Membaca Masa Depan FIK ORNOP Sulsel, Tantangan dan Strategi Bagi Pengurus

  • Whatsapp
Baharuddin Solongi (dok: Istimewa)

PELAKITA.ID – Baharuddin Solongi, aktivis LSM dan penggiat tata kelola pemerintahan memberikan pokok-pokok pikirannya terkait masa depan organisasi Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non-Pemerintah Sulawesi Selatan FIK Ornop Sulsel.

Nun dahulu, menyebut FIK Ornop Sulsel berarti menyebut salah satu kekuatan dahsyat di palagan pemberdayaan masyarakat terutama di tahun 90-an. Eksistensi mereka krusial bagi penguatan proses demokratisasi, advokasi dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Lambat laun, seiring perjalanan waktu, ketika donor semakin jauh menukik ke ranah desa dan dusun-dusun berikut instrumen dan organisasi ‘bentukannya’ kiprah FIK Ornop semakin berkurang.

Apa pokok-pokok pikiran seorang Baharuddin Solongi yang juga ikut membesarkan organisasi kunci itu di tengah upaya FIK Ornop Sulsel yang saat ini sedang menggelar lokakarya Strategic Planning di bawah kepemimpinan Syamsang Syamsir yang memasuki tugas periode keduanya.

Mari simak berikut ini.

____

FIK ORNOP Sulawesi Selatan menghadapi berbagai tantangan yang dapat memengaruhi efektivitas dan keberlanjutannya di masa depan.

Berbagai dinamika global dan nasional menuntut organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan yang semakin cepat.

Berikut adalah beberapa tantangan utama yang perlu dihadapi serta strategi yang dapat diterapkan untuk memastikan keberlanjutan FIK ORNOP Sulsel:

Pertama, pendanaan dan keberlanjutan finansial

Pendanaan merupakan aspek krusial bagi keberlangsungan organisasi nirlaba. Saat ini, FIK ORNOP menghadapi beberapa tantangan dalam aspek ini adalah ketergantungan pada donor atau hibah berisiko membuat organisasi rentan jika sumber pendanaan berkurang.

Ada persaingan ketat antar-LSM dalam mendapatkan dana dari sumber yang sama semakin meningkatkan tekanan terhadap organisasi.

Lalu apa strateginya ke depan? Strategi yang bisa dijalankan adalah dengan membangun diversifikasi sumber pendanaan melalui kemitraan strategis, penggalangan dana berbasis komunitas, dan pemanfaatan teknologi digital untuk crowdfunding.

Tantangan kedua adalah perubahan regulasi dan tekanan pemerintah.

 Seiring dengan perubahan politik dan kebijakan di berbagai negara, regulasi terhadap LSM semakin diperketat. Beberapa tantangan yang muncul antara lain:

Pembatasan akses terhadap pendanaan asing dan pengawasan ketat terhadap aktivitas LSM. Risiko kriminalisasi terhadap aktivis dan pekerja LSM yang menangani isu-isu sensitif.

Strateginya meliputi penguatan jejaring advokasi, membangun dialog dengan pemangku kepentingan, serta meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku tanpa kehilangan independensi.

Penulis di lokasi workshop Strategic Planning bersama Sufri Laude, salah satu inisiator pendiran FIK Ornop Sulsel (dok: Istimewa)

Tantangan ketiga, perkembangan teknologi dan digitalisasi.

Pada isu ini, transformasi digital menjadi tantangan sekaligus peluang bagi FIK ORNOP.

Beberapa isu utama yang harus diperhatikan adalah adaptasi terhadap teknologi digital sangat penting untuk efektivitas kampanye, advokasi, dan penggalangan dana serta ancaman keamanan siber, termasuk peretasan data dan penyebaran disinformasi yang dapat merusak kredibilitas organisasi.

 Strategi yang bisa ditempuh di antaranya dengan meningkatkan literasi digital dalam organisasi, menerapkan sistem keamanan data yang kuat, serta memanfaatkan media sosial secara efektif untuk memperluas jangkauan advokasi.

 Tantangan selanjutnya adalah kepercayaan publik dan transparansi.

Masyarakat kini semakin kritis terhadap transparansi dan akuntabilitas organisasi nirlaba.

Beberapa risiko yang dihadapi antara lain meningkatnya tuntutan untuk menunjukkan bahwa dana yang dikelola digunakan secara efektif dan transparan serta kasus penyalahgunaan dana atau skandal dalam LSM tertentu yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap sektor ini secara keseluruhan.

Strategi yang bisa dijalankan, mengimplementasikan sistem pelaporan keuangan yang transparan, membangun komunikasi terbuka dengan publik, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

 Lalu tantangan berikutnya adalah perubahan sosial dan politik.

Perubahan sosial dan politik yang cepat mengubah lanskap gerakan sosial. Beberapa tantangan yang muncul di antaranya dengan munculnya aktor-aktor baru dalam gerakan sosial, seperti aktivisme digital dan komunitas informal, yang dapat menggeser peran tradisional LSM.

