PELAKITA.ID – COVID-19 memberikan pengalaman berharga. Selama ini, kita menganggap kondisi ekonomi kita stabil dan jauh lebih baik, ternyata dengan adanya COVID-19 memberikan beberapa warning dan dampak.
Demikian pernyataan pertama Eka Sastra saat menjadi pembicara pada FGD P
Mendorong Sinergi dan Kolaborasi Pengusah untuk Memperkuat Daya Saing Ekonomi Nasional di Tengah Pandemi COVID-19 yang digelar Pengurus Pusat IKA Unhas dan IKA Samarinda, 3 Agustus 2021.
Eka, anggota DPR RI 2014-2019 dari Partai Golkar dan saat ini merupakan anggota Komisasri PT Pupuk Kaltim, menyebut dampak itu adalah beberapa perusahaan BUMN runtuh, beberapa sektor yang berhubungan luar negeri mengalami persoalan.
“Sektor strategis ternyata selama ini banyak menyimpang, misalnya waktu itu ada masalah ketersediaan APD, masker, kita sempat kekurangan jumlah yang luar biasa,” katanya.
Padahal, kata Eka, sebelumnya, kita menjadi salah satu eksportir APD dan lainnya.
“Ternyata kita ini hanya penjahit saja. Kita impor bahan baku, karena tenaga kerja kita murah dan kita jadi bangsa penjahit. Ini perlu ditata lebih baik,” katanya di depan seratusan peserta FGD.
“Kita perlu mendorong integrasi supply chain yang lebih baik,” tambahnya. Hal lain yang disebutkannya adalah fakta bahwa banyak sektor strategis seperti obat-obatan ternyata memiliki tingkat kandungan bahan impor.
“Saat pandemi, membuat kita kesulitan mendapat obat-obatan. Problem vaksin juga sama, karena kita tak memiliki pabrik dan tidak mendapatkan lisensi,” lanjutnya. Karena itu, Indonesia masuk kategori pengimpor dan sulit memperoleh pasokan global. Eka menyatakan bahwa fakta itu ada saat pandemi.
“Tapi jauh lebhi penting diketahui adalah bahwa kita tidak membangun tata kelembagaan yang terintegrasi. Kita jahit, kita impor, beberapa bahan baku kita ekspor,” katanya lagi.
Menurutnya, selama pandemi juga memberikan kepekaan, hikmah, berkah untuk mulai menata struktur ekonomi agar lebih mandiri.
“Pertama, ke depan dengan memperbanyaik jumlah pengusaha kta, jumlah pengusaha kita, hanya 3,15 persin atau jauh dari target sampai 8 atau 10 persen. Jumlah pengusaha sangat sedikit mau tidak mau perlu diperbanyak,” katanya.
“Kedua, adalah dengan menata supply chain bisnis kita. Ini sudah berlangsung seperti yang dilakukan beberapa industri yang masuk ke Indonesia. Nikel, sekarang sudah ada pabrik baterai nikel untuk mobil, dan lain-lain,” katanya.
Dia juga menyebut batu bara saat ini bisa menjadi bahan untuk pupuk. “Saat ini Pupuk Kaltim, membuka pabrik di Papua Barat dimana gas diolah menjadi pupuk,” bebernya.
Kepada peserta FGD, Eka Sastra mengajak perlunya mendorong hilirisasi usaha. “Tidak lagi bergantung pada impor, atau ekspor bahan baku. Kita ada nikel, sawit, batu bara, dan kita bisa olah sawit jadi biodiesel dan butuh dukungan kampus,” sebutnya.
“Kolaborasi kampus dan dunia usaha bisa dimulai dengan apa yang dibutuhkan dunia usaha dapat diisi oleh dunia kampus,” kuncinya.
Editor: K. Azis