PELAKITA.ID – Bismillahirahmanirrahim. Mohon izin para pencinta atau tokoh Partai Golkar, perkenalkan, saya Nuntung, ayah saya almarhum Azis Dg Salle diehard Golkar di Galesong.
Dengannya saya amat sering berbincang bahkan ‘baku gea’ tentang mengapa beliau doyan Golkar, apa saja harapan-harapannya dan apa yang telah diperolehnya dari Partai Golkar selama kepemimpinan Burhanuddin ‘Haji Bur’ Baharuddin di Takalar. Inilah alasan mengapa saya perlu menulis juga tentang Partai Golkar itu.
Beberapa respons substansial almarhum bapak, ada di sejumlah uraian berikut.
Golkar selalu istimewa
Tidak bisa dipungkiri, Partai Golkar memiliki tempat yang sangat istimewa di panggung politik Sulawesi Selatan. Sejak era Orde Baru, partai ini telah membangun akar yang kuat di masyarakat melalui jaringan tokoh adat, agama, dan birokrasi.
Warisan sejarah panjang, ditambah budaya patronase yang masih kental di sejumlah daerah, membuat Golkar bukan sekadar partai politik, melainkan bagian dari denyut kehidupan sosial-politik masyarakat Sulsel.
Penulis ingat bagaimana seorang veteran pengikut Kahar Muzakkar di Galesong yang aktif mengkampanyekan Partai Golongan Karya, menyampaikan betapa pentingnya Pemerintah Soeharto dibantu kala itu melalui partai, sehingga kami dihimbau untuk memilih Golkar pada tahun 80-an akhir.
Itu ingatan pertama tentang sejarah Golkar di Galesong.
Waktu berlalu, penguasa berganti, Golkar tetap tampil dengan fleksibilitasnya dalam merangkul berbagai kalangan, dari elit hingga akar rumput, menjadikan Golkar tetap relevan di tengah gempuran zaman dan munculnya kekuatan-kekuatan politik baru.
Dari Oder Baru, hingga masuk ke nama-nama beken seperti JK, Fadel Muhammad, Nurdin Halid, jadi pemberi corak timeline penulis tentang Golkar.
Daya tarik kader
Begitulah. Jadi, saat menenjelang Musyawarah Daerah (Musda) Golkar Sulsel yang dijadwalkan pada Agustus 2025 tentu akan sangat menarik jika bisa memberi pandangan atau setidaknya analisis untuk bagaimana partai itu tetap eksis dan menjadi lebih kuat dan berdaya guna ke depan untuk perbaikan nasib bangsa, apalagi suasana politik internal mereka mulai menghangat.
Sejumlah figur mencuat sebagai calon Ketua DPD I, masing-masing membawa modal politik yang berbeda. Ada Ilham Arif Siradjuddin, Adnan Purichta Ichsan, Taufan Pawe, Rahman Pina, hingga Munafri Arifuddin.
Bahkan Munafri bisa jadi sosok kunci karena telah sukses mengangkat performa Golkar di Makassar dan memenangkan Pilwalkot bersama Aliyah Mustika Ilham.
Ketokohan Ilham Arief Sirajuddin juga kembali diperbincangkan berkat rekam jejaknya sebagai Wali Kota Makassar dua periode. Dari lingkup nasional, beberapa nama seperti Nurdin Halid, Supriansa, Hamka B. Kady, hingga sosok Muhammad Fawzi tetap perlu diperhitungkan.
Di sisi lain, ada nama-nama yang tak kalah menarik. Siapa lagi kalau bukan Andi Ina Kartika Sari, Bupati Barru dengan pengalaman panjang di DPD Golkar Sulsel, belum lagi gen Golkar dan loyalitasnya yang sudah teruji.
Lalu ada Kadir Halid yang telah lama berkecimpung di DPRD Sulsel dan organisasi partai, Taufan Pawe, sang petahana, masih menyimpan kekuatan meski diterpa sorotan atas hasil pemilu 2024.
Jangan pandang enteng kekuatan Rahman Pina hingga Patahuddin di Luwu Raya. Keduanya dapat memperkaya peta persaingan dengan kekuatan lokal dan pengalaman legislatif.
Jadi hemat penulis, Musda kali ini bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi menentukan arah, soliditas, dan karakter Golkar Sulsel untuk lima tahun ke depan.
Kinerja TP
Ada baiknya melihat ulang kepemimpinan Taufan Pawe untuk bisa punya jejak menatap masa depan Partai Golkar di Sulsel.
Bersama TP, Golkar Sulsel mencatat peningkatan jumlah kursi di DPRD dari 13 menjadi 14 pada Pemilu 2024. Namun angka tersebut dianggap belum cukup untuk mempertahankan posisi strategis seperti Ketua DPRD Sulsel yang kini direbut Partai NasDem.
Di beberapa daerah, posisi ketua DPRD yang dulunya dipegang Golkar juga berpindah tangan. Meski begitu, partai ini masih kokoh di sejumlah wilayah, seperti Luwu Utara, Toraja, Parepare, dan Selayar, membuktikan bahwa kekuatan Golkar belum sepenuhnya surut.
Hasil ini memantik evaluasi dari DPP Golkar yang meminta pertanggungjawaban Taufan Pawe atas menurunnya capaian strategis partai.
Penulis setuju Wakil Ketua DPD I Rahman Pina yang menegaskan bahwa soliditas partai tetap terjaga dan menekankan pentingnya konsolidasi untuk menatap masa depan.
Kita juga lihat, TP tak tinggal diam. Ia aktif menggelar kegiatan konsolidatif seperti Safari Ramadan dan memperkuat peran organisasi sayap partai seperti AMPG, KPPG, dan Pemuda Golkar sebagai elemen penting pembinaan kader.
Jadi, momentum Musda menjadi krusial dalam menentukan masa depan partai. Lebih dari sekadar pemilihan struktur baru tetapi mengkonsolidasi kekuatan, pembelajaran sosial politik dan tentu saja saling meneguhkan untuk memajukan partai, bukan sebaliknya.
Musda merupakan ruang kolektif untuk menyegarkan semangat partai dengan mengedepankan jiwa besar, solidaritas, dan spirit membangun, mengevaluasi pencapaian, dan menyusun strategi menghadapi tantangan yang semakin kompleks.
Di sinilah kekuatan atau nilai strategis Musda Golkar terlihat sebagai barometer denyut organisasi, menyatukan visi dari seluruh pengurus kabupaten/kota dan menetapkan sikap politik dalam menghadapi dinamika lokal maupun nasional.
Tahun-tahun ke depan tentu tidak akan mudah bagi Golkar Sulsel. Kompetisi politik akan semakin ketat, dan loyalitas publik semakin dinamis.
Apalagi sejumlah elite di Sulsel tidak berkorelasi langsung dengan misalnya Gubernur, Wakil Gubernur. Belum lagi ’pemegang rincik’ kepala Daerah yang super kuat dominasnya, Gerindra dan Nasdem.
Jadi, hemat penulis, konsolidasi internal menjadi keharusan bagi Partai Golkar untuk melihat posisi mereka dan membaca masa depan.
Saatnya mereka memunculkan kesadaran baru atas tantangan yang mereka hadapai dan pasang kuda-kuda atas dimensi sosial politik yang ada, lokal hingga nasional bahkan internasional.
Penulis kira, menghidupkan kembali komunikasi lintas faksi, memperkuat simpul di akar rumput, serta menyiapkan kader-kader muda menjadi langkah vital agar partai tidak hanya bertahan, tapi juga kembali menjadi pelopor perubahan.
Selain konsolidasi, langkah lain yang tak kalah penting adalah reposisi politik. Golkar perlu memodernisasi pendekatan politiknya—berbasis data, isu, dan kebutuhan masyarakat.
Partai ini juga harus membuka ruang lebih besar bagi tokoh-tokoh baru dengan energi segar yang bisa menjawab tantangan zaman, tanpa melupakan kekuatan tradisional yang selama ini menjadi tulang punggungnya.
Jika berhasil membaca arah zaman dan mengelola kekuatan internal secara efektif, masa sulit yang membentang di depan justru bisa menjadi titik balik kebangkitan. Golkar Sulsel punya semua modal itu.
Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian untuk berubah dan kepemimpinan yang mampu menyatukan semua potensi. Tentu syarat utamanya, Musda harus berlangsung demokrasi, aman dan nyaman untuk semua.
Denun, Tamarunang, 4 Maret 2025