Banggar itu sudah sendiri, melakukan korupsi sebelum RUU itu dibahas. – Ostaf Al Mustafa
PELAKITA.ID – Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mengancam akan memperkarakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bila tidak segera mencabut pernyataannya soal anggota DPR sebagai makelar kasus.
Pernyataan Mahfud tersebut disampaikan dalam rapat pembahasan dugaan transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Sering di DPR ini aneh. Kadangkala marah-marah gitu, nggak tahunya markus dia. Marah ke Jaksa Agung, nanti datang ke kantor Kejagung titip kasus,” kata Mahfud dalam rapat.
Sebelumnya dalam rapat dengan anggota Komisi III DPR RI, Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan, jika saja dia bisa menyebut nama yang terlibat, jangan-jangan ada orang yang terlibat kasus transaksi mencurigakan dan orangnya juga ada di forum rapat tersebut.
Soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan, Mahfud MD menegaskan apa yang diutarakan selama ini ke publik bukan membuka data pribadi terduga, melainkan hanya menyampaikan angka agregat agar bisa ditindaklanjuti.
Mahfud MD yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNK-PP-TPPU) berujar, bila data agregat yang dipegangnya dibuka, bisa jadi orang yang menjadi terduga ada di ruangan tersebut.
“Kalau mau buka-bukaan, ayolah. Di sini ada yang bisa dibuka, ada yang agregat gak bisa nyebut nama. Kalau menyebut nama jangan-jangan ada orangnya di sini juga,” ucap Mahfud dilihat dari kanal YouTube resmi DPR RI, Rabu (29/3/2023).
“Di ruangan sana jangan-jangan yang ada nama sini,” tambahnya sambil mengetuk bundel tebal yang dibawa. Menkopolhukam itu menjelaskan, ketentuan tidak boleh menyebut data sudah jelas ada aturannya.
Hal itu kalau menyangkut identitas seseorang, nama perusahaan, nomor akun, profil entitas terkait transaksi, pihak terlapor, nilai, tujuan transaksi dan sebagainya. “Saya nggak nyebut apa-apa, hanya nyebut angkat agregat ok,” jelasnya.
“Oleh sebab itu kita harus bersama bersikap sejajar, saling menerangkan, berargumen, tidak boleh ada yang satu menuding yang lain seperti polisi memeriksa copet,” tambahnya.
Menurutnya, pemerintah bisa melakukan tindakan saling buka data seperti yang dilakukannya beberapa waktu lalu soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
Selanjutnya mengenai legal standing bolehkan Menko Polhukam membuka data pencucian uang ke publik sebagaimana yang dipersoalkan Benny K Harman, Arteria Dahlan, Arsul Sani dkk di Komisi III DPR RI, dijawab Mahfud dalam kesempatan itu.
Dijelaskannya bahwa kasus transaksi janggal Rp 349 triliun yang diumumkan beberapa waktu lalu adalah bersifat agregat.
“Jadi, perputaran uang tidak menyebut nama orang, tidak menyebut nama akun. Itu tidak boleh, agregat,” jelas Mahfud.
Sementara yang sudah disebut namanya hanya mereka yang sudah menjadi kasus hukum seperti Rafael Alun Trisambodo, Angin Prayitno dan nama-nama lain.
Sosodara, seperti itu contoh bagaimana negara bersoal di pengelolaan keuangannya. Negara disebut ikut andil dalam pencucian uang.
Tanggapan WAG Kolaborasi
Pasca silang pendapat antara Mahfud MD dan Arteria Dahlan, publik mendapat informasi tentang berapa besarnya kerugian negara jika benar adanya korupsi berjamaan. Ada yang menyebut nilainya mencapai 300 triliun, ada juga 349 triliun.
Terlepas dari pro kontra dan.beda data Mahfud vs Sri Mulyani terkait kejanggalan transaksi, ada tabir yang selama ini ditutup rapat, sekarang terbuka ke publik.
Persoalannya, bisakah tiga pilar hukum yang ada saat ini menggerakan Pedang Keadilannya mengusut dan menebas pada pengemplang uang rakyat itu? Bisakah KPK atau Kejaksaan Agung menyeret semua pelaku ke meja hijau. Demikian pula polisi.
Atau itu hanya jadi tontonan, decak kagum, kejengkelan berjamaan pada sosok seperti Arteria, atau hanya akan terhenti pada perdebatan semu? Toh semua orang tahu, seorang Mahfud MD adalah aktor lama di lingkar Pemerintahan Jokowi.
“Yang pasti, bola liar ada di penegak hukum,” tulis Syamsir Anchi, anggota WAG Kolaborasi Alumni Unhas pada obrolan terkait ‘Pemikiran Hukum dan Praktik Demokrasi, Senin, 3/4/2023.
Silang sengketa data, dana dan perang kata antara Mahfud MD dan DPR RI melalui seorang Arteria bagi Acram Mappaona Azis belumlah kuat sebagai informasi. “Data yang disampaikan masih bias, apakah sudah temuan TPPU, atau masih analisa dugaan TPPU?” tanggapnya.
