Enaknya Pallubasa Hertasning: Semangkuk Rindu dari Tanah Kuliner Makassar ditulis oleh Ir Muliadi Saleh, alumni IMMIM Makassar dan Agrokompleks Universitas Haasanuddin Jurusan Sosek Pertanian, angkatan 1988.
PELAKITA.ID – Makassar bukan cuma kota pesisir dengan angin garam dan senja jingga di Pantai Losari. Ia juga dikenal sebagai “Tanah Kuliner”, tempat lidah dimanjakan dan perut dimuliakan. Di kota ini, makanan bukan sekadar isi perut—ia adalah cerita, budaya, bahkan identitas.
Dan di antara jejeran kuliner khas yang menggoda, Pallubasa Hertasning berdiri tegak sebagai legenda baru. Semangkuk kuah hangat dengan cita rasa yang kaya dan mendalam, berpadu daging sapi yang empuk, disempurnakan dengan taburan kelapa sangrai yang gurih—menghadirkan rasa yang bukan cuma lezat, tapi penuh kenangan.
Pallubasa bukan Coto, bukan Konro. Ia punya jalan sendiri. Kuahnya kental, bumbunya pekat, dan aromanya—ah, itu aroma yang bisa membuat siapa pun lupa diet.
Apalagi saat disandingkan dengan kuningnya telur ayam kampung, meleleh dalam panas kuah, menyatu dalam harmoni rasa yang sukar dijelaskan dengan logika. Hanya bisa dirasakan… dan dirindukan.
Hertasning bukan hanya nama jalan di Makassar, tapi kini menjadi nama rasa. Orang menyebut Pallubasa Hertasning, dan semua sudah paham: ini bukan sembarang pallubasa. Ini yang antreannya kadang mengular, yang tempat duduknya cepat penuh, yang membuat para perantau diam-diam menghela napas karena rindu.
Di tanah yang menyatukan Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja ini, makanan seperti pallubasa adalah simpul budaya.
Ia menyatukan tawa, obrolan ringan, hingga diskusi berat tentang politik dan masa depan. Di atas meja sederhana, semangkuk pallubasa bisa jadi pengantar silaturahmi, bahkan rekonsiliasi.
Karena di Makassar, kuliner adalah bahasa yang semua orang mengerti. Dan Pallubasa Hertasning adalah salah satu kalimat paling lezat yang pernah diucapkan.
-Moel’S@13042025-