Bupati Chaidir Syam: “Foto Dulu”

  • Whatsapp
Bupati Maros nampak cerita menerima kunjungan Founder Pelakita.ID

PELAKITA.ID – Setelah menikmati racikan kopi 7:3 ala Hometown Kopizone dan menghabiskan setengah hari lebih di kedai kopi fenomenal di jantung Makassar itu, Rabu, 18 Juni 2025, saya pun bergegas ke arah timur—ke Butta Salewangang—bersama salah satu tokoh kunci Partai Gerindra Sulsel.

Tak perlu saya sebut namanya. Yang jelas, dia bukan orang biasa.

Dengan lirih dia berbisik sesuatu di telinga saya, lalu memberi kode ke arah parkiran.

“Janganmi lewat tol, dih. Kita lewat Perintis saja, santai-santai toh.”

Itu yang saya ingat ketika kami meninggalkan Kopizone yang mulai dihiasi nyanyian malam. Maklum, Rabu malam adalah Rabu Nyanyian—malam musik akustik dan puisi-puisi ringan.

Kami menyusuri Jalan Abdullah Daeng Sirua, lalu merayap santai di Jalan Perintis Kemerdekaan. Perjalanan itu terasa menyenangkan. Di sepanjang jalan, ia bercerita tentang IMMIM tahun 80-an, tentang semangat pergerakan mahasiswa Unhas, juga tentang bagaimana alumni IMMIM berjuang mempertahankan persahabatan, solidaritas, dan ukhuwah.

Saya duduk di sampingnya, menyimak, mengangguk-angguk, kadang tertawa, dan beberapa kali tertegun mendengar kisah-kisah yang ia bagi. Ia—anak dari seorang polisi—mengaku bahwa masa mudanya penuh ujian. Pahit, getir, tapi membentuknya menjadi siapa dia hari ini.

Sampai di situ saja saya bisa cerita. Selebihnya, tidak elok ditulis di sini.

Pendek cerita, kami tiba setelah hampir satu jam perjalanan. Sebenarnya, pertemuan dengan Bupati Maros, Andi Syafril Chaidir Syam, belum dikonfirmasi. Pesan WhatsApp saya belum dibalas.

Tiba-tiba, pria di sebelah saya berkata,

“Bapak duduk dekat Bupati. Saya cuma menemani.”

Tak lama kemudian, Chaidir muncul dengan senyum ramah.

“Maaf, Kak. Baruka tiba ini—dari Semarang,” katanya sembari menyambut hangat.

Ia tampak santai, segar, sepertinya baru potong rambut.

“Ada tamu dari PAN juga,” ujarnya. Hanya saja, sambungnya, pesawat mereka delay empat jam. Maka, kami pun yang diterima lebih dulu malam itu.

Chaidir lalu mulai bercerita tentang perkembangan pendirian koperasi. Ia menjelaskan bahwa Maros telah memenuhi target pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Kini, menurutnya, ada kebijakan baru yang mengaitkan pendirian koperasi dengan pencairan dana desa.

“Ada ketentuan baru, Kak,” ucapnya, serius.

Obrolan malam itu mengalir—hangat dan bernas.

Tiba-tiba, belum lama kami duduk, Chaidir memanggil ajudannya.

“Foto dulu,” katanya.

Dia yang minta difoto.

Dan di momen itu, kami merasa bangga.


Kamaruddin ‘Denun’ Azis, founder Pelakita.ID