Menurut dia, sekalipun sudah TPPU, kewenangan ada di Penyidik Polri, kecuali sudah ada indikasi korupsi, masuk kewenangan KPK, Kejaksaan, dan Polri.
Banyak institusi
Dia juga menyebut yang masih problematika, karena ada satu jenis tindak pidana, namun terdapat tiga institusi yang memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan
“Ini masalah serius dalam penegakan hukum, dan cenderung menjadi bagi-bagi jatah perkara Tipikor,” tegasnya.
Masalah serius lainnya menurut Acram adalah perihal mengetahui ada sesuatu yang berpotensi bahaya, persoalan, kasus, tapi tidak melaporkan ya kena delik juga
“Kejaksaan berwenang, inipun ada tiga level, Kejari, Kejati, Kejagung, padahal UU Kejaksaan hanya menyebutkan Jaksa Agung dalam Hal Tindak Pidana Korupsi itu terkait Sipil dan Militer. Polri pun demikian, ada Polres, Polda, Bareskrim,” tambah Acram.
Meski pun begitu, ada pertanyaan kritis yang disampaikan Syamsir Anchi. “Data ini apakah tidak cukup untuk diselidiki sebagai dugaan TPPU yang lebih ngeri daripada kasus korupsi?”
Apalagi, lanjut Anchi, informasi itu bisa menjadi bagian dari kerja-kerja PPATK, dalam menelusuri tiap transaksi yang mencurigakan di tengah banyaknyaa modus atau laku ambigu para aktor dan institusi.
Terkait itu, Acram Mappaona Azis menimpali bahwa seringkali materi eksepsi kewenangan dimentahkan.
“Berdasarkan Teori Andi Hamzah, yang menyebutkan, aspek formil, tidak menghilangkan perbuatan materiil. TPPU bisa tanpa predikat crime, jika si pemangku harta tidak bisa membuktikan harta tersebut diperoleh secara halal, tidak melawan hukum. Ini pembuktian terbalik,” tambah Acram.
Berkaitan PPATK, Acram menyebut dalam praktiknya, sepengetahuannya PPATK ini bekerja masih manual, hanya memantau transaksi di atas 500 juta. “Itu jika dilaporkan oleh Penyedia Jasa Keuangan,” imbuhnya.
Bagi Anchi apa yang terjadi antara Mahduf MD dan Arteria yang sempat ‘keceplosan’ menyebut ada beberapa kasus yang ditutup-tutupi demi kebaikan bersama harusnya bisa direspon dengan memastikan PPATK, Mahfud MD, OJK, lalu KPK ikut mengecek aliran proses dan dana itu.
“Karena ini kewenangan juga untuk bisa masuk penyelidikan mengusut kasus ini,” ujar Anchi.
Dia menyebut perlunya tindakan itu sebab jauh sebelumnya, sesuai pernyataan Sri Mulyani, dari tahun 2007 menurut ibu Sri Mulyani sudah terjadi transaksi ini, sementara versi Mahfud tahun 2009.
“Yang pasti, sampai sekarang masih sebatas wacana, belum ada progres. Istilahnya masih main gertak-gertakan,” lanjut Anchi.
Memahami konstalasi
Demi menjelaskan posisi negara, perusahaan atau obyek cukai atau pajak, Acram Mappaona Azis menyatakan negara kalau tidak punya uang, ada tagihan cukai rokok atau bea import yang ditagih di depan, berdasarkan proyeksi satu tahun.
Dia menjelaskan, di situ, Kemenkeu bisa minta perusahaan rokok bayar di depan, dan jika kurang ditagih, jika lebih direstitusi
Salah satu pertimbangan karena postur APBN itu angka, belum ada duitnya semua masih asumsi. Masih perlu diverifikasi.
Acram menyebut praktik kecilnya di daerah, biasanya untuk SPPD, pinjam-pinjam dulu, nanti ada dana baru dibayarkan. Jika benar, maka wajar, ada cukong-cukong yang lebih berkuasa di Republik.
“Gak fiktif, tapi kadang tidak logis, dari Kabupaten ke Propinsi Supervisi, atau sebaliknya. Nyatanya stempel SPPD bertukar oleh-oleh. Ini semua praktik di depan mata telanjang,” ujar Acram. Realitas itu bisa dilihat kalau ada barter ole-ole.
“Bisa mampir di Makassar Handycraft atau sekadar otak-otak sebelum ke airport,” tambahnya.
Bagi Ostaf Al Mustafa, nilai 300 triliun seperti yang menjadi silang sengketa selama ini seperti membangunkan segenap bangsa Indonesia, tentang uang sejumlah 300 triliun yang diduga sebagai upaya pencucian uang. Uang besar, yang melibatkan Kementerian Keuangan,” terang Ostaf.
Bagi Acram, bisa jadi kasus atau angka 300 triliun itu sebagai transaksi jurnal, di rekening Kas Negara.
