PELAKITA.ID – Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Dengan populasi yang kini melebihi 280 juta jiwa, kebutuhan pangan, terutama beras, terus meningkat setiap tahunnya (BPS, 2023).
Meski demikian, persoalan ketahanan pangan tidak hanya soal kuantitas, melainkan juga kualitas dan distribusi.
Lebih dari 9,5% penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan (BPS, 2024), dan angka stunting pada balita yang mencapai 21,6% menjadi peringatan keras akan pentingnya perbaikan gizi dan akses pangan yang merata (BPS, 2024).
Selain itu, berbagai hambatan seperti laju konversi lahan pertanian yang cepat, keterbatasan akses petani terhadap pembiayaan, teknologi, dan pasar, serta dampak perubahan iklim, semakin memperumit upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan (Sugianto, 2023).
Oleh sebab itu, diversifikasi pangan menjadi strategi kunci, termasuk mencari alternatif karbohidrat selain beras. Hal ini sejalan dengan visi ASTA CITA Presiden dan Wakil Presiden yang menekankan pentingnya kemandirian bangsa melalui swasembada pangan dan ekonomi berkelanjutan.
Paparan di atas disampaikab Prof Dr Sudirman Numba, M.Si pada saat pengukuhan guru besar pertanian UMI di Kampus UMI, Sabtu, 31 Mei 2025.
Dimensi Pengembangan Kentang Industri
Menurut Sudirman, salah satu alternatif yang menjanjikan adalah pengembangan kentang industri, khususnya varietas CP3.
Kentang ini tidak hanya kaya nutrisi—mengandung vitamin C, B6, kalium, dan serat yang penting untuk kesehatan—tetapi juga sangat fleksibel dalam pengolahan menjadi produk makanan olahan maupun bahan baku industri pangan (Cindowarni dan Damsir, 2023).
“Kentang CP3 menjadi solusi strategis yang dapat mengurangi ketergantungan pada beras, sekaligus mendukung pertumbuhan industri pangan nasional,” ujar Sudirman.
Dikatakan, dengan potensi ekspor dan sebagai tanaman cash crop, kentang juga menawarkan peluang ekonomi yang signifikan bagi petani dan pelaku usaha.
“Jika didukung riset dan inovasi yang berkelanjutan, Indonesia berpeluang menjadi pusat unggulan kentang tropis, yang tidak hanya memperkuat ketahanan pangan nasional tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif dan industri pengolahan,” jelasnya.
Dia juga menyebut berbagai metode telah dikembangkan dalam riset pemuliaan dan perbanyakan kentang, mulai dari teknik konvensional seperti analisis morfologi dan fisiologi, hingga teknologi bioteknologi seperti penggunaan marker molekuler RAPD, hibridisasi somatik, dan mutasi radiasi (Aiman dkk., 2023).
Teknik kultur jaringan menjadi terobosan penting untuk menghasilkan bibit unggul bebas penyakit secara cepat dan massal (Munggarani, 2019).
Prinsip totipotensi sel yang menjadi dasar kultur jaringan menegaskan bahwa setiap sel tanaman mampu berkembang menjadi tanaman utuh, sebuah proses biologis yang juga tercermin dalam ayat Al-Qur’an yang menjelaskan penciptaan manusia dari satu sel (QS. Al-Insan [76]:2).
“Aklimatisasi plantlet dari laboratorium ke lingkungan lapang adalah tahap krusial yang membutuhkan media tanam kaya bahan organik dan pengaturan nutrisi optimal agar pertumbuhan umbi mini G0 dan G1 berhasil (Putra dkk., 2023; Yanti dkk., 2022),” ucap Sudirman.
Dia juga menegaskan, dari sisi spiritual, upaya ini sejalan dengan peran manusia sebagai khalifah yang ditugaskan menjaga bumi dan mengelola sumber daya secara produktif dan berkelanjutan (QS. Al-Baqarah:30; QS. Adz-Dzariyat:56).
“Produksi benih kentang generasi awal dilakukan di rumah kasa untuk memastikan kualitas dan kesehatan tanaman, dengan varietas IPB CP3 sebagai hasil inovasi yang mampu beradaptasi dengan dataran sedang (Direktorat Riset dan Inovasi IPB, 2022). Proses perbanyakan melalui stek telah terbukti efektif dan didukung nilai spiritual, di mana menanam tanaman adalah bentuk sedekah yang membawa keberkahan (Husen dkk., 2018),” paparnya.
Penanaman langsung umbi G0 di lapangan juga telah mempercepat produksi generasi G1, mendukung suplai kentang konsumsi dan industri yang semakin besar (Numba, 2025).
“Prospek kentang CP3 dalam industri pengolahan kentang goreng, tepung, dan produk UMKM sangat luas dan mampu mengurangi ketergantungan impor, sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional (Numba dkk., 2025),” jelasnya.
Hasil Panen dan Panggilan untuk Kolaborasi
Pada orasinya, Sudirman Numba menegaskan hasil panen kentang dari bibit G0 menunjukkan produktivitas tinggi dengan hasil mencapai 25–30 ton per hektar, memenuhi standar kebutuhan industri makanan cepat saji seperti KFC dan McDonald’s (Numba dkk., 2025).
“Keberhasilan ini membuka peluang kerja sama multipihak antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, petani, pelaku UMKM, dan industri pengolahan, yang sangat penting dalam membangun sistem pertanian berkelanjutan. Kolaborasi ini mencakup pemuliaan varietas, kultur jaringan, aklimatisasi, hingga pengolahan industri, yang selaras dengan semangat “Kampus Berdampak” dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM),” terangnya.
Dia menilai, kerja sama ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga memperkuat ekosistem pertanian dan ekonomi pangan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Pengembangan kentang industri juga membuka ruang sinergi yang luas antara perguruan tinggi dengan berbagai pemangku kepentingan,” sebutnya.
Kerja sama riset dan pengembangan varietas kentang yang cocok di dataran sedang, optimalisasi laboratorium kultur jaringan di perguruan tinggi dan dinas pertanian, serta produksi umbi bibit bersama pemerintah daerah di wilayah dataran tinggi, adalah beberapa peluang yang sangat strategis.
Selain itu, kolaborasi dalam produksi kentang konsumsi dan pengembangan UMKM dengan pelaku usaha pasar modern dan restoran cepat saji memperkuat rantai nilai kentang industri agar dapat terserap dengan baik di pasar.
Pendekatan ini mendukung tidak hanya aspek produksi tetapi juga distribusi dan pemanfaatan produk kentang industri secara optimal.
Provinsi Sulawesi Selatan bersama Indonesia secara umum memiliki potensi besar dalam mengembangkan kentang sebagai alternatif pangan non-beras yang strategis, sekaligus mempercepat swasembada beras.
“Keberhasilan menuju visi Indonesia Emas 2045 sangat bergantung pada sinergi erat antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, pelaku usaha pangan, dan petani kentang,” ucap Sudirman.
“Dengan kolaborasi yang kuat dan inovasi berkelanjutan, pengembangan kentang industri dapat menjadi salah satu pilar utama ketahanan pangan nasional, membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan,” pungkasnya.
Editor: Denun