Menimbang Rasa Kopi di Sejumlah Warkop di Makassar

  • Whatsapp
Kopi dari salah satu warkop di Makassar (dok: Pelakita.ID)

PELAKITA.ID – Minum kopi bukan sekadar rutinitas pagi atau teman begadang. Bagi banyak orang, secangkir kopi yang baik adalah pengalaman yang utuh—menenangkan, menggugah, dan kadang tak terlupakan.

Pembaca sekalian, apa sebenarnya yang membuat kopi terasa begitu istimewa?

Banyak orang menyebut semua dimulai dari aroma. Aroma kopi yang kaya dan menyenangkan—seperti bunga, buah, cokelat, atau rempah—menjadi pembuka pengalaman yang memikat.

Sebaliknya, aroma tengik atau gosong bisa menandakan kualitas biji yang rendah atau proses sangrai yang terlalu agresif.
Seorang kawan menilai, saat kopi menyentuh lidah, rasa pun mengalir. “Di situmi enaknya, Denun,” kata dia.

Sampai saat ini, saya masih menganggap bahwa asam kopi itu melekat pada jejak Arabica sementara Robusta, adalah tipe kopi yang datar-datar saja.

“Tapi tunggu dulu, justru Robusta yang akan sangat memikat jika diolah dengan cita rasa dan tangan yang terampil,” imbuhnya lagi.

Dia ingin bilang, rasa yang kompleks dan seimbang, dengan lapisan manis, asam, dan pahit yang saling melengkapi, adalah tanda biji kopi berkualitas tinggi.

Lalu di warkop atau kedai kopi mana di Makassar yang bisa menawarkan rasa seperti itu? Meski mengklaim diri sebagai penikmat teh semata, godaan untuk mencicipi kopi dari sejumlah warkop atau kedai ini yang penulis coba lalui. Satu per satu kopi destinasi ngopi di Makassar (mungkin nanti di kabupaten tetangga) pun akan dijajal.

Inilah mengapa Kopizone di Boulevard, lalu Enreco juga di kawasan Boulevard, dan hari ini Onkel John’s Coffee menjadi obyek penilaian – tapi khusus untuk catatan pribadi penulis.

____
Saya kira, warung kopi, kedai, atau cafe, yang menyajikan kopi di Makassar dan sekitarnya punya plus minus. Bisa saja tergantung suasana tempat, nyaman atau strategis, juga cara pelayanan hingga detil demi detil dalam setiap tegukan.

Saya setuju bahwa setiap jenis kopi bisa menghadirkan kejutan: ada yang mengingatkan pada beri, jeruk, bahkan karamel. Tapi jika terasa gosong, terlalu asam, atau pahit menusuk, mungkin ada yang salah sejak awal.

“Keasaman dalam kopi sering disalahpahami,” kata kawan yang saya temui dua hari lalu di Enreco.

Dia bilang, bukan asam yang menusuk seperti cuka, melainkan keasaman yang segar dan hidup—menyerupai rasa buah segar. Inilah yang membuat kopi Arabika unggulan terasa cerah dan menyenangkan. Keasaman ini harus memperkaya, bukan mengganggu.

Rasa di mulut, memberikan dimensi lain. Apakah kopi terasa ringan seperti teh? Atau kental seperti krim?

Kata kawan di Muscat, kopi dari Ethiopia atau Afrika secara biasanya ringan dan elegan, sementara kopi asal Brazil hingga asal Indonesia dikenal berat dan beraroma tanah. Setiap jenis kopi punya karakter sendiri, dan body-nya ikut menentukan pengalaman minum.

“Tapi bagi saya, ini sangat tergantung racikan atau olahan sang Barista,” kata kawan lainnya yang saat ini sedang ada di Muscat, Oman. Dia juga yang pernah ajak jajal Darweeshyat dan Al Kaleem di Muscat yang baristanya dominan Indonesia.

Pembaca sekalian, keseimbangan adalah kunci. Ketika rasa manis, asam, dan pahit hadir dalam harmoni, kopi menjadi lebih dari sekadar minuman—ia menjadi simfoni rasa.

Tidak ada satu nada yang terlalu dominan, dan justru dalam keseimbangan itulah kenikmatan sejati muncul.

Kopi yang baik juga punya rasa manis alami. Bukan dari gula atau susunya, melainkan dari biji yang matang sempurna dan proses sangrai yang tepat.

Rasa manis ini lembut dan menyatu, bukan menonjol. Bila kopi terasa hambar, bisa jadi karena biji yang kurang matang atau pemanggangan yang kurang cermat.

Setelah ditelan, kopi yang berkualitas meninggalkan aftertaste yang menyenangkan. Bisa terasa seperti kacang, cokelat, bunga, atau bahkan buah-buahan. Aftertaste yang panjang dan bersih membuat kita ingin menyesap lagi dan lagi.

Kejernihan rasa juga penting. Kopi yang “clean” memiliki rasa yang terang dan jelas, tanpa gangguan pahit atau keruh. Ini menandakan proses pascapanen yang baik dan teknik penyeduhan yang presisi. Dalam dunia kopi spesialti, kebersihan rasa adalah hal yang mutlak.

Sosodara, kesegaran tak boleh dilupakan. Biji yang baru dipanggang dan digiling memiliki aroma dan rasa yang hidup. Kopi yang sudah lama cenderung datar, kehilangan karakter aslinya.

Maka, untuk menikmati rasa terbaik, kesegaran biji harus dijaga. Dan akhirnya, konsistensi. Rasa yang tetap enak dari awal hingga akhir menunjukkan bahwa semua elemen—dari biji, sangrai, hingga penyeduhan—dijalankan dengan penuh perhatian. Ini bukan sekadar soal teknik, tapi soal cinta terhadap kopi itu sendiri.

Maka, jika kamu ingin menjadi penikmat kopi yang lebih cermat, mulailah dengan indra dan rasa ingin tahu. Cicipi dengan perlahan, dengarkan apa yang ditawarkan dalam tiap teguk. Karena dalam secangkir kopi, tersimpan kisah panjang dari tanah, tangan, dan waktu.

Ah. tiba-tiba saya terkenang kopi Robusta tumbukan nenak yang dicampur dengan daging kelapa tua, nun lampau di Galesong.
Jadi enak mana Kopizone, Enreco atau Onkel John’s Coffee sejauh ini? Masing-masing punya plus minus menurut penulis.

___
Denun, Tamarunang, 2 Juni 2025