Mini Farm’ta, Inisiatif Kemandirian Pangan dari Halaman Rumah

  • Whatsapp
Fahmid Mappa (dok: Pelakita.ID)

Di sisi lain, modal awal kandang dan biaya operasional masih sulit dijangkau oleh banyak keluarga terutama di lorong-lorong rentan seperti di pesisir dan daerah slum. Perlu skema program kolaboratif baik berbasis APBD maupun investor swasta dan komunitas. 

PELAKITA.ID – Fahmid Mappa, alumni Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, hadir sebagai sosok inspiratif di balik lahirnya Mini Farm’ta, sebuah gerakan pemberdayaan masyarakat berbasis budidaya ayam petelur skala kecil di lingkungan rumah tangga.

Dengan semangat inovasi lokal dan gotong royong, Fahmid bersama timnya berhasil menggagas model peternakan mikro yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga berdampak nyata pada ekonomi keluarga.

Diluncurkan pada tahun 2023, Mini Farm’ta lahir dari kolaborasi dengan Pemerintah Kota Makassar dan Dinas Perikanan & Pertanian.

Dalam waktu singkat, inisiatif ini berkembang pesat: hingga pertengahan 2025, lebih dari 47 kandang mini telah tersebar di 14 kecamatan di Makassar, masing-masing dikelola oleh keluarga yang memelihara antara 8 hingga 16 ekor ayam petelur.

Tujuan dari Mini Farm’ta tidak hanya soal produksi telur, tetapi juga membangun kemandirian pangan dari rumah sendiri. Program ini terbukti membantu menekan pengeluaran harian, menciptakan peluang ekonomi, serta menumbuhkan semangat wirausaha—terutama di kalangan anak muda.

Fahmid tak berhenti di sana. Ia aktif membina komunitas petani dan mahasiswa, menyebarkan semangat “belajar sambil berbuat” untuk membuktikan bahwa ilmu peternakan dapat diterapkan secara nyata demi menjawab tantangan ketahanan pangan di tingkat lokal.

Mini Farm’ta bukan sekadar proyek, tapi cermin perubahan dari bawah—di mana halaman rumah bisa menjadi pusat produksi, pendidikan, dan harapan. Sekaligus inovasi untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat kota.

Dari paparan Fahmid Mappa terkait Mini Farm’ta di Forum Entrepreneurship Alumni Unhas teridentifikasi sejumlah inspirasi sekaligus tantangan.

Meski telah menunjukkan dampak positif bagi ketahanan pangan keluarga, di balik semangat gotong royong dan inovasi lokal, terdapat empat tantangan utama yang perlu diatasi agar program ini dapat berkelanjutan dan berkembang lebih luas sebagaimana disampaikan oleh Fahmid dan juga penanggap.

Mukhlis Amans Hady misalnya mengingatkan pentingnya soal pakan bagi ternak ayam. Lalu terkait mindset warga kota tentang keberlanjutan program bantuan oleh pemerintah hingga perlunya ruang untuk penempatan unit usaha.

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu menjadi cermatan.

Pertama, kendala ruang, infrastruktur dan distribusi. Akses terhadap pakan, bibit, dan logistik antar kecamatan masih belum merata terutama yang jauh dari Makassar seperti pulau-pulau.

Kedua, keterbatasan literasi dan kapasitas sumber daya manusia. Sebagian besar peserta program bukan peternak profesional. Mereka membutuhkan pelatihan teknis dan pendampingan bisnis agar kandang tetap produktif dan menguntungkan.

Ketiga, gap teknologi dan pendanaan. Minimnya alat pemantau sederhana dan terbatasnya akses internet membuat integrasi digital farming belum optimal.

Di sisi lain, modal awal kandang dan biaya operasional masih sulit dijangkau oleh banyak keluarga terutama di lorong-lorong rentan seperti di pesisir dan daerah slum. Perlu skema program kolaboratif baik berbasis APBD maupun investor swasta dan komunitas.

Keempat, distribusi dan nilai ekonomi produk masih informal. Belum adanya koperasi atau agregator memperlemah rantai pasok dan peran ekonomi kolektif. Situasi ini juga menyulitkan upaya mengendalikan inflasi pangan lokal secara terstruktur.

Meski begitu, Mini Farm’ta tetap menjadi contoh nyata bagaimana solusi sederhana bisa menjadi jalan menuju kemandirian pangan dan ekonomi.

Tantangan-tantangan ini justru membuka ruang kolaborasi lebih luas antara komunitas, pemerintah, dan sektor swasta untuk memperkuat inisiatif yang tumbuh dari halaman rumah.

Ide Mini Farm’ta ini sangat relevan dengan gagasan mandiri pangan ala Pemerintah serta stimulus pangan untuk program Makan Bergizi Gratis hingga pencegahan stunting.

Ayooo siapa tertarik?

Redaksi