Oleh sebab itu, FIK ORNOP perlu menyesuaikan strategi agar tetap relevan di tengah perubahan ini.

Strateginya adalah dengan meningkatkan fleksibilitas organisasi, berkolaborasi dengan komunitas digital, serta mengembangkan pendekatan baru dalam advokasi dan kampanye sosial.

Tantangannya selanjutnya adalah kolaborasi dengan sektor Lain.

 Kemitraan dengan sektor swasta, pemerintah, dan organisasi internasional semakin menjadi kebutuhan, namun juga menghadirkan tantangan etis, seperti potensi konflik kepentingan jika nilai dan tujuan organisasi tidak selaras dengan mitra kerja dan kebutuhan untuk menjaga independensi organisasi sambil tetap terbuka terhadap kerja sama strategis.

Strategi yang bisa dijalankan, dengan membangun mekanisme kemitraan yang transparan, menetapkan batasan yang jelas dalam kerja sama, serta memastikan bahwa setiap kolaborasi tetap berorientasi pada misi sosial organisasi.

Bagiamana Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan?

Untuk bertahan dan tetap relevan, FIK ORNOP Sulsel perlu terus meningkatkan kapasitas internal, beradaptasi dengan perkembangan teknologi, menjaga transparansi, serta membangun kemitraan yang lebih luas dan berkelanjutan.

Dengan pendekatan yang tepat, organisasi dapat tetap menjadi pilar penting dalam memperjuangkan keadilan sosial dan hak-hak masyarakat.

Dengan memahami tantangan dan merumuskan strategi yang tepat, FIK ORNOP Sulsel dapat terus berkembang dan memberikan dampak yang lebih besar bagi masyarakat.

Masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dapat dicapai dengan komitmen, inovasi, dan kerja sama yang erat di antara semua pemangku kepentingan.

Membandingkan dengan NGO di luar negeri

Situasi dan kondisi Non-Governmental Organization (NGO) di negara maju cenderung lebih berkembang dibanding di negara berkembang, namun tetap menghadapi tantangan tersendiri.

Mereka punya Ekosistem yang Lebih Matang dan Profesional. NGO di negara maju umumnya memiliki struktur organisasi yang lebih profesional dengan manajemen yang terorganisir. Banyak NGO yang memiliki akses ke sumber daya manusia berkualitas, termasuk tenaga ahli dalam bidang hukum, ekonomi, lingkungan, dan teknologi.

Kedua, Dukungan Pendanaan yang Lebih Stabil. Tersedianya berbagai sumber pendanaan, baik dari filantropi individu, hibah pemerintah, corporate social responsibility (CSR), maupun donasi dari organisasi internasional. Selain itu, masyarakat di negara maju memiliki budaya berdonasi yang kuat, sehingga banyak NGO yang memperoleh pendanaan dari crowdfunding dan fundraising berbasis komunitas.

Ketiga, regulasi yang Lebih Jelas dan Mendukung. Banyak negara maju memiliki regulasi yang transparan terkait peran dan operasional NGO, termasuk sistem insentif pajak bagi donatur. Kebijakan publik juga sering melibatkan NGO dalam perumusan kebijakan sosial, lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan.

Keempat, Pemanfaatan Teknologi dan Digitalisasi

NGO di negara maju lebih maju dalam pemanfaatan teknologi, seperti penggunaan big data, kecerdasan buatan (AI), blockchain, dan platform digital untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Digital fundraising melalui platform seperti GoFundMe atau Patreon semakin populer, memungkinkan NGO untuk menjangkau lebih banyak donatur global.

Kelima, Fokus pada Isu Global dan Inovatif. Banyak NGO di negara maju yang berfokus pada isu global seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan inovasi sosial. Beberapa NGO juga berperan dalam pengembangan solusi teknologi hijau, pemberdayaan ekonomi berbasis keberlanjutan, dan advokasi kebijakan di tingkat internasional.

Keenam, Tantangan yang Dihadapi adalah pesaingan teramat ketat: Banyaknya NGO dengan misi serupa membuat persaingan dalam mendapatkan donor dan dukungan semakin ketat.

Tuntutan Transparansi: Donatur dan pemerintah menuntut tingkat akuntabilitas yang tinggi, sehingga NGO harus menunjukkan dampak kerja mereka secara terukur.

Ancaman Politik dan Regulasi Baru: Meskipun regulasi umumnya mendukung, beberapa negara maju mulai memperketat aturan terhadap NGO yang menerima dana asing atau yang beroperasi dalam isu-isu sensitif seperti imigrasi dan kebijakan luar negeri.

NGO di negara maju memiliki keunggulan dalam hal profesionalisme, pendanaan, dan regulasi yang lebih jelas. Namun, mereka juga harus menghadapi persaingan yang ketat, meningkatnya tuntutan transparansi, serta perubahan kebijakan pemerintah yang dapat memengaruhi keberlanjutan operasional mereka.

 

Editor: K. Azis