Dr Suhana | Menembus Pasar Eropa, Strategi Baru Eksportir Perikanan Indonesia

  • Whatsapp
Dr Suhana, peneliti dan dosen ekonomi kelautan dan perikanan Universitas Muhammadiyah Jakarta (dok: Istimewa)

Dr. Suhana, S.Pi, M.Si, peneliti dan dosen pada Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta membagikan perspektifnya tentang strategi baru ekspor produk perikanan Indonesia untuk bisa menembus pasar Eropa. Mari simak. 

PELAKITA.ID – Uni Eropa kini bukan hanya dikenal sebagai pasar besar, tetapi juga pasar yang semakin selektif dan menuntut. Bagi Indonesia—negara maritim tropis dengan kekayaan laut yang melimpah—ini adalah peluang besar sekaligus tantangan nyata.

Ekspor ikan dan produk laut ke Eropa tidak lagi bisa dilakukan dengan cara-cara lama. Standar tinggi, keberlanjutan, dan jejak asal-usul produk menjadi kunci utama.

Laporan EUMOFA Monthly Highlights edisi Juni 2025 dan EU Blue Economy Report 2025 mengungkap sejumlah data dan tren yang penting dipahami eksportir Indonesia. Bukan hanya soal volume perdagangan, tapi juga arah kebijakan dan preferensi pasar yang berubah.

Ekonomi Biru Eropa dan Kebutuhan Baru

Dalam laporan Blue Economy Uni Eropa 2025, nilai ekonomi biru kawasan ini telah menembus angka €890 miliar. Lebih dari 4,8 juta orang bekerja di sektor ini. Tapi yang menarik, fokus mereka kini bergeser: dari sekadar produktivitas ke kualitas dan keberlanjutan.

Produk ikan yang dicari bukan hanya harus segar dan enak, tetapi juga berkelanjutan dan berasal dari sumber yang bertanggung jawab.

Di sinilah peran negara-negara tropis seperti Indonesia menjadi sangat relevan—selama bisa memenuhi standar tersebut.

Ikan Tropis dan Peluang Spesifik Indonesia

Uni Eropa masih sangat bergantung pada pasokan ikan demersal seperti cod dan flounder yang berasal dari Norwegia dan Islandia. Kedua negara ini mendominasi pasokan dan menjadi pesaing kuat.

Namun, Indonesia memiliki keunggulan berbeda: ikan tropis seperti tuna dan cakalang. Jika diposisikan dengan tepat, produk-produk ini punya ceruk pasar tersendiri yang tidak bersaing langsung dengan Norwegia atau Islandia.

Yang dibutuhkan adalah narasi yang kuat—misalnya branding: “Sustainable Tropical Seafood from Indonesia”.

Selain itu, sertifikasi dan pelacakan digital menjadi bagian tak terpisahkan dari produk. Konsumen Eropa ingin tahu dari mana ikan mereka berasal, bagaimana ditangkap atau dibudidayakan, dan apakah ramah lingkungan.

Belajar dari Malaysia dan Potensi Budidaya Lokal

Malaysia mendapat sorotan positif dalam laporan EUMOFA karena dianggap berhasil mengembangkan sektor budidaya perikanannya secara unggul dan modern. Tapi bukan berarti Indonesia tertinggal.

Dengan dukungan inovasi lokal dan dorongan sertifikasi GAP, BAP, atau ASC, Indonesia bisa bersaing.

Bahkan, potensi kita jauh lebih besar jika bisa mengintegrasikan produk budidaya premium dengan kearifan lokal—seperti penggunaan ikan larangan atau teknik-teknik budidaya yang berakar dari komunitas nelayan tradisional.

Adaptasi Regulasi dan Digitalisasi Sertifikat

Tantangan besar lainnya datang dari sisi regulasi. Uni Eropa melalui EMSA (European Maritime Safety Agency) kini memperketat pengawasan kapal penangkap ikan di atas 24 meter. Tidak hanya itu, semua proses sertifikasi dan pelaporan insiden kini harus dilakukan secara digital.

Ini artinya, eksportir Indonesia—baik dari sektor penangkapan maupun budidaya—perlu melakukan penyesuaian besar-besaran. Sistem pelacakan, dokumentasi, hingga armada kapal harus kompatibel dengan standar Uni Eropa.

Checklist Wajib bagi Eksportir Indonesia

Menuju 2025 dan seterusnya, berikut adalah daftar strategis yang harus menjadi perhatian utama bagi eksportir perikanan Indonesia:

  • ✅ Produk telah tersertifikasi (HACCP, ASC, BRC)

  • ✅ Dokumentasi dan pelacakan dilakukan secara digital

  • ✅ Branding menggunakan narasi keberlanjutan

  • ✅ Memahami kebijakan Blue Economy dan Farm to Fork dari UE

  • 💡 Menyadari bahwa transformasi adalah kunci utama daya saing

Transformasi adalah Keharusan, Bukan Pilihan

Melihat keseluruhan dinamika ini, satu kesimpulan jadi sangat jelas: eksportir perikanan Indonesia harus melakukan transformasi menyeluruh. Tidak hanya sekadar memenuhi permintaan pasar, tetapi juga untuk mempertahankan relevansi dan keberlanjutan jangka panjang.

Kita perlu berpindah dari cara pikir berbasis volume ke cara pikir berbasis mutu. Dari sekadar menjual ikan, menjadi penyedia produk laut tropis yang berkelas dunia. Dari pasar domestik ke pasar global yang cerdas, ketat, namun menjanjikan.

“Asli Laut Indonesia” bukan sekadar label. Ia harus menjadi simbol kualitas, ketelusuran, dan tanggung jawab ekologi—produk laut masa depan yang berakar di laut nusantara, tapi berlayar sampai ke meja makan Eropa.

Tentang Dr. Suhana, S.Pi, M.Si

Dr. Suhana adalah akademisi dan pakar kebijakan ekonomi kelautan yang saat ini menjabat sebagai Dosen di Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta (UTM Jakarta). Ia juga dipercaya sebagai Kepala Riset dan Kebijakan Ekonomi Kelautan di Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, sebuah lembaga yang fokus pada pengembangan strategi maritim berbasis ilmu pengetahuan dan kearifan lokal.

Dengan latar belakang pendidikan yang kuat di bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan, Dr. Suhana menempuh studi sarjananya di Institut Pertanian Bogor (IPB), dan kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di bidang Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika di kampus yang sama. Fokus keilmuannya menggabungkan pendekatan ekonomi, kebijakan publik, dan pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan.

Sebelum aktif di dunia akademik, Dr. Suhana pernah mengemban amanah sebagai Tenaga Ahli Anggota DPR RI untuk dua periode (2004–2009 dan 2009–2014). Pengalaman tersebut memperkuat perspektifnya dalam menjembatani dunia kebijakan dan kepentingan masyarakat pesisir serta sektor perikanan nasional.

Dr. Suhana dikenal aktif menulis, berbicara dalam berbagai forum nasional maupun internasional, serta memberikan masukan strategis terkait ekonomi biru, ekspor produk laut, dan transformasi sektor kelautan Indonesia. Pandangannya yang tajam dan berbasis data menjadikannya salah satu tokoh penting dalam wacana pembangunan maritim Indonesia kontemporer.

Sumber data utama: