PELAKITA.ID – Di ujung timur Provinsi Jawa Timur, tersembunyi sebuah pulau kecil yang sunyi, jauh dari hiruk-pikuk wisata massal maupun gegap gempita pembangunan kota. Namanya Pulau Sakala.
Di pulau ini terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Surya, 5 sekolah, lapangan sepak bola dan bulutangkis banyak perkebunan sawit dan di Semenanjung ini ada ujung paling timur Provinsi Jawa Timur. Titik ini sebenarnya lebih Timur dari titik paling timur Provinsi Bali yaitu Gili Selang.
Terletak di wilayah administratif Kabupaten Sumenep, pulau ini adalah bagian dari gugusan Kepulauan Masalembu yang terapung tenang di tengah Laut Jawa.
Pulau Sakala adalah permata tersembunyi di Indonesia yang wajib dikunjungi. Pulau ini dikenal dengan pantainya yang berpasir putih dan air laut yang jernih sempurna untuk snorkeling dan menyelam.
Pulau Sakala memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa termasuk terumbu karang yang indah dan berbagai spesies ikan tropis.
Pulau ini juga kaya akan budaya lokal Anda bisa merasakan keramahan penduduk setempat dan mencicipi kuliner khas yang lezat sakala menawarkan pemandangan matahari terbenam yang menakjubkan menjadikannya tempat ideal untuk bersantai setelah seharian berpetualang terakhir. Akses ke pulau ini relatif mudah dengan perjalanan singkat dari pulau-pulau besar di sekitarnya Pulau sakala benar-benar destinasi yang memikat bagi para penggemar perjalanan.
Sakala bukan hanya sekadar titik di peta; ia adalah sepotong kecil Indonesia yang menyimpan keindahan alam, kekayaan budaya, dan cerita manusia yang tak banyak diketahui orang.
Pulau Sakala kerap dianggap sebagai salah satu pulau terluar Indonesia. Letaknya yang terpencil menjadikannya seperti dunia tersendiri—jauh dari Madura, lebih jauh lagi dari Pulau Jawa.
Untuk mencapainya, seseorang harus menempuh perjalanan panjang lewat laut, biasanya dari Pulau Masalembu atau dari pelabuhan Kalianget di Sumenep. Ombak besar dan cuaca yang kerap berubah menjadi tantangan tersendiri bagi siapa pun yang ingin menginjakkan kaki di sana.
Sumenep di lidah orang-orang Bugis, Makassar bahkan Mandar diucap sebagai sumanna’.
Di kondisi keterpencilannya, Pulau Sakala menemukan pesonanya. Hamparan pasir putih membingkai hutan tropis yang masih perawan. Air lautnya jernih kebiruan, dan terumbu karangnya menjadi rumah bagi aneka biota laut.
Di sekelilingnya, burung laut beterbangan bebas, seolah mengawasi pulau ini dari generasi ke generasi.
Meski secara administratif terdaftar sebagai pulau berpenghuni, Pulau Sakala tidak memiliki permukiman permanen. Beberapa keluarga nelayan dari Pulau Masalembu atau Masakambing kadang singgah untuk memancing atau mengumpulkan hasil laut.
Di musim tertentu, ada juga yang mendirikan pondok-pondok sederhana untuk menginap sementara, terutama saat musim ikan sedang melimpah.
Pulau Sakala di perairan utara Madura menjadi tujuan penting bagi para nelayan dari Pulau Masalembu, Masakambing, dan sebagian wilayah Madura.
Kehidupan di pulau ini bersifat musiman dan sangat bergantung pada kondisi laut. Mata pencaharian utama para pendatang ini adalah menangkap ikan dengan metode tradisional menggunakan perahu kayu dan alat tangkap sederhana seperti jaring, rawai, atau bubu.
Selain ikan seperti tongkol, cakalang, kakap, dan kuwe, perairan sekitar Sakala juga kaya akan hasil laut bernilai tinggi seperti lobster dan cumi-cumi.
Warga juga mengumpulkan kerang, rumput laut liar, dan teripang, yang diambil dengan menyelam tradisional.
Di sela musim tangkap, beberapa nelayan mengolah hasil laut menjadi ikan asin atau ikan kering, sementara sebagian kecil mencoba berkebun sederhana dengan tanaman seperti pisang dan kelapa, meski terbatas oleh kondisi lahan dan air.
Kondisi Sosial Ekonomi
Kehidupan ekonomi mereka penuh tantangan. Tidak ada listrik, air bersih, atau layanan dasar di pulau ini.
Akses pasar sangat terbatas sehingga nelayan menjual hasil tangkapan dengan harga murah kepada pengepul. Pendapatan pun tidak menentu, terutama saat laut sedang tidak bersahabat.
Banyak dari mereka terjerat dalam ketergantungan pada tengkulak atau koperasi yang menjadi sumber modal alat tangkap dan bahan bakar.
Karena itu, kehidupan sosial di pulau ini sangat dinamis, tidak semuanya menetap namun ada juga yang menetap, dan erat kaitannya dengan siklus alam dan tradisi maritim masyarakat setempat.
Di beberapa ruas pesisir dan di dermaga, kita bisa dengan mudah mendengar warga berbicara Mandar atau Bugis, atau memadukannya dengan bahasa Madura.
Suku Mandar dan Madura adalah dua kelompok etnis utama yang biasa datang dan memanfaatkan sumber daya di Pulau Sakala. Lambat laun mereka menghuni pulau ini.
Mereka membawa serta tradisi dan nilai-nilai budaya yang kuat. Bahasa lokal yang digunakan biasanya campuran antara bahasa Madura dan logat Mandar, menciptakan dialek unik yang khas komunitas nelayan di tengah laut.
Aktivitas ekonomi utama di sekitar Pulau Sakala adalah perikanan tangkap, terutama ikan pelagik dan lobster. Hasil laut dari perairan Sakala terkenal segar dan bernilai jual tinggi. Namun, karena terbatasnya akses pasar dan fasilitas penyimpanan, hasil tangkapan sering hanya dijual ke pengepul di pulau-pulau tetangga dengan harga rendah.
Masyarakat yang menggantungkan hidup dari Sakala masih menghadapi tantangan besar dalam mengakses layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan teknologi.
Secara kultural, masyarakat yang berinteraksi dengan Pulau Sakala sangat menjunjung nilai gotong royong dan kearifan lokal.
Ketika berada di pulau, mereka mematuhi pantangan-pantangan adat, seperti larangan mengambil hasil laut secara berlebihan atau merusak ekosistem karang. Dalam banyak kesempatan, mereka juga melakukan ritual laut atau doa bersama untuk meminta keselamatan sebelum memulai musim tangkap.
Pulau Sakala, meski kecil dan jauh, punya peran strategis dalam menjaga kedaulatan maritim Indonesia.
Ia menjadi titik penjaga batas laut negara, sekaligus simbol keberadaan komunitas-komunitas kecil yang selama ini hidup berdampingan dengan alam secara harmonis.
Kini, perhatian terhadap pulau ini mulai tumbuh, terutama dalam konteks konservasi laut, penelitian biodiversitas, dan upaya menjaga pulau-pulau terluar dari ancaman degradasi dan kelupaan.
Di tengah ancaman perubahan iklim dan naiknya permukaan laut, masa depan Pulau Sakala akan sangat bergantung pada bagaimana manusia memperlakukannya.
Ia bisa menjadi contoh pengelolaan pulau kecil berbasis komunitas dan kelestarian, atau justru hilang dalam deru ombak dan abai kebijakan.
Pulau Sakala adalah pengingat bahwa Indonesia bukan hanya Jakarta, Surabaya, Makassar, Mamuju atau Bali. Ia adalah ribuan pulau kecil, seperti Sakala, yang menyimpan harapan, kehidupan, dan cerita panjang tentang manusia dan laut. Cerita yang menunggu untuk terus diceritakan.
Redaksi