Riza Damanik dan Riyono bicara transformasi ekonomi maritim, antara ekspektasi dan realitas

  • Whatsapp
Para peserta #marinepodcasts ISKINDO (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) bersama Pelakita.ID dan Beliikan.ID menggelar obrolan #marinepodcast “Spirit dan Transformasi Pembangunan Ekonomi Maritim: Antara Ekspektasi dan Realitas” bersama  M. Riza Damanik dan Riyono (25/6/2021).

Menurut Kamaruddin Azis, pengurus DPP ISKINDO yang menjadi host, dua nama tersebut didapuk karena merupakan role model narasi dan diskursus pembangunan kelautan nasional dalam satu dekade terakhir.

Read More

Keduanya adalah bagian dalam dinamika gagasan, praktik dan spirit perjuangan maritim terutama sejak jargon Poros Maritim jadi populer. Keduanya pun pernah menulis buku tentang jargon dan praksis poros maritim itu. Riza menulis buku ‘Menggerakkan Poros Maritim’ sementara Riyono ‘Mengawal Kebangkitan Nelayan Indonesia’.

Selain itu, #marinepodcats ini sebagai ‘pemanasan’ jelang Kongres 3 ISKINDO yang rencananya akan digelar di Tanjung Pindang, Kepulauan Riau.

Menurut Kamaruddin, sosok Riza yang sebelumnya adalah aktivis Wahana Lingkungan Hidup, kemudian aktif bersama Kiara lalu belakangan ini menjadi staf khusus Menteri Koperasi dan UKM adalah figur yang baik dan bisa berbagi pengalaman dan inspirasi terkait tranformasi pembangunan ekonomi nasional berbasis maritim.

Sementara Riyono, yang juga Ketua DPW ISKINDO Jawa Tengah, selain merupakan sekondan Riza selama di Kampus Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, keduanya mempunyai platform atau ideologi yang saling melengkapi.

“Keduanya bisa saling melengkapi,” puji Kamaruddin, yang juga koordinator bidang komunikasi, informasi dan ketenagakerjaan DPP ISKINDO.

Saat memberikan sambutan, Ketua Umum ISKINDO, M. Zulficar ‘Vicar’ Mochtar menekankan perlunya berbagi pandangan terkait situasi saat ini, baik implementasi kebijakan maupun update dari daerah tentang dampak pembangunan ekonomi kelautan nasional. Dia pun memuji kedua koleganya itu sebagai sosok-sosok berpengalaman dan membanggakan.

Tentang implementasi pembanguan kelautan, Zulficar menyebutnya masih lambat, masih tertatih. “Implementasinya kita masih tertatih-tatih di situ, Kedua, yang menguasai bidang kelautan dan kemaritiman setempat, bukan masyarakat setempat tetapi didominasi oleh oligarki, oleh orang kuat,” katanya.

“Daerah harus diberi kekuatan untuk berkembang,” sarannya.

Sementara itu, Riza menceritakan sejarah transformasi pembangunan maritim dengan menyebut bagaimana dia dan jejaringnya telah melahirkan regulasi atau UU Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Tambak serta Petani garam sebagai ‘milestone’ yang seharusnya dapat menjadi dasar dalam pengembangan keberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau ke depannya.

Dia menceritakan itu setelah ditanya seberapa efektif kebijakan pembangunan kelautan nasional terutama tentang kelindan grassroot dan arahan atau regulasi kebijakan kelautan nasional.

Riyono, anggota DPRD Jawa Tengah yang juga merupakan politisi PKS menanggapi kebijakan nasional yang di atas kertas sudah cukup baik, hanya saja trasnformasinya ke daerah tidak berjalan efektif karena keterbatasan atau pengambilalihan wewenang hingga keterbatasan penganggaran.

10 poin

Berdasarkan catatan host atas intisari obrolan tersebut setidaknya ada 10 poin yang bisa menjadi catatan penting untuk ISKINDO dan siapapun yang punya interest untuk membangun NKRI dari sektor maritim.

Pertama, perlunya kapasitas ‘teknis-manajerial’ terbarukan bagi alumni atau para pemangkukepentingan untuk mengembangkan usaha ekonomi berbasis maritim di tengah pandemi dan ketidakpastian di masa depan.

