- Menumbuhkan Kesadaran Hidup Bersih di Tengah Kawasan Pengelolaan Sampah: Potret PHBS Anak Sekolah di Sekitar TPA Antang.
- PHBS anak-anak di sini sudah cukup bagus, tapi memang harus terus diajarkan. Kadang cepat lupa.
PELAKITA.ID – Makassar, Rabu, 7 Oktober 2025 — Mahasiswa Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin melaksanakan kegiatan observasi lapangan di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.
Kegiatan ini bertujuan mengkaji hubungan antara kondisi lingkungan TPA dengan penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada anak usia sekolah yang tinggal dan belajar di sekitar area tersebut.
TPA Antang merupakan lokasi pengelolaan sampah utama Kota Makassar yang menampung 900–1.000 ton sampah setiap hari, melebihi kapasitas idealnya (Kabarmakassar.com, 2023).
Kondisi ini berdampak pada lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar, termasuk anak-anak sekolah yang tumbuh di wilayah dengan tingkat kepadatan limbah tinggi.
Salah satu sekolah yang menjadi lokasi observasi adalah TK PABATA UMMI, yang berjarak tidak jauh dari area pembuangan dan berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai kebersihan sejak usia dini.
Menurut Kepala Sekolah TK PABATA UMMI, Ibu Ernie, pihaknya terus berkomitmen membangun kebiasaan hidup bersih di kalangan siswa meski menghadapi keterbatasan sarana.
“Setiap hari kami ajarkan anak-anak untuk mencuci tangan, menggosok gigi, memotong kuku, dan menjaga kerapian. Kami ingin mereka tahu bahwa hidup bersih itu penting, di mana pun mereka berada,” ujarnya.
Saat ini, fasilitas cuci tangan di sekolah belum tersedia sehingga anak-anak menggunakan WC sekolah untuk mencuci tangan sebelum makan.
“Air bersih sudah lancar sekarang, hanya saja kami butuh tambahan tempat cuci tangan dan tempat sampah agar anak-anak bisa lebih mudah menerapkan kebiasaan bersih,” tambahnya. Pernyataan tersebut menggambarkan semangat kuat untuk menjaga kebersihan dan kesehatan meskipun dengan sarana terbatas.

Para orang tua siswa—sebagian besar bekerja sebagai pemulung—juga mendukung upaya sekolah. Ibu Ani (39) dan Ibu Tista (49), yang setiap hari mengantar dan menunggu anak mereka selama kegiatan belajar, menilai pembiasaan PHBS di sekolah membawa dampak positif.
“PHBS anak-anak di sini sudah cukup bagus, tapi memang harus terus diajarkan. Kadang cepat lupa,” ujar Ibu Ani.
“Tempat sampah dan fasilitas cuci tangan perlu ditambah supaya anak-anak tidak hanya tahu teori, tapi juga terbiasa melakukannya,” sambung Ibu Tista.
Selain peran guru dan orang tua, Puskesmas Tamangapa turut berkontribusi melalui kegiatan rutin seperti pemeriksaan kesehatan, pemberian vitamin, serta edukasi kebersihan bagi anak-anak di sekitar TPA Antang.
Salah satu orang tua siswa lainnya, Ibu Rizna (35), menekankan pentingnya peran keluarga dalam membiasakan PHBS di rumah.
“Kalau di sekolah diajarkan cuci tangan dan gosok gigi, di rumah kami lanjutkan juga. Air sudah bagus, jadi tidak ada kendala. Hanya saja anak-anak memang harus terus diingatkan supaya terbiasa,” tuturnya dengan senyum.
Data Kementerian Kesehatan RI (2023) menunjukkan hanya 69,9% rumah tangga di Indonesia yang memiliki fasilitas cuci tangan layak dengan air mengalir dan sabun.
Kondisi ini menegaskan pentingnya sinergi antara sekolah dan keluarga dalam menanamkan kebiasaan bersih, terutama di kawasan dengan paparan lingkungan tinggi seperti sekitar TPA Antang.
Sementara itu, UNICEF Indonesia (2022) mencatat bahwa anak-anak yang tinggal di kawasan padat dan dekat lokasi pembuangan memiliki risiko dua kali lipat mengalami penyakit berbasis lingkungan dibandingkan dengan anak-anak di wilayah lain.

Manfaat bagi mahasiswa
Kegiatan observasi bagi mahasiswa FKM Unhas ini menunjukkan bahwa penerapan PHBS di kawasan TPA Antang bukan sekadar upaya perilaku individu, tetapi juga mencerminkan ketahanan sosial masyarakat. Sekolah, keluarga, dan tenaga kesehatan membuktikan bahwa komitmen terhadap kebersihan dapat tumbuh kuat di tengah keterbatasan.
Anak-anak di sekitar TPA Antang menjadi bukti bahwa pendidikan kesehatan sejak dini mampu menjadi benteng utama dalam mewujudkan masa depan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.
Kegiatan ini juga memperlihatkan pentingnya peran institusi pendidikan tinggi, khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas, dalam memperluas dampak pembelajaran melalui pendekatan community-based education.
Melalui observasi lapangan seperti ini, mahasiswa tidak hanya belajar menganalisis masalah kesehatan masyarakat secara teoritis, tetapi juga memahami realitas sosial dan ekologis yang membentuk perilaku kesehatan masyarakat.
Pendekatan tersebut melatih empati, kemampuan berpikir kritis, serta kepekaan terhadap isu keadilan sosial dan lingkungan—nilai-nilai penting yang menjadi fondasi bagi calon tenaga kesehatan masyarakat di masa depan.
Penulis: Shakira Oqmalia Firdany