“Penerimaan Negara biasanya menyeberang tahun. Contoh kecil itu renum awal tahun terlambat, gaji honor bulan 3 baru bisa dibayar,” dalih Acram.
Dimensi hukum keuangan negara
Apapun itu, bagi Ostaf Al Mustafa, yang masih problematika adalah karena ini berpotensi satu jenis tindak pidana namun terdapat tiga institusi yang memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Hal yang bisa jadi ‘berhenti’ di halte-halte tertentu. Bisa jadi selesai di halte satu, halte dua, halte tiga tergantung alasan atau bukti yang diberikan.
Pernyataan menarik disampaikan pengaraca lainnya, Anwar Ilyas. Dia mengaku belum menemukan pemikiran sederhana bagaimana negara ini harus memulai revolusi di bidang keuangan.
“Tidak hanya berdendang untuk mengusut yang ratus-ratus triliun itu, menurut saya mungkin ribuan triliun yang sudah dimainkan,” sebutnya.
Hukum keuangan negara adalah segala kaidah hukum yang berhubungan dengan penggunaan dan pengelolaan keuangan negara yang sudah tertulis dalam macam-macam perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintahan tentunya memiliki landasan hukum, begitu juga dengan landasan hukum keuangan negara.
Pengertian dari hukum keuangan negara hingga saat ini sangatlah banyak. Mulai dari UU, para pakar dan lain sebagainya. Berikut ini adalah beberapa pengertian dari berbagai sudut pandang:
Admin membuka kamus Hukum dan menemukan penjelasan sebagai beriku:
Pengertian umum. Hukum keuangan negara adalah sekumpulan dari kaidah hukum yang sudah tertulis dalam UU yang mengatur tentang hak dan kewajiban negara yang dinilai dengan uang.
Menurut Geodhart, hukum keuangan suatu negara adalah keseluruhan dari isi undang-undang yang telah ditetapkan secara periodik dengan memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk melaksanakannya. Periode yang dimaksud di sini adalah periode tahunan dan alat yang digunakan untuk mengatur pembiayaan negara.
Sementara menurut Van der Kemp, Keuangan Negara merupakan seluruh hak yang dinilai dengan uang, segala sesuatu yang berupa uang ataupun barang nantinya dapat dijadikan sebagai kekayaan dan menjadi milik negara.
Berdasarkan undang-undang, hukum tentang keuangan negara memiliki arti yang didapat dari pendekatan objek, subjek, proses dan tujuannya.
Dari segi objek – keuangan negara merupakan segala hak dan kewajiban yang dapat dinilai dari uang, baik itu kebijakan maupun kegiatan di bidang fiskal, moneter serta pengelolaan kekayaan negara. Kekayaan negara tersebut dapat berupa uang ataupun barang yang masih berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban negara.
Dari segi subjek – keuangan negara dapat dilihat dari seluruh objek yang terdapat dalam pemerintahan tersebut. Baik yang terdapat dalam pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun lembaga negara atau badan lain yang memiliki hubungan dengan keuangan negara.
Dari segi proses – keuangan negara dapat berupa segala rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan objek. Pengelolaan tersebut berupa rumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang tidak sesuai.
Dari segi tujuan – keuangan negara merupakan segala kebijakan, kegiatan dan hukum yang masih berhubungan dengan kepemilikan atau penguasaan terhadap objek sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Perlu advokasi
Apa yang dimaksudkan Anwar itu bagi Syamsir Anchi seperti sebuah reminder, bahwa harus ada upaya advokasi lain untuk menyelamatkan uang dan negara.
“Sayangnya anak-anak muda sibuk memahat batu,” analoginya untuk absennya advokasi dan pembelaan hak-hak rakyat.
“Kayaknya banyak Sarjana Hukum frustasi dan pilih main TikTok,” timpal Acram. “Nihil kemungkinan, sebagaimana banyak oknum pengusaha melaporkan nihil pemasukan demi menghindari pajak,” tanggap Anchi.
Sebelum obrolan berakhir Ostaf Al Mustafa menyorot anggaran yang berlipat-lipat apalagi hingga tahunan, nah pada bagian ini akademisi yang sering atau pernah dilibatkan membuat naskah akademik perlu memberikan testimoni
“Atau Banggar itu sudah sendiri, melakukan korupsi sebelum RUU itu dibahas,” sebut Ostaf.
“Legal corruption.Seolah legal, tapi merugikan negara, termasuk Perpu-Perpu itu potensi jadi pidana, jika terkait keuangan negara. Cuman kita lebih banyak fokus di politik dengan persepsi. Bukan hukum sebagai panglima,” nilai Acram.
Tentang tumpeng tindih dan tanggung jawab multi pihak itu, Syamsir Anchi menyebut seperti kasus narkoba apakah kewenangan BNN atau Polri?
Pendek cerita, yang bisa dimaknai dari obtolan di atas adalah Grand Design Hukum kita memang belum sempurna.
Editor: K. Azis