Tidak lagi membangga-banggakan potensi maritim yang bisa jadi ‘tak sesuai harapan’ tetapi mulai menginisiasi usaha-usaha atau jasa kelautan, perikanan, kepariwisataan dan pemanfaatan potensi dan berdaya guna.

Badan usaha berbasis potensi kelautan daerah perlu segera didorong dengan memediasi adanya pengalokasian sumberdaya modal, sarana prasarana hingga pengetahuan berbasis keahlian atau pengalaman. Semakin banyak pengambil kebijakan atau pemimpin di daerah terlibat semakin bagus.

Kedua, transformasi pembanguan maritim nasional membutuhkan peran serta para alumni Kelautan untuk responsif pada isu-isu daerah.  Tidak boleh lengah, apalagi hanya berharap akan jadi ASN atau pegawai negeri sipil.

DPW ISKINDO harus bisa bergerak untuk memanfaatkan momentum yang ada agar lebih kreatif dan bisa menjadi bagian dalam solusi, semisal, inovasi apa yang bisa dilahir dan membantu masyarakat pesisir atau nelayan, di tengah pandemi.  Bagaimana menjuail ikan dengan platform alat komunikasi mutakhir, berbasis IT atau aplikasi.

Sebanyak 14 DPW sejatinya bisa menjadi motor mobilisasi alumni Kelautan untuk mengambl peran aktif dalam pengembangan ekononi daerah atau kawasan. Caranya dengan membuka ruang komunikasi dengan mitra strategis seperti investor atau pengambil kebijakan daerah. Tak harus besar, atau berbiaya besar, yang skala kecilpun kalau dirawat, telaten, bisa menjadi penggerak perubahan. Produk olahan berbahan hasil laut sangat terbuka peluangnya.

Ketiga, pengalaman dan inspirasi para alumni Kelautan Indonesia dalam memfasilitasi penguatan kapasitas alumni, masyarakat pesisir dan kelembagaan ekonomi (seperti koperasi nelayan) harusnya menjadi benchmark atau ‘modal awal’ yang baik dalam menyiapkan atau memperkuat kelembagaan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan atau menyejahterakan.

Silakan pilih, koperasi, perseroan terbatas, Perseroda Bahari, hingga bursa online.

Koperasi bisa menjadi salah satu alternatif tetapi harus fokus pada komoditas atau keunggulan daerah. Apakah ada komoditas maritim unggulan yang telah dikembangkan oleh alumni di daerah anda?

Keempat, gagalnya leadership maritim karena tidak adanya kesungguhan menyiapkan data, informasi, telaahan, dan pemihakan pada isu-isu daerah. Jangan mengekor atau manut pada agenda setting pusat atau pihak luar, daerah harus berdaya guna dan mandiri.

Seharusnya, transformasi pembangunan maritim itu harus diwarnai oleh paradigma pembangunan yang transformasional dari pemimpin terpilih. Tidak semata berburu dana atau bantuan-bantuan fisik dari pusat kekuasaan tetapi perlunya kesungguhan untuk memulai dari apa yang ada, apa yang tersedia di daerah.

Apakah anda alumni Kelautan yang punya cita-cita jadi Bupati? Legislatif? atau pemimpin perusahaan maritim?

Kelima, para alumni atau sarjana Kelautan seharusnya bisa memainkan peranan lebih konkret dengan mengedepankan jejaring, knowledge sharing, ikut serta dalam menyusun regulasi pengelolaan sumber daya maritim.

Saat ini, mungkin sudah ada alumni yang bahu membahu dengan sejumlah kalangan tetapi daya gedornya belum nyata mendorong perubahan. Mari berjejaring. Siapa tahu bisa jadi bagian dalam ‘Jejaring anggota DPRD Maritim Nusantara’, atau jejaring ‘pengelas bawah air’, atau ‘jejaring pelindung rajungan dari kesewenang-wenangan nelayan pukat hela’. Who knows?

Keenam, perbaikan perencanaan pembangunan maritim ke depan harus dimulai dengan kesungguhan melihat gap atau dimensi kegagalan pada praktik pengelolaan atau program yang ada atau pernah dilaksanakan. Ini penting supaya tidak mengulang program-program serupa.  

