Indonesia Desak Keadilan Kuota Tuna Sirip Biru di CCSBT 32, Trenggono: Tinjau Ulang Sistem Alokasi

  • Whatsapp
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat memberikan sambutan di peserta Annual Meeting CCSBT 32 di Bali, 6 September 2025 (dok: Pelakita.ID)

PELAKITA.ID – Sidang CCSBT ke-32 ini memiliki arti penting bagi Indonesia. Forum ini menjadi wadah untuk memperkuat upaya bersama dalam menjaga kelestarian dan mengelola sumber daya tuna secara berkelanjutan, sejalan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Demikian pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat memberi sambutan di Annual Meeting Commission for the Conservation of the Southern Bluefin Tuna di Bali, Senin, 6 September 2025.

Ditekankan Trenggono, CCSBT selama ini berada di garis depan dalam memajukan ekonomi biru, memperkuat kerja sama, serta mengadopsi langkah-langkah strategis seperti pengaturan kuota, program kepatuhan, dan inisiatif konservasi.

Indonesia, katanya, menegaskan komitmennya terhadap mandat CCSBT serta terhadap keberlanjutan tuna sirip biru selatan bagi generasi mendatang.

Dijelaskan, sejalan dengan kebijakan reformasi nasional, Indonesia telah mengintegrasikan pertimbangan biologis, ekologis, sosial, dan ekonomi dalam tata kelola perikanan, guna memastikan pendekatan yang seimbang dan berkelanjutan.

Upaya Indonesia difokuskan pada lima prioritas utama:

  1. Memperluas kawasan konservasi laut hingga mencakup 30% perairan Indonesia.

  2. Menerapkan kebijakan penangkapan berbasis kuota dan zonasi perikanan terukur.

  3. Mengembangkan budidaya berkelanjutan dan ramah lingkungan di wilayah pesisir serta perairan laut.

  4. Memperkuat pengelolaan dan pengawasan wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil.

  5. Mengurangi polusi sampah plastik laut melalui partisipasi aktif masyarakat pesisir.

Menteri Trenggono menegaskan, konservasi tetap menjadi inti pendekatan Indonesia terhadap pengelolaan tuna. Sebagai negara pihak, Indonesia berkomitmen untuk memperluas kerja sama konkret, termasuk langkah-langkah konservasi tambahan di wilayah pemijahan.

“Perlindungan ekosistem laut harus menjadi dasar pembangunan. Oleh karena itu, kami mendorong CCSBT memulai dialog tentang peran ekosistem laut dalam menghadapi tantangan baru, termasuk perubahan iklim dan degradasi lingkungan,” jelasnya.

Indonesia juga terus melakukan reformasi tata kelola perikanan nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Kebijakan Penangkapan Berbasis Kuota.

Kebijakan ini bertujuan melestarikan sumber daya laut, meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat lokal, serta memperkuat fondasi pertumbuhan perikanan berkelanjutan.

“Di antara langkah penting yang ditempuh adalah transformasi sistem manajemen berbasis kuota, penguatan pengumpulan data dan infrastruktur pemantauan, pengembangan e-logbook, reformasi sistem observasi yang melibatkan industri, serta pengembangan sistem pemantauan elektronik terintegrasi,” terangnya.

Dia menyebut, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, budaya, ekonomi, dan ketahanan pangan Indonesia sangat terkait erat dengan konservasi serta pemanfaatan berkelanjutan tuna sirip biru selatan.

Sumber daya ini, sebut Trenggono, tidak hanya penting bagi mata pencaharian masyarakat Indonesia, tetapi juga bagi ketahanan pangan global.

“Kami meyakini mandat komisi harus berpijak pada prinsip kesetaraan dan keadilan. Prinsip ini mengingatkan kita bahwa sumber daya tuna merupakan kekayaan bersama, sehingga tanggung jawab dan manfaatnya harus dibagi secara adil,” ujarnya.

Dijelaskan bahwa sebagai negara berkembang yang masyarakatnya bergantung langsung pada sumber daya ini, Indonesia perlu mendapat peran yang lebih besar dalam menetapkan rezim pengelolaan serta akses yang setara.

“Realitas di lapangan menunjukkan bahwa kontribusi dan tanggung jawab Indonesia belum sepenuhnya tercermin dalam alokasi kuota saat ini. Sistem yang berlaku masih belum sepenuhnya mengedepankan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam hukum internasional dan Konvensi CCSBT,” ungkapnya.

Oleh karena itu, ujar Trenggono, Indonesia menegaskan pentingnya komisi untuk meninjau kembali sistem alokasi agar manfaatnya dapat dibagi secara lebih adil dan berimbang.

Kami memahami bahwa kepatuhan adalah hal fundamental, namun mencapainya adalah proses bertahap yang memerlukan kerja sama dan rasa saling percaya.

“Indonesia berkomitmen memperkuat kolaborasi erat dengan seluruh anggota CCSBT. Kami berharap Sidang Tahunan ke-32 ini menghasilkan keputusan yang seimbang, inklusif, dan mencerminkan tanggung jawab bersama kita dalam memastikan keberlanjutan jangka panjang sumber daya tuna sirip biru selatan,” pungkasnya.

Penulis K. Azis