Aspek kapasitas dan urgensi ‘marketing intelligence’ bisnis rumput laut

  • Whatsapp
Salim, ujung kiri, bersama anggota IKA Unhas (dok: istimewa)

DPRD Makassar

Marketing intelligence adalah cara para pebisnis untuk terus beradaptasi dengan perubahan dan bersaing dengan kompetitornya. Para pemasar, pengusaha, yang melakukan analisis dan riset pasar dengan baik dan benar bisa melihat pertumbuhan pemasaran hingga 40 persen. 

 

Read More

PELAKITA.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan strategi kunci untuk peningkatan produksi rumput laut, hingga nantinya bisa menjadi produsen nomor satu dunia. KKP fokuspembibitan, pengembangan sentra kawasan dan dukungan sarana untuk klaster petani  rumput laut.

Data FAO 2022, Indonesia adalah negara produsen rumput laut nomor dua di dunia setelah China. Indonesia menguasai pangsa pasar rumput laut dunia pada tahun 2021 sebesar 12,3  persen atau senilai US$345 juta berdasarkan dari BPS.

Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi peraup devisa dari ekspor rumput laut. Rumput laut masuk tiga besar peringkat pertama nilai ekspornya.

Pemerintah punya banyak skenario untuk rumput laut. Skenario yang sesungguhnya telah dibesut sejak lama. Terkait itu, Pelakita.ID mencoba mewawancarai pelaku usaha rumput laut. Dia Salim ‘Bione’, pilar Celebes Seaweed Group (CSG) yang eksis sejak 2008

Salim, adalah alumni Perikanan Unhas angkatan tahun 90 yang telah malang melintang dalam bisnis rumput laut di Indonesia. Jamak lokasi pesisir dan laut telah dijejakinya untuk memenuhi harapannya memanfaatkan komoditi yang dijuluki ‘emas hijau’ ini.

***

Makassar sedang dikurung hujan saat Pelakita.ID bertemu Salim di Warkop La Kopi, Makassar beberapa waktu lalu.

Ada banyak pertanyaan terkait rumput laut ini, tentang jejaring bisnis, kapasitas produksi, permodalan dan kompetisi pasar internasional. Termasuk mengapa China begitu jor-joran di urusan rumput laut.

Dia yang selama ini bermukim di Rawa Badak Kalimantan Timur berbagi kisah, tantangan dan strategi untuk tetap survive di tengah persaingan perdagangan rumput laut ini.

“China sekarang sangat dominan dalam usaha seperti rumput laut ini. Mereka punya jejaring bisnis yang kuat, mereka kuasia jalur seperti pasar Filipina dan di negeri kita. Perusahaan terbesar rumput laut di Indonesia ada di Pinrang, ini terbesar,” ucapnya.

Salim menyebut, meski berpusat di Pinrang namun sumber pasokan mereka datang dari berbagi provinsi termasuk Kalimantan Timur. Pengusaha, pengepul, dan jejaring mereka kita bisa lihat wara-wiri mulai dari Muara Badak sampai di Nunukan.

“Di situ keunggulan mereka, serius mengurus bisnis, menyiapkan personil dan uang dalam jumlah besar,” ujarnya.

“Dalam perdagangan global, kita sangat jauh ketinggalan di sektor intelijen. Iya, intelijen, bukan hanya militer yang butuh tapi pada dunia bisnis terutama pedagang komoditi lintas negara,” kata alumni Unhas ini yang mengaku punya perusahaan jual beli rumput laut.

Market atau Marketing intelligence adalah cara para pebisnis untuk terus beradaptasi dengan perubahan dan bersaing dengan kompetitornya. Para pemasar, pengusaha, yang melakukan analisis dan riset pasar dengan baik dan benar bisa melihat pertumbuhan pemasaran hingga 40 persen.

Menurut Salim, dengan teknologi, pengumpulan data untuk marketing usaha rumput laut bukan lagi hal yang sulit. Perlu pemantauan trend harga dunia, harga domestik dan perilaku pelaku usaha hingga eksportir.