Pelibatan dunia kampus ‘maritim’, organisasi masyatakat sipil, bekerja fokus dan berjejaring menjadi niscaya. Bukan hanya oleh Pemerintah tetapi juga oleh swasta dan masyarakat secara luas.

Evaluasi harus bisa dilakukan secara bersama-sama dan tak meniadakan peran masyarakat pesisir dan pulau-pulau. Evaluasi ini bisa dilakukan oleh jejaring ISKINDO di daerah untuk merajut potensi, basis tindak dan solusi bersama. Ke depan, sebuah rembuk nasional mengupas potret maritim kita perlu didorong. ISKINDO harus nyata kontribusinya di sini.

Ketujuh, meski telah ada capaian signifikasi dalam penyiapan regulasi, perundang-undangan maritim, namun dalam praktiknya, belum menunjukkan signifikansi benefit sosial, ekonomi atau lingkungan karena terbatasnya dana, terbatasnya sarana prasarana.

Inipun tidak cukup sebab diperlukan komunkasi, kesepahaman dan kesungguhan untuk berkolaborasi dengan daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Harapan Presiden Jokowi untuk membangun negara maritim saat ini semakin jauh panggang dari api karena terbatasnya anggaran dan wewenang di daerah. Pengakumulasian sumberdaya pembangunan berbasis maritim harus didukung oleh prinsip dan tata kelola yang berkelanjutan dan memberdayakan. Masyarakat aman, sejahtera, lebih penting daripada negara yang kaya atau punya banyak pemasukan dari pajak.

Kedelapan, untuk membangun ekonomi nasional melalui pengembangan lembaga ekonomi maritim, negara harus ditagih untuk memfasilitasi – melalui pengalokasian sumberdaya anggaran dan kelembagaan – untuk pelibatan alumni-alumni Kelautan yang kompeten, berpengalaman dan bisa memantik tumbuh kembangnya spirit entrepreneurship berbasis komoditas kelautan.

Beragam potensi sumberdaya ikan bisa menjadi alternatif usaha. Apalagi saat ini fokus pemerintah pada pendayagunaan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dengan menginisiasi Lembaga Pengelola Perikanan sedang didorong.

Mengelola sumberdaya ikan berarti mengelola setidaknya tiga dimensi yaitu aspek tata kelola, sumber daya ikan dan potensi sosial ekonomi. Ketiga ranah ini adalah ruang partisipasi para alumni Kelautan.  Jejaring kelautan bisa memanfaatkan peluang ini dengan menjalin kerjasama dengan pihak di daerah sebagai pemegang mandat WPP.

Kesembilan, sebagai organisasi profesi, jejaring alumni dan juga sebagai cerminan pelaku usaha maritim, ISKINDO bertanggungjawab untuk menjaga spirit transformasi pembangunan maritim nasional secara konsisten dan fokus pada keberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau, keberdayaan daerah dan NKRI.

Ke depan, platform organisasi harus bisa digunakan untuk mengakselerasi spirit keberdayaan tersebut, spirit yang memediasi bertemunya aras grass root dan teknokratik.

Kesepuluh, transformasi pembangunan ekonomi nasional berbasis maritim adalah hidupnya pertemuan antara aras bawah dan atas.

Harus ada ‘kompetensi tambahan’ bagi alumni dalam memfasilitasi antara situasi pada level bawah dan arahan sosial oleh Pemerintah melalui rencana pembangunan nasional yang memberi penekanan pada pengalokasian sumberdaya maksimum untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau.

Hal itu bisa terlaksana jika terjadi transformasi paradigmatik di level Pusat (eksekutif, legislatif, aparat penegak hukum) hingga level terendah di desa dan kampung-kampung.

Transformasi paradigmatik ini bisa ditempuh melalui peningkatan kapasitas alumni sebagai ‘fasilitator perubahan’, penguatan kelembagaan eksisting, atau menjadi pemimpin kepala daerah atau menjadi pengambil kebijakan.

ISKINDO bisa menjadi wahana  untuk merealisasikan gagasan tersebut sepanjang anggota dan pengurus punya komitmen, platform atau rencana strategis yang diejawantahkan.

 

Penulis: K. Azis

Related posts