokan stok masih mendukung atau memadai?”

Sembari mengutip data FAO FishStat (2020), dia menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan produksi (dalam ton) dari tahun ke tahun, dari dekade ke dekade. Antara tahun 2010 hingga 2017 terjadi peningkatan signifikan. “Tetapi antara tahun 2017 hingga 2018 terjadi penurunan produksi,” kata Prof Indra.

Guru Besar Ilmu Perikanan IPB ini menyatakan bahwa terkait tujuan pengelolaan dan mengapa rajungan perlu dikelola relevan dengan UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan pada pasal 2 dan 7 disebutkan bahwa tujuan pengelolaan perikanan adalah untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan dengan berdasarkan beberapa azas.

Dia juga menyebut beberapa azas yang harus jadi penopangnya yaitu azas manfaat, keadilan atau fair, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian yang berkelanjutan. “Pengaturan kuota perlu mempertimbangkan azas-azas ini,” tegasnya.

Bagi KAJISKAN, pengaturan kuota penangkapan merupakan salah satu cara untuk mencegah atau menghindari eksploitasi berlebih secara biologi, ekses kapasitas pemanfaatan, dan alokasi sumber daya yang tidak semestinya.

Poin penting yang juga disampaikannya adalah bahwa pengaturan atau pengelolaan kuota perlu dipandang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem pengelolaan, yang memengaruhi tingkat atau status biologi, ekonomi dan finansial dari sumber daya serta pihak-pihak yang memanfaatkan sumber daya tersebut.

Sebagaimana menjadi pengalaman atau praktik selama ini, penentuan kuota melalui beberapa proses. Prof Indra menyebut bahwa untuk sampai pada penetapan kuota harus melihat proses atau tahapan yang didasari oleh pembacaan atas ‘status’ sumber daya.

“Jadi status stok, bagaimana kondsi stok misalnya rajungan, apakah sehat, overfished atau overfishing. Lalu yang kedua, adalah JTB/TAC atau berapa jumlah yang boleh ditangkap. Kemudian ditetapkan ‘alokasi’ atau kepada siapa didistribusikan atau dialokasikan,” tambahnya.

“Apakah nelayan bubu, trammel net, payang, dogol? Nelayan tradisional, modern atau komersial? atau koperasi, lembaga adat, BUMD, BUMN, asosiasi.”

“Lalu yang terakhir adalah kuota, apa dan berapa besar alokasi yang diberikan. Jumlah tangkapan, upaya tangkapan dan izin penangkapan,” sebut pakar akustik dan instrumentasi kelautan ini.

Ke depan, praktik yang bisa didorong dalam adopsi Perikanan Rajungan Berkelanjutan menurut Prof Indya Jaya adalah pengaturan ukuran tangkapan lalu pengendalian penangkapan betina bertelur.

“Lalu pemberian insentif harga, lalu keempat mendorong riset siklus hidup dan biologi reproduksi. Yang kelima, pengembangan hatchery dan reguler restocking atau stock enhancement,” ucap doktor jebolan Universitas Delaware Amerika Serikat ini.

“APRI dan kita semua, perlu membantu mengumpulkan data dan info yang relevan dengan rajungan seperti ukuran panjang, tangkapan, effort dan SPR. Lalu perlu meningkatkan edukasi atau literasi tentang rajungan serta perikanan rajungan yang berkelanjutan serta memantau implementasi kuota rajungan,” tutupnya.

 

 

Related posts