Usaha rumput laut yang digeluti  Salim sejak 2008  kerap pula mengalami guncangan, penuh dinamika terutama saat berhubungan dengan petani rumput laut dan belantara bisnis di tingkat terendah seperti kampung atau desa.

“Kita tidak bisa mengikat petani untuk menjual rumput laut mereka ke kita. Kitapun harus pandai-pandai membangun komunikasi, negosiasi dan menjamin ketersediaan uang cash. Ada banyak pembeli lain yang jor-joran menyiapkan dana cash saat sampai ke petani,” ujarnya.

Butuh intelijen

“Yang saya baca sejauh ini, ejumlah negara utamanya China di Kedubesnya fungsi-fungsi intelijen perdagangan sangat aktif bahkan disediakan layanan dan unit khusus untuk itu.

Intelijen diperlukan untuk membaca ttrend produksi, kecenderungan perilaku pasar domesik termasuk ‘memata-matai’ pelaku usaha, pemodal dan eksportirnya.

Jadi kalau kita kaitkan dengan bisnis rumput laut misalnya. pelaku utama dalam hal ini pasar dan pelaku usaha global yang berdaya saing memang harus punya koneksi, atau akses ke semua negara sentra produksi utama dan terupdate kondisi produksi dari waktu ke waktu.

Demikian pula trend konsumsi dan kapasitas industri. Tak hanya itu, pelaku juga harus memantau ‘produk substitusi di hilir’ yang jadi saingan abadinya’.

“Hemat saya, tak sesederhana uuntuk bisa meramu strategi dan program di tengah situasi dunia perdagangan yang penuh intrik, baik di tingkat produser maupun pada pelaku ekspor. Intrik yang saya maksud adalah kompetisi dalam memasang atau mematok harga dasar dan bagaimana informasi harga itu masuk ke ranah produsen atau pelaku usaha,” paparnya.

“Di sisi lain regulator yang diharapkan ikut mendukung atau back up daya saing sering kali justru melakukan blunder dengan regulasi yang tak relevan. Ini yang juga perlu diantisipasi, dibenahi,” tambahnya.

Maksud Salim adalah Pemerintah harus memahami psikologi pengusaha untuk terlalu banyak memasang target, pungutan, atau pajak.

Kapasitas petani rumput laut

“Yang saya ingin bilang, sebagai basis menuju kelayakan udaha budidaya rumput laut di hulu, setiap kepala keluarga pelaku usaha hendaknya memperhatikan kelayakan skala usaha dan kapasitas petani, baik individu maupun kelembagaan,” lanjjutnya.

Menurut Salim, untuk mendorong agar usaha budidaya rumput laut di tingkat petani bergairah maka kapasitas produksi harus dioptimalkan. Mulai dati pengetahuan teknis dan pasar, manajemen usaha hingga kemampuan pembiayaan.

Kapasitas yang dimaksud Salim tersebut digambarkan melalui bentuk dan skala usaha.

“Kapasitas produksi yang bisa ditangani atau dijalankan untuk rumput laut jenis Euchema sp, minimal satu kepala keluarga mengolah 1 kilometer bentangan budidaya, ini setara 400 bentang longline masing-masing 25 meter,” terangnya.

“Sementara untuk yang di tambak, Gracilaria sp, satu kepala keluarga harus minimal mengelola mimimal 4 hektar. Itu untuk kelayakan usaha dan tentu saja ada margin signifikan di sana. Jadi kalau di bawah standar itu, saya kira tidak layak dijadikan pekerjaan utama,” ujarnya lagi.

“Sebagai update, saat ini untuk jenis rumput laut Gracilaria, harga mendekati stabil setelah beberapa saat lalu anjlok. Mulai mantap pada kisaran US$ 800 sampai US$ 1000 /ton sesuai grade,” pungkasnya.

 

Editor: K. Azis

Related posts